Kenali Sisi Lain Seni Budaya Indonesia Lewat Warung Kopi

Fimela Editor diperbarui 25 Sep 2013, 08:29 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Tidak lengkap rasanya jika membahas seputar kuliner dan budaya yang menyangkut di dalamnya tanpa melibatkan pakarnya. Karena itu, dalam pembahasan tradisi ngopi di Indonesia kali ini, kami berbincang langsung dengan dengan salah satu pakar kuliner ternama di Indonesia, Bondan Winarno.

Di kota-kota besar di Indonesia, menemukan warung kopi tidak semudah menemukan café-café modern yang menyuguhkan beragam jenis kopi. Padahal, di daerah Indonesia yang masih termasuk wilayah Melayu, warung kopi seolah berjajar menghiasi jalan-jalan kota. “Di Melayu, warung kopi itu wajib hukumnya. Yang saya maksud dengan Melayu adalah Kalimantan, Semenanjung Melayu, Riau, sisi Timur Sumatera, rata-rata setiap pagi orang datang ke warung kopi tanpa terlebih dahulu sarapan. Sedangkan di Jawa, satu-satunya budaya ngopi hanya ada di daerah Gresik. Di sana, banyak warung kopi berkualitas,” papar Pak Bondan saat ditemui FIMELA.com di bilangan Jakarta Selatan.

What's On Fimela
3 dari 4 halaman

Next

Seiring dengan perkembangan dan banyaknya permintaan, menurut Pak Bondan, warung-warung kopi di daerah Melayu pun tak sekadar menyajikan kopi. Berbagai penganan pun kemudian hadir untuk menemani para penikmat kopi. Di daerah Padang misalnya, Pak Bondan mengatakan, Sate Padang pun akhirnya hadir di warung kopi sebagai menu sampingan.

Faktanya, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, sesudah Brazil dan Vietnam. Namun, ngopi seolah masih belum menjadi budaya bagi warga Indonesia pada umumnya. “Di berbagai tempat, kita masih sering melihat banyak yang salah saat menyeduh kopi. Berapa banyak orang yang bisa membedakan antara kopi Robusta dan Arabica. Itu artinya sebagai bangsa, kita masih belum bisa menghargai kekayaan alam Nusantara. Tidak seperti di Italia yang memang menjadikan kopi sebagai bagian dari kebudayaan mereka,” Pak Bondan berpendapat.

4 dari 4 halaman

Next

Adi W. Taroepratjeka, selaku konsultan kopi pun angkat bicara soal kurang larisnya kopi di Indonesia. “Saya mengerti kenapa di Indonesia kopi tidak selaris minuman lainnya. Sudah tertanam di masyarakat kita bahwa kopi adalah minuman dengan rasa pahit. Padahal, pahit atau tidaknya kopi, semua tergantung pada bagaimana kita memperlakukannya. Saya bisa menyajikan kamu segelas espresso tanpa rasa pahit. Sayangnya, kebanyakan orang tidak tahu bagaimana cara memperlakukan kopi sehingga lahirlah stigma ‘kopi pahit’,” Adi menambahkan.

Pak Bondan melihat bahwa kekayaan kopi di Indonesia bisa membantu berkembangnya sektor pariwisata seni budaya di Indonesia. “Jika kita bisa lebih memberikan tempat pada kebudayaan ngopi (dan teh), saya pikir ini juga bisa membantu tumbuhnya sektor pariwisata Indonesia. Lihat saja Prancis dan Jepang sebagai contoh yang mampu memberikan tempat khusus pada budaya nge-teh sehingga saat ini Prancis dijadikan kiblat oleh beberapa negara dalam hal boutique the. Mumpung kuliner sedang maju, mulailah berbudaya melalui kuliner, baik kuliner sendiri maupun dari luar. Mulailah kita mengenal budaya kuliner, jika tidak begitu, kita akan tetap menjadi masyarakat bodoh yang tidak berbudaya,” Pak Bondan menjelaskan.