Next
Di kota-kota besar di Indonesia, menemukan warung kopi tidak semudah menemukan café-café modern yang menyuguhkan beragam jenis kopi. Padahal, di daerah Indonesia yang masih termasuk wilayah Melayu, warung kopi seolah berjajar menghiasi jalan-jalan kota. “Di Melayu, warung kopi itu wajib hukumnya. Yang saya maksud dengan Melayu adalah Kalimantan, Semenanjung Melayu, Riau, sisi Timur Sumatera, rata-rata setiap pagi orang datang ke warung kopi tanpa terlebih dahulu sarapan. Sedangkan di Jawa, satu-satunya budaya ngopi hanya ada di daerah Gresik. Di sana, banyak warung kopi berkualitas,” papar Pak Bondan saat ditemui FIMELA.com di bilangan Jakarta Selatan.
What's On Fimela
powered by
Next
Faktanya, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, sesudah Brazil dan Vietnam. Namun, ngopi seolah masih belum menjadi budaya bagi warga Indonesia pada umumnya. “Di berbagai tempat, kita masih sering melihat banyak yang salah saat menyeduh kopi. Berapa banyak orang yang bisa membedakan antara kopi Robusta dan Arabica. Itu artinya sebagai bangsa, kita masih belum bisa menghargai kekayaan alam Nusantara. Tidak seperti di Italia yang memang menjadikan kopi sebagai bagian dari kebudayaan mereka,” Pak Bondan berpendapat.
Next
Pak Bondan melihat bahwa kekayaan kopi di Indonesia bisa membantu berkembangnya sektor pariwisata seni budaya di Indonesia. “Jika kita bisa lebih memberikan tempat pada kebudayaan ngopi (dan teh), saya pikir ini juga bisa membantu tumbuhnya sektor pariwisata Indonesia. Lihat saja Prancis dan Jepang sebagai contoh yang mampu memberikan tempat khusus pada budaya nge-teh sehingga saat ini Prancis dijadikan kiblat oleh beberapa negara dalam hal boutique the. Mumpung kuliner sedang maju, mulailah berbudaya melalui kuliner, baik kuliner sendiri maupun dari luar. Mulailah kita mengenal budaya kuliner, jika tidak begitu, kita akan tetap menjadi masyarakat bodoh yang tidak berbudaya,” Pak Bondan menjelaskan.