Kasus Kekerasan Nigella Lawson dan Rihanna, Pelajaran untuk Perempuan

Fimela Editor diperbarui 25 Jul 2013, 07:59 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Setelah menghadiri pesta penghormatan Clive Davis pre-Grammy, Brown & RiRi bertengkar hebat akibat serangkaian sms mesra dalam handphone Brown. Pertengkaran itu pun berujung dengan kekerasan. Brown kemudian dikenai pidana penganiayaan dan pidana ancaman penganiayaan. Tindak pidana Brown memang tak membawanya ke balik jeruji besi, dia hanya diwajibkan memberi pelayanan publik selama 180 hari dan menjalani masa percobaan lima tahun, plus diharuskan jauh-jauh dari RiRi. Sejak saat itu, peristiwa Brown-RiRi terus diingat publik dan menjadi peringatan kalau pelaku kekerasan sulit dimaafkan.

Setelahnya, tepatnya sebulan lalu, publik heboh dengan kemunculan gambar-gambar pencekikan terhadap Nigella yang dilakukan sendiri oleh sang suami, miliuner Charles Saatchi, di sebuah restoran. Merasa semua gambar yang beredar memojokkannya, Saatchi malah menceraikan Nigella karena kecewa istrinya tak buka suara membelanya dari tuduhan publik.

“Beberapa waktu lalu, kami duduk berdua di luar sebuah restoran, berbicara serius dan berdebat tentang anak kami. Saya memegang leher Nigella berkali-kali sambil menekankan maksud saya pada Nigella. Saya tidak mencengkram lehernya, kami hanya bertengkar. Gambar-gambar yang beredar sangat mengerikan dan menyampaikan kesan kekerasan. Nigella menangis karena kami memang bertengkar hebat, bukan karena dia terluka,” dalih Saatchi. Dia jelas tak mau publik menganggap dirinya laki-laki temperamental dan ringan tangan, seperti cap publik terhadap Brown. Sampai kini memang tak pernah terungkap bagaimana kronologis yang sebenarnya. Namun, publik berhak menilai. Nigella sendiri sudah meninggalkan rumah yang selama ini ditempati bersama Saatchi pada hari yang sama saat peristiwa “pencekikan” itu terjadi.

3 dari 3 halaman

Next

Kekerasan memang selalu menjadi topik memprihatinkan, apalagi dilakukan oleh dan kepada orang terdekat. Kekerasan seringkali menjadi alasan yang dibuat masuk akal, seolah sebagai bagian dari bentuk cinta dan sayang. Begitulah, kekerasan kerap terselubung, karenanya bahkan bisa saja tak disadari oleh korban. Perlu merasakan, meresapi, dan menjadi lebih peka untuk tahu. Hannah Al Rasyid, salah satunya. Beberapa tahun lalu, dirinya menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang mulanya baik, kemudian seolah mulai mendoktrinnya sebagai pihak yang selalu bersalah ketika hubungan mereka bermasalah.

Urai Hannah saat ditemui dalam sebuah acara, “Aku pun baru sadar sempat mengalaminya. Aku orang yang selalu berpikir positif, tapi justru terjebak dalam hubungan yang bisa membuatku berpikir negatif tentang diriku sendiri, seperti selalu aku yang bodoh dan jahat saat hubungan kami mengalami masalah. Aku juga diminta berhenti bergaul, padahal aku orang yang sangat suka berinteraksi. Pernah juga mendapat perkataan tak pantas, atau dia meninggalkan bekas memar sampai kekerasan seksual. Tak hanya diam, aku menolak diperlakukan buruk ketika itu, tapi akhirnya selalu termakan janji-janji untuk berubah, hingga terus terjadi dan terjadi lagi.”

Saatchi merasa tak terima dengan opini publik dan menyalahkan Nigella karena tak berusaha memperbaiki nama baiknya. Peristiwa Juni lalu tak memberikan pelajaran untuknya agar lebih menghargai Nigella, sebagai istri dan orang yang dia cintai. Dia malah “menghadiahi” perempuan yang telah mendampinginya selama 10 tahun itu dengan perceraian. Sosok cantik yang menginspirasi lewat acara masak inipun kabarnya selama ini selalu berusaha agar rumah tangganya utuh. "Sebelum kejadian ini, pernikahan mereka memang memburuk, tapi dia selalu memperjuangkannya,” ungkap orang terdekat Nigella.

“Perempuan memiliki sifat dasar memelihara, merawat, sehingga ketika ada hal yang menyakitkan terjadi, kita cenderung masih memiliki harapan akan adanya perubahan, kesadaran dari pelaku. Padahal, tak menutup kemungkinan pesan yang sampai ke pelaku justru sebaliknya: kita menerima dan diam diperlakukan kasar, sehingga hal itu akan berulang,” Bunga Mega (Founder CeweQuat) ikut angkat bicara, merasa tak ada lagi sisi positif dari hubungan yang diwarnai dengan kekerasan.

Kekerasan bukan bagian dari cinta, itu yang harus kita ingat. Cinta sama sekali tak mengenal kekerasan. Cinta idealnya menghadirkan keamanan dan rasa nyaman. Sementara kekerasan, menurut Rika Nosvianti Neqy (Pemerhati persoalan Perempuan terutama Seksualitas), hanya untuk menunjukkan kekuasaan dan kontrol seseorang terhadap orang lain. Dari banyaknya kasus kekerasan dalam hubungan cinta yang terjadi di sekeliling kita, maupun yang banyak kita temukan dari media, bahkan yang sempat dan sedang kita alami sendiri, seharusnya membuat kita jauh lebih peka dan pintar untuk segera mengambil tindakan. Alasannya jelas, tak ada satu pun orang yang layak diperlakukan tak baik. Dalam bentuk apa pun. Dengan alasan apa pun.