Next
Ketika itu, saya dan teman-teman memegang kepengurusan di satu organisasi. Kami akan mengadakan sebuah acara cukup besar, sudah pasti dana dalam jumlah besar pun kami perlukan. Segala cara kami lakukan untuk mendapatkan uang, terutama dengan berjulan. Suatu ketika, seorang teman membawa kabar bahwa tetangga di rumahnya yang bekerja sebagai koordinator penonton bayaran sedang mencari orang untuk dua buah acara di satu stasiun TV yang sama. Masing-masing acara akan taping untuk 2 episode.
Ketika ide tersebut dilemparkan ke forum saat meeting, tentu sebagian besar dari kami tertawa dan ogah untuk ambil bagian sebagai tim hore. Namun, entah mengapa, hari sangat cepat berganti dan uang yang kami perlukan masih kurang cukup banyak. Akhirnya, semua pengurus sepakat untuk menerima tawaran untuk menjadi ‘alay’. Tidak ada pertimbangan lain di kepala kami kecuali untuk mewujudkan acara besar kami.
Hari H pun tiba. Saya dan teman-teman juga mengumpulkan kawan kami yang lainnya agar kuota yang diminta terpenuhi. Jujur, ketika sampai di studio, saya dan teman-teman (sedikit) malu untuk bergabung dengan penonton bayaran lainnya. Namun, demi terwujudnya acara yang telah kami rancang lebih dari 6 bulan, semua rasa malu akhirnya kami tinggalkan.
What's On Fimela
powered by
Next
And the show begun! Floor Director pun mulai memberi arahan. Sebelum taping ke acara utama, talkshow, semua penonton diberi instruksi untuk tertawa. Ya, kami semua harus tertawa karena memang itulah yang harus direkam. Tertawa berkali-kali, senyum, lalu kembali lagi tertawa. Hampir seperti orang gila mungkin karena kami harus tertawa tanpa sebab, senyum lebar pun tak boleh lepas dari bibir. Setelah taping sesi tertawa selesai, Floor Director memberi arahan kepada semua penonton yang hadir untuk tepuk tangan. Ya, sekarang giliran taping untuk sesi tepuk tangan.
Setelah tepuk tangan dan tertawa dirasa cukup, kami harus menunggu lagi, menunggu sang bintang utama hadir di atas panggung. Proses taping acara utama, talkshow, sebenarnya tidak terlalu lama mungkin hanya sekitar 45 hingga 1 jam. Yang membuat lama adalah stockshot, taping sesi tertawa dan tepuk tangan, serta juga waktu menunggu para bintang utama untuk hadir di atas panggung. Jika diakumulasi sejak tiba hingga selesai syuting, saya dan teman-teman menghabiskan waktu sekitar 4 jam untuk syuting 2 episode.
Namun, hasil yang kami dapat tidak kecil lho. Dalam waktu 4 jam, dengan pasukan kurang dari 20 orang, kami mengantungi lebih dari 1.5 juta rupiah. Sedikit mungkin jika jumlah tersebut dibawa pulang oleh masing-masing pribadi, tapi kami cukup puas dengan jumlah uang yang kami bawa pulang. Belum lagi, ditambah kerja sebagai penonton bayaran di acara lainnya yang sudah menunggu kami, sudah terbayang berapa nominal yang akan kami peroleh.
Nggak heran kalau saat ini makin banyak orang yang rela menjadi ‘alay’ di berbagai acara musik dan acara lain di TV. Jumlah uang yang dibawa pulang cukup menggiurkan, selain itu cita-cita bertemu idola pun kemungkinan besar akan terwujud. Bagaimana pun juga, saya berterima kasih kepada acara-acara tersebut, karena berkat menjadi ‘alay’, acara besar saya dan teman-teman bisa terlaksana. Namun, pengalaman berharga untuk menjadi “tukang tepuk tangan bayaran” sudah cukup sekali saja seumur hidup.
Mengutip dari pernyataan seorang koordinator ‘alay’ di acara musik Dahsyat yang disebut Opa Jahja dalam Tempo.co, ia mengatakan bahwa untuk 1 episode, setiap orang akan menerima bayaran Rp20.000,- hingga Rp30.000,-. Kalau dalam satu minggu ia bisa ikut serta menjadi alay sebanyak 12 episode (satu hari dihitung syuting 2 episode), sekitar 1.4 juta rupiah bersih akan dikantungi.
Tertarik untuk sesekali mencoba, Fimelova?
foto: berbagai sumber