Siap Menikah, Karena Pertimbangan Ekonomi atau Komitmen Hati?

Fimela Editor diperbarui 18 Jun 2013, 08:00 WIB
2 dari 4 halaman

Next

“Logikanya memang lebih nyaman mapan dulu baru menikah supaya nggak sengsara. Pernikahan bukan cuma dua orang yang kemudian hidup bersama, nantinya ada tanggung jawab membesarkan anak, karena itu kebutuhan finansial juga harus dipikirkan. Memangnya bisa cuma makan cinta?”

-Nesti, 24, staf redaksi-

“Sebagai perempuan lajang di usia segini aku masih menikmati masa-masa bekerja, mengumpulkan uang untuk tabungan di masa depan. Dalam hidup kita pasti menginginkan peningkatan, jadi mesti ada perhitungan ekonominya supaya keadaan ekonomi stabil, hidup juga sejahtera. Mengingat salah satu masalah utama dalam pernikahan adalah persoalan ekonomi, lebih baik dicari solusinya dulu sebelum masuk ke tahap itu. Aku tipe yang sangat takut gagal, jadi sampai benar-benar mantap dan siap segalanya, aku belum berani bermimpi menikah. Beruntung pasangan mengimbangi.”

-Vero, 27, PNS-

“Kalau jodohmu didatangkan hari ini juga, mau apa? Menolak takdir? Dulu maunya sampai punya rumah dan kendaraan pribadi baru menikah, tapi karena keburu dilamar dan akan menikah beberapa bulan ke depan, sekarang yang terpenting bisa mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari dulu. Seburuk apa pun keadaan ekonomi keluargaku, kalau dilewati berdua pasti lebih kuat dan lebih semangat memperbaiki hidup. Daripada ngoyo mengumpulkan uang, jodoh keburu lari. Kalau soal perayaan, semampunya sajalah, seperti yang kubilang jangan ngoyo atau memaksakan diri.”

-Paramitha, 28, surveyor-

 

3 dari 4 halaman

Next

 

 

“Aku merasakan sendiri perjuanganku dan pasangan waktu memutuskan menikah ketika kondisi finansial belum stabil tiga tahun lalu. Ya, kami harus mengontrak rumah, mencari nafkah dengan bermacam cara dari kerja kantoran sampai usaha sampingan. Kami juga menunda program memiliki momongan demi menyiapkan segalanya, terutama dana. Biaya periksa kandungan, melahirkan, kebutuhan sandang-pangan-papan, mainan, sampai soal pendidikan anak harus dipikirkan serius. Yang terpenting kami menghargai komitmen dan menjalankan perintah agama kami, jangan sampai masalah ekonomi jadi penghalang untuk menunaikan ibadah. Namun, jangan juga mengenyampingkan kesejahteraan keluarga, karena itu bagian dari tanggung jawab kita.”

-Norma, 33, auditor-

“Pada dasarnya manusia diberi kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan. Buktinya, yang secara finansial sangat kekurangan tetap  masih bisa hidup walau dalam keterbatasan. Jadi, nggak perlu takut dengan apa pun termasuk soal rezeki. Kuakui memutuskan menikah itu nggak mudah karena banyak yang dipertimbangkan.  Aku saja setahun lalu baru berani, di umur yang kata orang sudah terlambat. Sekarang baru sadar enaknya menanggung semua berdua, tahu begitu sejak dulu. Hehehe.”

-Ajeng, 32, ibu rumah tangga-

“Sebenarnya yang lebih penting adalah kesiapan kita sendiri, karena itu nggak bisa dibohongi. Kalau sudah siap berkomitmen, tanggung jawab seseorang menyejahterakan dan melindungi keluarganya otomatis juga akan muncul. Jadi, menikahlah ketika siap menikah, bukan menikah karena hartamu atau pasangan berlimpah. Kalau aku, karena belum terbayang untuk menikah dalam waktu dekat, ya masih menikmati masa pacaran sambil sedikit demi sedikit menabung.”

-Astrid, 25, visual artist-

4 dari 4 halaman

Next

 

Pernikahan dan pertimbangan ekonomi

Jadi, mana yang lebih realistis, mempertimbangkan keadaan ekonomi sebagai modal berumah tangga atau memutuskan menikah dan menopang kebutuhan ekonomi bersama-sama? Seperti mendapatkan pasangan itu sendiri, cara dan kesempatan tiap orang berbeda-beda. Kalau kata psikolog Lisnawati dari UMS, kematangan psikologis adalah dasarnya. “Kematangan psikologis menghasilkan kemandirian dalam membangun keluarga, tahu mau dibawa ke mana keluarga itu,” ungkapnya.

Saat ini memang ada kecenderungan perempuan mulai memikirkan hidup jangka panjang, bukan cuma kebutuhan sesaat mereka. Majalah Amerika Money yang pernah mengadakan penelitian soal hal ini mengungkapkan kecenderungan itu membuat perempuan lebih peduli terhadap kemapanan finansial mereka dan pasangan. Mapan, dalam arti memiliki pekerjaan dan kondisi keuangan yang stabil.

Pertimbangan ekonomi diperlukan demi keamanan rumah tangga perempuan sendiri, kalau kata E. Philip Rice dalam bukunya, Intimate Relationships, Marriages & Family. Itulah bukti kematangan pemikiran perempuan urban. Keputusan berumah tangga bukan lagi hanya atas pertimbangan cinta dan kecocokan, tapi juga soal masa depan. Sisi positifnya jelas, seperti yang diinginkan Vero, ada peningkatan dan hidup yang lebih baik. Namun, kita pun perlu mempertimbangkan soal perasaan. Semua serbafleksibel dalam hidup. Jangan sampai patokan kemapanan membuat hati kita tertutup rapat dan mengabaikan apa yang sebenarnya menjadi goal kita, yaitu menemukan pasangan hidup.