Latte Art: Daya Tarik Cantik dari Secangkir Kopi

Fimela Editor diperbarui 14 Jun 2013, 05:59 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Di mana lagi tempat yang tepat untuk membicarakan latte art jika bukan di coffee shop. Beruntung, di sela-sela kegiatannya yang padat, FIMELA.com bisa berbincang-bincang masalah latte art sambil menikmati seduhan kopi yang khusus dibuat oleh Adi. Bertempat di Pandava Coffee, Epicentrum, Kuningan, FIMELA.com berbicara panjang lebar soal kopi dan latte art bersama Adi dan pemilik coffee shop Pandava Coffee, Aston M. Utan.

Latte art, seni gambar di atas minuman kopi ini tidak bisa dipungkiri menjadi daya tarik sendiri bagi para konsumen. Gambar-gambar cantik yang disajikan barista kepada konsumen membuat membuat konsumen yang sebelumnya menghindari kopi, perlahan beralih mencoba kopi.

“Saya pribadi, sebelumnya tidak setuju dengan latte art karena saya adalah pencinta kopi yang sangat mementingkan kualitas rasa. Sampai akhirnya saya bertemu dengan seorang teman di Bandung yang menujukkan bahwa latte art menjadi magnet tersendiri agar orang mau mulai mencicipi kopi, barulah saya bisa menerima keberadaan latte art ini,” ujar Adi sambil bersiap-siap menyajikan segelas coffelatte untuk FIMELA.com.

What's On Fimela
3 dari 4 halaman

Next

 

Ada beberapa teknik yang biasa digunakan dalam latte art, namun yang paling sering digunakan adalah free pour, walaupun saat ini juga tengah populer latte art 3D. “Di sini, kami lebih sering menggunakan teknik free pour. Kenapa? Karena kami masih ingin tetap menjaga rasa dan kualitas kopi saat disajikan. Banyak faktor yang memengaruhi cita rasa kopi, salah satunya adalah temperatur. Perubahan temperatur akan memengaruhi rasa kopi. Maka dari itu, di sini kami lebih sering menggunakan teknik free pour agar temperatur kopi tidak mengalami perubahan sehingga rasa juga masih tetap sama,” Aston ikut berbicara.

Adi dan Aston berpendapat bahwa untuk bisa menikmati rasa yang optimal dari secangkir kopi maka kopi harus segera diminum begitu disajikan. “Sekarang latte art 3D tengah populer karena memang gambarnya lucu dan cantik. Tapi, latte art 3D juga tidak akan bisa bertahan lama karena busa susu yang digunakan hanya tahan beberapa detik. Selain itu, rasa kopi yang disajikan dengan latte art 3D pun cenderung berubah. Kenapa? Karena penyajian 3D membutuhkan waktu yang cukup lama dan ini mengakibatkan perubahan suhu pada kopi sehingga membuat rasa kopi berubah. Pada dasarnya kita harus memilih mana yang ingin kita dapatkan, kualitas rasa kopi atau penampilan cantiknya. Agak sulit rasanya untuk mendapatkan rasa berkualitas dan juga penampilan cantik dalam waktu bersamaan. Tapi, memang mayoritas pemburu latte art adalah perempuan yang hanya mementingkan cantiknya penampilan kopi,” Adi menambahkan.

4 dari 4 halaman

Next

 

Untuk membuktikan, Adi pun meminta FIMELA.com untuk mencicipi rasa kopi yang dibuat dengan teknik latte art 3D dan kemudian membandingkannya dengan secangkir kopi yang dibuat dengan teknik free pour. Kedua kopi yang disuguhkan kepada kami berasal dari bahan dan komposisi yang sama, yang membedakan hanyalah perlakuan terhadap kedua cangkir tersebut.

Kopi dengan latte art 3D, saat disajikan sudah cenderung dingin karena untuk menyajikan kopi dengan latte art 3D membutuhkan waktu yang agak lama. Sedangkan kopi dengan latte art free pour masih hangat karena saat penyajian tidak memerlukan waktu lama. Hasilnya? Rasa kopi benar-benar berbeda. Kopi yang disajikan dengan latte art 3D cenderung terasa plain, sedangkan kopi yang disajikan dengan teknik free pour lebih terasa jelas rasa kopinya. “Cara terbaik menikmati kopi adalah langsung meminumnya bagitu kopi disajikan, tanpa diaduk dan tanpa diberi tambahan lainnya. Dengan demikian, kita bisa benar-benar merasakan layer demi layer yang ada dalam secangkir kopi. Karena kopi yang dibuat dengan perlakuan tepat akan menghasilkan perpaduan rasa yang pas dan sempurna tanpa harus diberi tambahan,” Aston memberi saran.

“Berburu latte art ke coffee shop adalah langkah yang baik untuk mulai mengenal kopi dan membuat barista lebih kreatif. Tapi, ada baiknya dalam satu kesempatan bisa mencicipi kopi tanpa embel-embel art-nya. Latte art bukan sekadar gambar cantik di instagram. Ijinkan kopi berbicara secara rasa, bukan secara visual. Saat kopi sudah bicara secara rasa maka kopi akan menceritakan banyak hal tentang bagaimana kopi disangrai, kopi diseduh, hingga kopi bisa sampai ke konsumen. Karena buat saya kopi adalah sebuah perjalanan,” papar Adi menutup obrolan.