Next
Berdasarkan polling yang diadakan Today Moms, 46 persen dari 7000 ibu di Amerika Serikat mengaku sumber utama stres justru bukan soal anak atau peran mereka sebagai ibu, tapi justru peran sebagai seorang istri. Mereka mengungkapkan kalau suami lebih bisa membuat mereka stres dibandingkan anak. Alasannya, perbedaan cara mengasuh anak, minimnya bantuan mengurus pekerjaan rumah, dan masalah klasik, yaitu banyaknya perempuan merasa suami ibarat anak yang juga butuh diurus.
Marriage & family therapist asal Atlanta, Hal Runkel, juga membenarkan kalau masalah utama perempuan adalah pernikahan, bukan parenting. “Para perempuan berpikir tugas utamanya menjadi ibu, jadi mereka menganggap suami akan mendukung. Ketika pasangan tak memberikan dukungan seperti yang diharapkan, argumen mulai muncul,” jelas Runkel. Intinya, tiap hari perempuan terbeban dengan pekerjaan rumah, dan kenyataan kalau pasangan tak membantu menjadi faktor penyebab stres tertinggi.
“Logikanya memang siapa pun butuh dukungan untuk melewati fase berat dalam hidup. Kalau motivasinya hilang, ke mana kita akan bersandar? Itulah mengapa rasa saling percaya, kasih sayang, pengorbanan, dan pengertian yang membuat suami-istri bisa menjadi tim kompak menjalani rumah tangga itu sangat penting. Kalau pondasi kuat, perempuan akan merasa aman dan nyaman, jauh dari stres dan pikiran negatif lainnya,” papar Jennifer (30, make up artist). “Sejak dulu kita tahu permasalahan yang dihadapi perempuan dalam rumah tangga itu-itu saja, kalau sudah sensitif siapa saja bisa jadi pihak yang bertanggung jawab atas beban pikiran kita, yang makin dipikirkan makin membuat stres. Sebenarnya perempuan lebih butuh solusi daripada mencari kambing hitam, ya tidak?” tambah Nieke (27, pengusaha).
What's On Fimela
powered by
Next
Perempuan memang identik dengan peran gandanya, terutama bagi yang sudah berumah tangga. Mereka harus merangkap sebagai asisten rumah tangga, bendahara keluarga, sopir yang mengantar-jemput anak, mengurus suami, belum lagi urusan pekerjaan kantor yang tak ada habisnya. Perempuan juga kerap merasa bersalah ketika perannya tak berjalan lancar, dan ujungnya merasa gagal. Sementara itu, kesibukan membuat perempuan lupa memperhatikan diri sendiri, sehingga kejenuhan terakumulasi dengan sukses. Sialnya lagi, banyak yang cenderung tak bisa berbuat banyak, lalu merasa terjebak keadaan.
Melihat fenomena ini, praktisi kesehatan holistik Reza Gunawan mengungkapkan kalau latihan untuk mengelola stres lebih penting ketimbang memikirkan penyebab utamanya. Seperti yang dikatakan Nieke, perempuan butuh solusi atas masalah klasik ini. “Tahap pertama adalah belajar rileks. Ingat bahwa beban dan ketegangan diri tidak pernah menolong situasi apa pun,” jelas Reza.
Benarkah stres dalam diri paling besar karena pasangan? Faktanya, tidak menurut Reza. Stres bukan beban yang muncul akibat peristiwa tertentu, tapi justru karena ketidakmampuan kita sendiri menghadapi dan mengelola diri. “Jadi, stres adalah fenomena tidak adanya keterampilan mengelola tubuh, jiwa, dan pikiran kita. Ini tentunya menjadi sudut introspeksi karena seringkali dengan mudah kita menuding pihak tertentu atau peristiwa tertentu sebagai penyebab stres kita,” lanjutnya.
Terjawab sudah kan, tak cuma karena pasangan, juga bukan karena anak, beban pikiran kita berasal. Sekali lagi, semua soal bagaimana kita memanajemen tubuh, jiwa, dan pikiran kita sendiri dalam menghadapi realitas. Meminjam petuah Marilu Henner, being in control of your life and having realistic expectations about your day-to-day challenges are the keys to stress management, which is perhaps the most important ingredient to living a happy, healthy and rewarding life.