Next
Dan, jawaban bernuansa “indie” –seperti genre film ini -kami dapatkan ketika pertanyaan sederhana ditanyakan. Mereka tak ingin film ini dipuji –padahal sudah berkali-kali mendapat review positif dari kritikus film Internasional dan lokal. Serta, terdengar ogah-ogahan mengakui film ini istimewa –padahal sebenarnya masing-masing dari mereka tak bisa berbohong juga bahwa punya kesan khusus terlibat di film cinta ini. Kesimpulannya, film ini memang bukan tontonan cinta tak biasa. Dengan pernyataan tak biasa pula dari para pemainnya. Seperti yang terangkum di sini.
Kami nggak berharap film ini dipuji
Mouly: Saya jujur nggak takut film saya ini untuk dikritik orang. Mau diputar di Sundance Film Festival atau di negeri sendiri, saya berprinsip ketika karya yang saya kerjakan sudah selesai, itu bukan milik saya lagi. Saya nggak berharap semua orang menyukai karya saya. Di istilah saya, ketika penonton sudah meluangkang waktu mereka selama 106 menit menyaksikan film ini, itu sudah menjadi apresiasi untuk film ini, dan itu sudah cukup. Nah, setelah itu sudah di luar kuasa saya, karena hak mereka untuk suka atau tidak suka.
Nico: Ya, saya setuju dengan kata Mouly. Seni atau apapun bentuk karya yang sudah dipublikasikan ke umum, otomatis sudah bukan jadi milik pribadi lagi. Menurut saya pemikiran seperti itu yang seharusnya diberlakukan, agar ketika ada kritik bisa diterima sebagai saran yang membangun.
What's On Fimela
powered by
Next
Mouly: Tetap saja, saya sebagai sutradaranya masih bersemangat untuk tahu respon penonton lokal tentang film ini. Karena, di dalam film ini ada konteks kultural yang cuma bisa dipahami dan dirasakan oleh penonton lokal. Salah satu contohnya adalah potongan dialog yang diperankan Lupita ketika mengatakan kalau merah itu berani, putih itu suci, dimana itu filosofi tentang bendera Merah Putih. Hal kultural semacam itu mau diterjemahkan seperti apapun, nggak akan bisa mendapat perasaan yang sama ketika ditonton orang lokal dan orang asing.
Karina: Terlepas dari bagaimana komentar orang tentang film ini, saya sebagai pemainnya merasa kalau ini adalah pencapaian yang patut dirayakan. Dengan jalan cerita, kerja keras, dan nilai-nilai yang ada di film ini, bagi saya film ini sudah bagus tanpa harus banyak dipuji.
Ayu: Saya berpikirnya sederhana saja. Kalau orang-orang suka Alhamdulillah. Sudah begitu saja, supaya nggak terlalu pusing dengan macam-macam pikiran.
Next
Film ini istimewa karena…
Ayu: Kalau untuk saya pribadi, observasi untuk film ini membuka mata secara literal. Mereka yang terbatas secara panca indera, sebenarnya nggak ada bedanya dengan kita yang lengkap. Bahkan, mereka sebetulnya lebih kuat dan nggak perlu dikasihani.
Nico: Iya bener banget! Mereka nggak pantas diremehkan dan nggak butuh dikasihani. Bukan rasa kasihan apalagi ledekan yang mereka inginkan, melainkan dihargai dan dikasih kepercayaan untuk bisa mandiri.
Karina: Buatku, kesempatan main di film ini melebihi mimpi yang jadi kenyataan. Bisa berbagi peran dengan para senior seperti Jajang C. Noer, itu sudah luar biasa. Belum lagi awareness film ini yang jadi stepping stone yang bagus untuk berkarier lebih lanjut di dunia hiburan.
Lupita: Yang pasti sebagai orang baru saya senang banget bisa terlibat di film yang jadi omongan banyak orang. Jadi menambah teman juga karena setiap hari ada saja yang mention saya di Twitter.
Nico: Terlibat dalam film ini juga membuat saya iri dengan pemain-pemain baru yang terlibat. Jujur, saya iri banget dengan excitement khas anak baru yang mereka-mereka miliki, karena itu cuma bisa dirasakan sekali.
Ayu: Oh ya, satu lagi yang membuat film ini istimewa, yaitu karena masuk di festival film. Film-film lain yang saya bintangi biasanya hanya diputar dan nggak lama turun dari bisokop. Ironis, tapi itulah kenyataannya.