Seperti yang dikutip dari Reuters, warna merah mencolok tersebut dianggap mewakili citra perusahaan dan jika karyawan maskapai menggunakan warna tersebut akan merusak image baik perusahaan. Lipstik dan cat kuku berwarna merah itu juga bukanlah bagian dari seragam wajib mereka, sehingga tak seharusnya dipakai saat mereka dalam masa tugas. Larangan ini juga bertujuan untuk menyeragamkan penampilan para pramugarinya, sehingga tak ada orang-orang tertentu yang lebih mencolok daripada rekan pramugari lainnya. Pihak Turkish Airlines menyebut tujuan ini dengan “menjaga para karyawan senantiasa artless dan well-groomed dengan nuansa warna pastel.” Larangan terbaru Turkish Airlines ini jelas merugikan perempuan. Karena, bisa saja para pramugari airline tersebut kehilangan pekerjaan mereka bila mencoba memprotes keputusan tersebut.
Berbicara tentang larangan, Indonesia adalah negara yang juga banyak mengeluarkan larangan bagi perempuan. Seperti yang ramai dibicarakan pada tahun 2012 lalu saat rok mini dilarang digunakan oleh semua staf di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Berawal dari ingin memperbaiki citra lembaganya yang buruk di mata publik, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie, mengumumkan bahwa Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR akan memproses formulasi tata cara berpakaian bagi seluruh staf dan anggota DPR.
Sekata dengan Marzuki, Pramono Anung selaku Wakil Ketua DPR, juga ikut membenarkan bahwa penggodokan peraturan tata cara berpakaian bagi perempuan, salah satunya adalah mengenakan rok mini, sedang dalam proses hingga pada akhirnya nanti akan dilarang keras untuk mengenakan item pakaian yang dianggap mini di lingkungan kerja majelis.
Alasannya adalah untuk menjaga kenyamanan bagi laki-laki di sekitar lingkungan majelis karena menurutnya pakaian mini, yang bisa diinterpretasikan sebagai rok mini, berpotensi untuk menimbulkan pikiran nggak baik bagi laki-laki.
Serupa tapi tak sama, kasus lipstik merah dan rok mini berujung pada satu pertanyaan. Apakah perempuan memang perlu diatur dengan banyak peraturan dalam hal penampilan? Atau, inikah bentuk diskriminasi gender versi modern?