Lebih Bahagia Setelah Berpisah dari Si Dia

Fimela Editor diperbarui 20 Mar 2013, 11:59 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Meirin (34, pengusaha) berbagi kisah perpisahannya kepada FIMELA.com: “Aku dan mantan suamiku memutuskan berpisah setahun lalu, setelah menikah 11 tahun lamanya. Selama 3 tahun terakhir kami memang hidup bersama, tapi rasanya seperti tak saling mendampingi. Tinggal berbeda kota, aku di Bangka dan dia di Jakarta, membuat pertemuan kami tak intens. Aku rasa itu awal mulanya. Kedua, selama belasan tahun menikah kami tak kunjung dikaruniai anak.”

Lanjutnya, “Hubungan kami pun merenggang, sampai akhirnya sama-sama merasa tak ada lagi cinta di antara kami. Kebersamaan kami hanyalah karena status, tak lebih, dan terutama untuk menjaga perasaan keluarga. Kami tak punya masalah berarti. Tak saling mengisi adalah alasan terbesar perpisahan kami. Kalau diteruskan, kami merasa hubungan ini tak sehat, padahal dengan berpisah masing-masing punya kesempatan berkembang, dan suatu saat bisa bertemu orang baru yang bisa saling mengisi.”

Sejenak Meirin tak bisa berkata-kata, menahan haru, “Awalnya berat. Keputusan terberat dalam hidupku selama 34 tahun ini. Perceraian itu aib, tak hanya bagi kami tapi juga untuk seluruh keluarga besar. Namun, kami berusaha memberi pengertian kalau tak ada gunanya lagi semua dilanjutkan. Bisa jadi hubungan kami makin tak sehat dengan kehadiran orang ketiga akibat hubungan tanpa rasa yang kami lanjutkan. Kami jelas tak mau mengotori komitmen yang pernah dirajut bersama dengan pengkhianatan, walaupun kami sudah tak saling cinta.”

“Akhirnya, setelah orang-orang terdekat dengan berat hati menyetujui keputusan itu, kami resmi bercerai. Sampai sekarang aku memang belum menemukan penggantinya, tapi aku merasa lebih hidup dan bahagia menikmati kebebasanku. Aku hanya merasa bahwa aku tak akan menyakiti dia lagi, dia pun begitu. Kami masih saling menyayangi, dan akan terus begitu karena sejarah pernah menyatukan kami berdua,” tutup Meirin, akhirnya tersenyum.

3 dari 4 halaman

Next

Beralih dari Meirin, coba sekarang tilik Jessica Simpson dan Nick Lachey. Juga Brad Pitt dan Jennifer Aniston. Mantan suami-istri yang proses perceraiannya sempat mengundang simpati publik ini mungkin meninggalkan pengalaman pahit bagi mereka. Namun, dari jalan yang semula menyedihkan itulah terbuka pintu menuju kehdupan baru. Kini masing-masing sudah menemukan orang yang lebih tepat. Jessica punya Maxwell Drew dan sedang bersiap menyambut kelahiran anak keduanya. Nick punya Vanessa Minnillo dan satu anak lelaki. Brad punya Jolie dan 6 anak. Sementara Jennifer tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Justin Theroux. Mereka hanya sedikit dari sekian banyak pasangan berpisah yang menemukan dunia baru yang luar biasa. Banyak yang justru lebih tenang dan nyaman setelah berpisah dari pasangannya. Padahal, secara logika mereka kembali hidup sendiri.

Ada lagi yang mengatakan terikat status seperti berada dalam penjara, yang di luar susah masuk dan yang di dalamnya sulit keluar. Itu yang kemudian membuat seseorang memilih tak terikat maupun mengikat. Apa itu artinya hubungan cinta tak melahirkan kebahagiaan yang tiap orang harapkan? “Tentu tidak. Ada tipe orang yang sangat menghargai hubungan dan begitu nyaman berada dalam status yang mengikat. Namun, ada yang memang tak bisa berkomitmen dan lebih bahagia sendiri,” sanggah Wungu (31, assistant director of communications).

4 dari 4 halaman

Next

Hancurnya sebuah hubungan bisa karena berbagai sebab. Satu pihak saja maupun keduanya bisa berkontribusi penuh terhadap adanya perpisahan tersebut. Terapis seks Ian Kerner pernah menyinggung soal hubungan pernikahan yang retak akibat tak ada lagi kontak fisik, misalnya. Dalam bukunya, She Comes First: the Thinking Man's Guide to Pleasuring a Woman, Ian menjelaskan bahwa sangat mungkin kurangnya kontak fisik bisa berdampak pada kondisi hubungan yang sensitif dengan pertengkaran dan kecurigaan karena lunturnya kedekatan emosional antara pasangan. Ini yang dialami Meirin, hingga kemudian dia dan pasangan berani mengambil keputusan berpisah.

Psikolog Anna Surti Ariani dari Klinik Terpadu UI pun angkat bicara. “Perpisahan memberi dampak psikologis yang besar bukan hanya kepada kita, tapi juga anak (jika ada),” kata Anna. Tak cuma kita yang trauma kepada kegagalan, anak pun biasanya menjadi sulit percaya kepada orang lain. “Contoh paling sederhana adalah takut menikah atau justru sebaliknya, terobsesi untuk menaklukkan laki-laki,” jelasnya. Semua mengandung risiko. Itulah mengapa tak semua perempuan seberani Meirin. Tak sanggup menanggu risiko jangka panjangnya. Akhirnya, masih saja ada yang menyimpan tiap masalah dan pilih bertahan daripada mengejar kebahagiaan. “Keputusan untuk berpisah lebih sulit daripada memutuskan hidup bersama seseorang. Prosesnya pun rumit, belum lagi dampak psikologisnya. Demi keutuhan rumah tangga, anak, dan nama baik keluarga, aku memutuskan menomorduakan kebahagiaan diri sendiri,” ungkap Kartini (28, junior consultant).

Membuka wacana ini, bukan berarti kami menyarankanmu untuk dengan mudah memutuskan berpisah dari yang pernah dicinta. Bahwa ada pelajaran berharga yang bisa diambil dari sana: kebahagiaan layak diperjuangkan. Apa pun keputusanmu kemudian, bertahan atau tidak dalam sebuah hubungan, layak atau tidak hubungan cintamu dipertahankan, pilihlah bukan atas pertimbangan lain di luar kebahagiaan. Love means making the other happy, not crazy.