Next
Saat kami sampai di rumahnya, pandangan kami sempat terhenti sesaat dengan “sambutan” baby walker dan beberapa mainan Amidala. Sebuah tindakan yang berani menurut kami sebenarnya, karena tak semua orang tua bisa dengan legowo melihat barang peninggalan anak tercinta mereka mudah terlihat dan terus mengingatkan. Dengan suara tercekat dan menahan air mata jatuh ke pipi, Fajar lalu bercerita bukan untuk menangisi kepergian puterinya, namun justru ungkapan kebahagiaannya karena sang puteri menjadi jaminan surga di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Ketika kenyataan pahit itu datang…
Dari Dala lahir hingga ia menginjak usia 6 bulan, tak ada masalah kesehatan apapun. Bilirubinnya memang sempat tinggi, tapi secara keseluruhan kesehatan Dala baik. Hingga di umurnya yang keenam bulan, tepat di hari dia akan diimunisasi, ditemukan biru lebam berukuran besar di tubuhnya. Kami pikir itu bekas gigitan nyamuk, karena Dala memang sedari lahir cenderung berbekas bila digigit nyamuk. Sempat terbersit perasaan tak enak di hati, tapi baik saya maupun istri mencoba menampik karena berkeyakinan kalau prasangka buruk pantang diucapkan. Bercak biru lebam itu lalu kami beritahukan kepada dokter sesaat Dala akan divaksin, dan si dokter langsung menyuruh kami untuk melakukan cek darah. Dari situ, perasaan kami makin tak enak dan was-was.
Tepat tanggal 24 Januari 2011, hasil periksa darah mengungkapkan kenyataan sangat mengejutkan, yaitu Dala mengidap Accute Lymphoblastic Leukimia atau kanker darah putih yang membuat jumlah sel darah putih menjadi abnormal. Normalnya, sel darah putih manusia berjumlah 5.000-10.000, namun sel darah putih Dala saat itu sudah sebanyak 470.000. Sebenarnya, dengan kondisi sel darah putih seperti itu, pada anak-anak lain biasanya sudah tak sadarkan diri, sementara Dala saat itu masih terlihat baik-baik saja.
Setelah mengetahui itu, kami tak membuang waktu untuk meraung dan meratap. Kami langsung mencari second opinion dengan bertanya ke dokter berbeda selain dokter anak Dala, lalu menjalani tiga macam cek darah, hingga mengirimkan hasil darah tersebut ke sebuah rumah sakit di Singapura. Semua itu tetap menunjukkan hasil yang sama bahwa Dala positif menderita kanker darah. Kami pun langsung membulatkan keputusan akan mengobati Dala dengan cara apa dan dimana, dan ditentukan bahwa ia tetap dirawat di Jakarta berdasarkan berbagai pertimbangan. Satu opsi yang kami tak ambil yaitu cara pengobatan alternatif karena kami tak mau mengambil risiko dengan cara penyembuhan yang belum terbukti benar hasilnya.
Penyakit ini sebenarnya bisa disembuhkan, dilihat dengan bukti banyaknya survivor yang bertahan. Hanya saja, Dala terkena penyakit ini saat ia berusia di bawah dua tahun, sehingga semua sistem kekebalan tubuhnya belum terbentuk sempurna dan belum cukup kuat untuk melawan balik penyakit berat semacam ini. Dengan kata lain, bagi bayi seperti Dala yang terkena leukemia seperti itu, kemungkinan kecil untuk bisa sembuh.
What's On Fimela
powered by
Next
Saat kami berjuang untuk sembuh…
Proses penyembuhan medis yang kami jalani antara lain adalah kemoterapi sesuai standar internasional yang direncanakan harus dijalani Dala selama dua tahun, namun ternyata hanya bisa ia lewati selama satu tahun. Masa-masa terberat kemoterapi berlangsung pada 6 bulan pertama, dimana untuk anak sekecil Dala, akan jauh lebih berat untuk dijalani. Usaha kami untuk proses penyembuhan Dala juga sampai ke level berpindah rumah, yang dipicu dari terjangkitnya Dala Demam Berdarah pada akhir 2012. Dicurigai, ia terkena penyakit tersebut karena faktor lingkungan tempat tinggal kami dulu yang kurang baik.
Selama masa-masa itu, kami sangat salut dengan puteri kecil kami. Sesuai dengan namanya yang terinspirasi dari tokoh pejuang di Star Wars, Dala selama sakit tak pernah menunjukkan tanda-tanda klinis layaknya penderita leukemia yang lain. Ia tetap bisa tertawa dan kuat secara fisik. Bahkan, di tahap paling kritisnya di bulan Juni 2011, dimana saat itu Dala terkena infeksi sistemik berat dan diprediksikan tak akan bisa kuat bertahan, ia masih bisa bertahan dan membuat dokternya terkagum-kagum. Infeksi itu sendiri berawal dari bisul dan sariawan, yang kemudian bakteri tersebut masuk ke darah dan menjadi infeksi satu badan hingga membuat Dala tak bisa membuka mata dan terkulai lemas di tempat tidur selama dua bulan. Nyatanya, Dala berhasil melewati masa kritis itu. Padahal, untuk penderita Leukimia dewasa saja, hanya 20 persen yang berhasil bertahan dengan keadaan berat seperti itu.
Menjalani satu setengah tahun masa pengobatan, kami sekeluarga sejujurnya sudah menyiapkan hati untuk segala kemungkinan. Kami begitu sering melihat kematian terjadi di depan mata kami. Pasien dari dokter yang menangani Dala, satu per satu meninggal, sehingga membuat kami merasa kalau Dala hanya menunggu nomor antrian untuk dipanggil Yang Maha Kuasa. Sempat ada harapan menjanjikan saat saya membawa hasil cek darah Dala ke sebuah rumah sakit di Singapura pada awal Januari 2012. Dokter tersebut optimis bahwa Dala kemungkinan besar bisa sembuh dengan melihat rekam medisnya selama ini yang bagus. Namun, Tuhan berkata lain.
Di sisi lain, saya dan istri yang notabene adalah sepasang suami istri yang bekerja, saat di masa perjuangan untuk menyembuhkan Dala, mencoba meyakinkan diri sendiri dan orang lain kalau pekerjaan dan pengobatan bisa kami lakukan secara bersamaan. Nyatanya, tidak seperti itu. Mau tak mau dan harus dan tak harus, 80 persen pikiran kami tercurah pada Dala, sementara hal lain kami kerjakan seadanya dan merosot prioritasnya.
Datang ujian lain selain pengobatan yang berat yaitu berulangnya Demam Berdarah yang membuat Dala harus kembali dirawat di rumah sakit. Demam Berdarah kedua ini tak jauh berbeda dengan yang pertama, dimana tak mengubah pembawaan Dala yang aktif dan ceria. Hanya saja, proses penyembuhannya jauh lebih berat karena ia juga terserang diare dan membuat tubuhnya lebih lemah. Belum lagi, itu makin diperkuat dengan tanda-tanda bahwa Dala akan “pergi”. Seperti, semalam sebelum ia meninggal dunia, ia selalu melihat ke atas sambil menunjuk, seolah-olah ada sesuatu di langit-langit sana. Kami memang tak bisa melihat, namun Dala sebenarnya sudah dijemput oleh malaikat untuk menemui pencipta-Nya. Hingga, pada 31 Januari 2013 lalu, Dala resmi menghembuskan napas terakhirnya di MRCCC Siloam Hospitals di usia 18 bulan dan dimakamkan di San Diego Hills, Karawang.
Next
Setelah kepergiannya…
Yang paling nggak mudah dan pasti semua orang tua tak inginkan adalah mengubur anak sendiri. Pernyataan itu saya dengar dari ayah waktu adik saya meninggal. Ketika ia mengucapkan itu, saya jadi berpikir bagaimana saya melewatinya bila hal itu terjadi pada saya. Dan ketika saya ternyata harus menghadapi itu, sungguh tak mudah, walaupun saya sudah melihat “referensinya” dari ayah.
Keputusan kami untuk mengubur Dala di Pemakaman San Diego Hills secara tak sadar ternyata sudah kami persiapkan dari jauh-jauh hari. Sebelum semua ini terjadi, kami yang berasal dari keluarga besar, menyiapkan kavling tertentu di pemakaman tersebut dengan maksud agar cucu dan cicit kami nanti tak perlu repot dan bisa merasa nyaman jika harus mengunjungi dan mendoakan kami di peristirahatan terakhir. Di sini pula saya melihat bahwa kematian bukan sesuatu yang menyedihkan atau menyeramkan, tapi justru damai dan indah, karena setiap makam yang ada dirawat serta dibersihkan dengan baik. Makanya, sungguh disayangkan ketika saya mendengar beberapa orang berkata kalau pemilihan makam Dala didasarkan atas alasan kemewahan.
Merenungi semua perjalanan ini dengan akal sehat, kami beranggapan bahwa kepergian Dala memang keputusan paling baik, karena dia tak lagi menderita. Kami juga patut bahagia karena berarti Dala sangat disayang oleh Tuhan sehingga ia dipanggil begitu cepat agar tak berbuat dosa dan menjadi ahli surga. Rasa sedih yang kami rasakan bukan untuk mengharapkan Dala hidup, namun lebih karena kami sangat merindukan sosoknya. Kami sempat memilikinya di dunia ini, lalu dia diambil lagi oleh pencipta, jadi rasanya wajar kalau kami merasa kehilangan untuk sementara waktu.
Bila ditanya apa yang paling berat dari semua ini, sebenarnya bukan perkara kematian atau kehidupan, tapi ikhlas. Menjadi sebenar-benarnya ikhlas, bukan secara ucapan tapi benar-benar dari dalam hati itu sangat susah. Kami sudah berjuang sekuat tenaga dan semaksimal mungkin sebatas kemampuan kami sebagai manusia dengan menggantungkan sebuah harapan, tapi lalu Tuhan menentukan lain dan itu harus bisa diterima dengan lapang dada tanpa harus disesali, diratapi, atau bersedih. Memang ada doa, harapan, dan prediksi positif selama kami berjuang menyembuhkan Dala. Namun, hati kecil kami sebagai orang tua mengatakan kalau puteri kami sudah tak kuat lagi menjalani proses pengobatan yang begitu berat. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa manusia memang harus selalu berjuang dan berdoa untuk segala ujian dari Tuhan, tapi harus tetap ikhlas dengan segala keputusan akhir-Nya. Sampai sekarang pun, saya masih belajar untuk ikhlas dalam arti sebenarnya.
Sementara, kenangan dan pelajaran yang ditinggalkan Dala adalah bagaimana bisa tetap tersenyum di keadaan yang paling sakit dan buruk sekali pun. Itu sebabnya, kami menjadikan sosok puteri kami tersebut sebagai inspirasi untuk berbuat lebih baik lagi di dunia ini. Kami merasa bahwa tugas saya dan istri sekarang adalah berbuat baik di sisa usia kami supaya bisa bertemu lagi dengan Dala di tempat ia berada. Itu juga yang menjadi alasan kami bila dikasih keturunan lagi untuk tak menganggapnya sebagai pengganti Dala. Ia tak akan tergantikan walaupun sudah berbeda dunia dengan kami. Bila nanti kami punya anak kembali, Dala tetap menjadi kakak yang akan selalu kami ingat.
Ya, hidup kami memang terus berjalan walaupun tanpa Dala. Setelah hari ketujuh ia pergi, kami pergi liburan untuk mencerahkan pikiran dan melihat dunia luar, setelah itu istri saya melaksanakan umrohnya sesuai rencana. Barang-barang Dala pun kebanyakan kami sedekahkan dan berikan ke saudara yang membutuhkan. Bukan bermaksud untuk menyingkirkan apalagi lari dari kenyataan, namun kami yakin itu pasti akan lebih berguna bila diberikan kepada yang membutuhkan ketimbang hanya disimpan. Kami cukup menyimpan beberapa helai pakaian dan boneka favoritnya sebagai pengingat kenangan, karena buat kami, Dala adalah kenangan manis.