Pilih Kontrasepsi yang Cocok, Bagai Memilih Pasangan!

Fimela Editor diperbarui 07 Mar 2013, 11:00 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Merencanakan kehamilan adalah sebuah strategi, dan sebagai bagian dari strategi itu sendiri, memilih kontrasepsi sangat krusial karena merupakan bagian dari perencanaan. Saya, yang sudah melahirkan satu kali dan belum terpikir untuk menambah anggota keluarga lagi, menganggap bahwa kontrasepsi adalah persenjataan penting saya untuk mengatur kehidupan. Bagi saya, kehamilan bukanlah keadaan yang terjadi begitu saja.  Maksudnya, hubungan seksual itu sendiri dilakukan dalam keadaan sadar dan bertanggung jawab, sehingga bila saya tahu apa yang saya inginkan, maka saya pun harus tahu konsekuensi dan kewajiban untuk itu. Yaitu, jangan hamil dulu bila belum siap, maka pakailah kontrasepsi.

Seperti yang diketahui, kontrasepsi sangat bervariasi. Kondom, pil, suntik, implan, dan spiral, bisa didapatkan dan dipasang dengan mudah di pusat kesehatan mana pun. Pasalnya, memilihnya tak sesederhana itu. Tuti, 36 tahun, karyawati bank, mengatakan kalau selama 10 tahun pernikahannya, biasa meminum pil sebelum berhubungan seksual. Alasannya, karena si suami tak ingin kenikmatan seksualnya berkurang dengan kehadiran kondom. Ya, lateks tipis nan fleksibel itu dianggap penggangu dan pengurang kenikmatannya berhubungan intim dengan istrinya. “Malah, ia mengatakan saya sungguh tega kalau memintanya menggunakan kondom, karena itu sama saja seperti mengebiri kesenangan seksualnya. Padahal menurut saya, kenapa nggak dicoba dulu?,” ujar Tuti. Maka,sebelum akhirnya tetap di cara pil anti kehamilan,  ia sempat mencoba suntik, namun membuat siklus mensnya tak karuan. Akhirnya, ia kembali ke pil karena tak menimbulkan efek apa-apa. “Asal, jangan lupa untuk meminumnya rutin, apalagi sebelum berhubungan seksual,” katanya.

Berbeda dengan Via, 32 tahun, ibu rumah tangga. Ia sudah menggunakan spiral selama tiga tahun belakangan ini. Pilihan itu ditunjuknya berdasarkan hasil perundingan dengan suami dan pertimbangan pribadinya. “Frekuensi berhubungan seksual saya dan suami sangat sering, bisa 4-5 kali seminggu. Dulu awalnya kami menggunakan kondom, tapi lama-lama itu jadi merepotkan, karena kami harus batal bercinta atau was-was bila kehabisan stok kondom di rumah. Setelah berunding, saya coba pakai spiral, ternyata enak dan nyaman. Tak ada efek negatif pada tubuh saya sebagai pemakai, serta tak ada perubahan sensasi untuk aktivitas seksual kami. The sex is still good and I’m happy with it,” ceritanya lepas.

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

Dua cerita di atas sama-sama berbicara tentang kontrasepsi, namun berbeda bagaikan bumi dan langit. Di kasus pertama, kontrasepsi dipilih secara sepihak, bisa dibilang begitu, karena ada satu pihak yang keberatan dan akhirnya menjadi landasan untuk memilih kontrasepsi. Sementara di kasus kedua, spiral terpilih menggantikan kondom berdasarkan hasil perundingan kedua pihak, yaitu untuk kesenangan pemilik vagina dan penis. Dua contoh kejadian berbeda itu, menjadi bukti kecil kalau perempuan belum sepenuhnya merdeka memilih kontrasepsi yang notabene adalah untuk menjaga rahim mereka dari kehamilan tak terduga.

Bergeser sebentar ke sisi media, dr. Karno Suprapto Sp. OG dari Rumah Sakit Bersalin Asih mengatakan kalau kontrasepsi memang masalah pilihan berdasarkan kecocokan. Itu sebabnya, pilihan begitu banyak untuk bisa dipilih.

“Pemilihan kontrasepsi didasarkan atas dua hal, yaitu baik dan aman. Baik dalam arti efek sampingnya untuk kesehatan sedikit , sementara aman berarti kecilnya kemungkinan terjadi kehamilan selama menggunakan kontrasepsi tersebut. Yang paling baik dari segi medis adalah kondom, pil, suntik, dan implan. Sementara, untuk IUD atau spiral, saya tak terlalu menyarankan karena kurang aman dan baik. Spiral memasukkan benda asing ke lapisan dalam rahim dan untuk beberapa orang menimbulkan reaksi radang pada rahim. Namun, bukan berarti ini pilihan ini tak patut dipilih, karena resepsi tubuh orang akan berbeda-beda terhadap suatu hal, sehingga bila ada perempuan yang nyaman dan lebih memilih pakai spiral, silakan saja,” jelasnya.

Nah, pilihan sudah ada. Pertanyaannya, bagaimana dengan hak perempuan untuk memilih kontrasepsi? Bila kamu punya uneg-uneg tentang hal ini, kolom komentar kami sangat terbuka untuk semua pendapatmu, Fimelova!