Lelaki Tetapkan Kriteria Istri Ideal, Ini Tanggapan Perempuan

Fimela Editor diperbarui 05 Mar 2013, 08:00 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Bicara soal kriteria pasangan ideal, tentu setiap pribadi bisa mengajukan persyaratan tersendiri. Namun, jika berbicara secara garis besar, baik laki-laki maupun perempuan pasti akan bersuara sama terhadap satu isu yang umum. Beberapa waktu lalu, FIMELA.com mengeluarkan artikel tentang kriteria istri ideal dilihat dari sudut pandang laki-laki. Lantas, bagaimana dengan para perempuan yang menjalaninya? Apakah mereka setuju dengan kriteria istri ideal yang dilontarkan oleh kaum lelaki?

Saat menikah, keluarga jadi prioritas utama

Menurut saya, istri ideal bukanlah istri yang hanya selalu mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tetapi, istri ideal adalah istri yang tidak meninggalkan kodratnya sebagai seorang istri maupun ibu, namun di satu sisi dia juga bisa menjalankan aktivitasnya sebagai seorang perempuan di luar rumah tentunya dengan batasan-batasan yang telah di diskusikan dengan suaminya. Jika penghasilan sang suami tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga, saya pikir tidak bijak kalau si suami tetap melarang istrinya untuk membantu dengan bekerja. Dalam hal ini, terkadang harus mengesampingkan urusan rumah tangga atau anak dan menyerahkannya kepada asisten rumah tangga. Tentu semua harus bisa berimbang karena suami dan istri sejatinya adalah untuk saling melengkapi,” ujar Anin, 26, seorang istri yang juga pekerja di bidang arsitektur.

3 dari 4 halaman

Next

 

Bebas berkarya dan aktualisasi diri, asal tetap menghargai suami

Rupanya apa yang disampaikan Anin juga disetujui oleh Kristina, 27, istri yang sekaligus perempuan karir. “Ketika saya memutuskan untuk menikah, bukan berarti saya akan berhenti berkarya di luar. Dan sebagai seorang suami yang bijak, tentu laki-laki pun harus bisa memahami kebutuhan perempuan tersebut. Selain itu, selama si istri tidak menelantarkan anak-anak mereka, saya rasa tidak ada alasan untuk melarang istri bekerja di luar,” Kristina angkat bicara.

Baby sitter bukan pengganti ‘Ibu’. Asisten rumah tangga boleh, asal…

Berbeda dengan pendapat Kristina dan Anin, Mira yang akan menikah pada bulan April mendatang rupanya lebih menerima konsekuensi yang harus ia hadapi ketika menjadi istri kelak. “Saya setuju jika dikatakan istri ideal adalah mereka yang menomorsatukan keluarga karena memang sudah menjadi kodrat perempuan untuk mengurus kehidupan rumah tangga terlebih ketika sudah memiliki anak. Karena memang secara alami perempuan dilahirkan dengan naluri sebagai ibu untuk anak-anak mereka nantinya. Baby sitter boleh saja ada untuk membantu, tapi ibu tetaplah yang memegang peranan penting dalam membentuk jati diri sang anak. Namun, bukan berarti juga dengan menikah dan punya anak, lantas kita harus berhenti berkarya. Saya yang bekerja di dunia kreatif pasti akan pusing nantinya jika suami tidak mengijinkan saya untuk kembali berkarya. Tapi, lagi-lagi kan yang namanya berkarya tidak harus selalu di luar rumah. Di dalam rumah pun kita tetap bisa menyalurkan ide-ide kreatif yang kita miliki. Intinya dalam kehidupan rumah tangga, suami yang berperan untuk mencari nafkah, namun tetap saja istri yang menjalankan fungsi harian di rumah. Antara suami dan istri diperlukan kerja sama yang kompak pastinya untuk bisa menjalankan kendaraan yang kita sebut ‘rumah tangga’ dengan baik,” ujar Mira.

4 dari 4 halaman

Next

 

Liche Seniati Chairy, Dosen Psikologi Universitas Indonesia, dalam tulisannya yang berjudul Psikologi Perkawainan mengatakan bahwa pasangan yang mantap untuk membina rumah tangga dan memasuki kehidupan perkawinan adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya masing-masing, memiliki kesamaan minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling percaya, saling menghormati, dan saling memahami. Hal ini tidak berarti pasangan memerlukan waktu pacaran yang lama untuk saling mengenal dan memahami. Yang terpenting adalah bagaimana calon pasangan mampu untuk selalu berusaha saling mengenal dan mendalami pasangan masing-masing, tanpa harus memaksakan kehendak pribadi kepada pasangannya, dan dapat menerima pasangan kita apa adanya.

Saling pengertian dan memahami merupakan inti dari keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Suami dan istri tentu tidak bisa egois memaksakan kehendak semata-mata agar ia mendapatkan sosok pasangan hidup yang sesuai dengan kriteria yang ia dambakan. Komunikasi merupakan jalan utama bagi pasangan untuk bisa menyelaraskan perbedaan pendapat yang terjadi pada suami istri.

“Ketika pasangan memasuki kehidupan perkawinan, tidak berarti proses mengenal dan memahami berhenti. Kadang, masa awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri yang menyulitkan bagi pasangan suami-istri baru karena seringkali banyak terjadi hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya,” Liche Seniati Chairy, Psikologi Perkawinan.

Sesuatu yang ideal biasanya jarang terjadi di dunia nyata. Ketika para lelaki memberikan kriteria untuk seorang istri ideal, sudah siapkah juga mereka untuk menerima kriteria yang diajukan oleh para perempuan tentang sosok suami ideal.