Pemenang Oscar Sumbang Hidung Palsu untuk Perempuan Indonesia

Fimela Editor diperbarui 04 Mar 2013, 07:59 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Sampai sekarang memang belum ada kejelasan mengenai kronologi peristiwa yang Yustince alami, yang jelas selama ini Yustince menyimpan luka fisik dan psikis sendirian setelah hidungnya dipotong sang suami. Tanpa akses untuk berobat, hampir tiap malam Yustince merasakan sakit dan hanya bisa membalut wajahnya dengan perban hingga meninggalkan bekas di pipi.

Fimelova pernah mendengar kisah Aesha Mohammadzai, perempuan Afghanistan yang telinga dan hidungnya dipotong sang suami—seorang pejuang Taliban? Kasus ini sempat mencuat ke publik, bahkan Aesha muncul di halaman depan majalah Time edisi Agustus 2010 lengkap dengan detail kisahnya yang menyedihkan. Aesha kini bisa kembali tersenyum, hidung baru mengembalikan rasa percaya dirinya.

Begitu pula dengan Yustince yang puas dengan hidung palsu di wajahnya, yang membuatnya kembali terlihat “utuh”. Mereka rupanya mendapat penanganan dari yayasan yang sama, Grossman Burn Foundation. Yayasan yang berpusat di California ini merupakan yayasan non-profit di bidang kesehatan.

Sama seperti luka yang selama ini Yustince tutupi, kasusnya pun tak “terendus”. Kasus KDRT Yustince belum pernah diberitakan media nasional, apalagi mendapat perhatian dari pemerintah. Namun, dr. Rebecca Grossman, ketua Grossman Burn Foundation, berhasil melacak keberadaan Yustince melalui internet. Dia kemudian menghubungi Alec Gillis, seorang seniman yang tahun 2011 silam menyabet Oscar untuk kategori Special Effects di film Death Becomes Her. Hasil karyanya di 2 film lain, Hollow Man dan Starship Troopers, pun pernah menjadi nominator ajang bergengsi itu. “I went to him and asked, ‘Do you think you could do this?’ He said, ‘No problem.’ We're so grateful that he jumped right in there and what he's provided us with, it's going to change her life,” kenang Rebecca.

3 dari 4 halaman

Next

Tepatnya 21 Februari lalu, dr. Rebecca bersama tim Grossman Burn Foundation datang ke Indonesia membawa beberapa hidung imitasi buatan Gillis untuk dipasang ke wajah Yustince, juga mengajarinya memasang dan melepaskan sendiri hidung palsunya itu. Menarik memang, Gillis yang dikenal ahlinya “menghidupkan” karakter dalam buku dan kartun, menciptakan efek make up karakter menyeramkan untuk puluhan judul film Hollywood—mulai dari Jumanji sampai Alien vs Predator dan Cast Away—kini justru secara nyata mempercantik seorang perempuan. “We're normally the ones scarring people with our scary monsters, so it's nice to be able to heal a scar,” ucap Gillis haru. Hal ini pun diakui Gillis sebagai sebuah kebanggaan tersendiri karena keahliannya bisa bermanfaat untuk hidup orang lain. Membuat hidung imitasi sangatlah mudah untuk seorang Gillis, tapi istimewanya hidung itu bukan hidung imitasi biasa. Hidung itu mengubah hidup seorang perempuan yang bahkan tak pernah Gillis temui sebelumnya.

Proses pembuatan hidung pun hanya berdasarkan beberapa foto yang Gillis miliki. Dari sana, Gillis membuat beberapa bentuk hidung dengan warna berbeda agar bisa dicocokkan dengan warna kulit asli Yustince. Material hidung imitasi itu juga dibuat beragam, beberapa bisa langsung menempel di wajah, yang lain lagi ditempelkan dengan bantuan kacamata bermagnet. “It enables her to wear this without any glue, no skin abrasion or irritation, she can walk around and feel normal again,” tutup Gillis.

4 dari 4 halaman

Next

Walaupun cukup puas dengan yang ada sekarang, hidung Yustince masih harus disempurnakan, karenanya dr. Peter Grossman, dokter bedah sekaligus suami dr. Rebecca, melakukan telemedicine—telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan medis jarak-jauh—dari Los Angeles agar suatu saat nanti Yustince bisa memiliki hidung yang lebih natural. Secepatnya, hidung yang jauh lebih sempurna akan dikirimkan kepada Yustince. Dengan begitu, fisiknya kembali utuh.

Hari itu, hari di mana dirinya menerima hidung baru menjadi hari yang tak pernah Yustince lupakan. Akhirnya dia menemukan kembali harapan. Pahitnya hidup, perlakuan buruk sang suami, digantikan dengan kebahagiaan memiliki apa yang sempat direnggut darinya, hidung baru. Namun, hidupnya pasti akan jauh lebih sempurna kalau saja kekerasan itu tak pernah terjadi padanya, kan? Seharusnya kita bisa membuka mata dan telinga terhadap kekerasan dalam bentuk apa pun terutama kepada perempuan, menutup kesempatan para (calon) pelaku tindak kekerasan, meminimalisasi adanya Yustince-Yustince yang lain. Mulai lebih peduli kepada bangsa sendiri sebelum bangsa lain bergerak sementara kita pilih diam. Pelajaran juga bagi kita sebagai perempuan untuk tak tinggal diam ketika mengalami kekerasan sekecil apa pun.