Next
Beberapa waktu lalu, Kick Andy Show menampilkan 3 sosok perempuan hebat. Pertama, Masnu’ah. Istri nelayan ini menggagas koperasi Kelompok Puspita Bahari untuk meningkatkan taraf hidup sesama istri nelayan di Desa Morodemak, Jawa Tengah, yang penghasilan suaminya tak menentu. Di koperasi inilah mereka belajar mengolah hasil laut agar memiliki nilai ekonomi lebih, seperti membuat ikan asin dan kerupuk. Masnu’ah hanyalah lulusan SD, tapi dia pun cukup paham mengenai hukum dan terkenal paling giat mendampingi korban KDRT untuk menuntut keadilan.
Elena Khusnul Rahmawati melakukan hal berbeda. Bermula dari keresahannya melihat krisis air di daerah kaki Gunung Rinjani, dia tergerak mengerahkan seluruh warga Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Lombok, NTB, membelah bukit dan memasang pipa sepanjang 25 kilometer. Tak sia-sia, kini warga tak lagi kesulitan air.
Els De La Croix adalah yang terakhir. Perempuan keturunan Belanda ini menjadi pekerja sosial yang “menampung” ratusan anak kurang beruntung di panti asuhan Tunas Rajawali di Semarang. Els juga menyekolahkan mereka sampai jenjang universitas agar bisa mandiri secara finansial. Ironisnya, Els sampai rela meninggalkan kehidupan nyaman di Belanda demi kesejahteraan orang lain.
Next
Perempuan, dengan cinta, terbukti bisa mengubah hidup banyak orang, termasuk dalam kemajuan bangsa, itulah yang juga diungkapkan Nenny Soemawinata—Managing Director Putera Sampoerna Foundation (PSF)—yang fokus terhadap pemberdayaan perempuan. “Yang menentukan bangsa ini akan seperti apa ke depan tak lain adalah perempuan. Kita memiliki pengaruh begitu besar terhadap masa depan generasi penerus bangsa,” jelasnya saat kami temui belum lama ini. Karenanya, dengan tanggung jawab sebesar itu, tak ada waktu lagi untuk merasa diri kecil dan lemah.
Masnu’ah, Elena, dan Els bisa, kita pun pasti mampu. “Perempuan dengan power of love bisa melakukan banyak hal luar biasa yang membawa kemajuan bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya,” tambah Psikolog Sani B. Hermawan, Direktur Lembaga Daya Insani. Kekuatan cinta, baginya merupakan wujud tanggung jawab sosial yang mencerminkan kepribadian leluhur.
Tak perlu fisik yang kuat atau otak kelewat jenius untuk menjadi berguna, atau bisa berarti bagi orang lain. Berhenti bersikap seolah tak mampu melakukan segala sesuatu, karena toh sebenarnya semua bisa dilakukan dengan keyakinan dari dalam diri sendiri. Apalagi, sebagai perempuan modern yang berwawasan luas, mandiri, dan berpikiran terbuka, kita sangat beruntung punya kesempatan belajar banyak dari tiap hal yang bisa leluasa diamati sehari-hari.
Tugas kita saat ini hanyalah belajar mencintai dengan tulus. Mencintai diri sendiri, orang lain, pekerjaan, termasuk apa yang kita miliki dan kita capai saat ini. Dengan cinta yang tulus, perempuan memiliki energi lebih untuk menjadi mampu dan berguna, bahkan sangat berguna lebih dari yang terbayangkan detik ini, karena kekuatan cinta membuat segalanya menjadi mungkin. Saat kamu jatuh cinta adalah contoh riilnya. Kamu akan dengan rela mengorbankan apa pun untuk memberikan yang terbaik untuk yang dicinta, kan?
Mungkin benar kata Friedrich Nietzsche di Beyond Good and Evil, in love woman is more barbaric than man is. Cinta sanggup menjadikan perempuan—yang notabene diciptakan dengan kekuatan fisik tak seberapa dibandingkan laki-laki dan juga hati yang begitu lembut—sangat kuat dan tegar, ketika memperjuangkan sesuatu yang ia cintai.