Awalnya (Hanya) Korban Bully, Lama-Lama Jatuh Hati

Fimela Editor diperbarui 28 Nov 2012, 05:29 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Dalam kehidupan sehari-hari, rasanya hampir dari setiap kita nggak bisa lepas dari yang namanya verbal bullying, entah kita sebagai korban atau malah kita justru yang melakukannya. Mulai dari becandaan sehari-hari hingga celotehan yang menurut kita tidak ada artinya, bukan berarti orang yang mendengarnya juga menganggap sama.

Saling bully dengan teman rasanya sudah sulit untuk dihindari. Ada yang bisa menerima perlakuan kita, namun ternyata ada juga yang justru malah sakit hati. Tapi, dari yang awalnya suka mem-bully, ada lho di antara kita yang justru malah mendapatkan pasangan hidup.

“Dulu saya sama sekali tidak punya rasa tertarik pada lelaki yang menjadi suami saya saat ini. Tubuhnya yang kurus dan cenderung hanya berisi tulang membuat saya selalu memanggilnya dengan julukan ‘kerempeng’ atau terkadang ‘tengkorak hidup’. Entah mengapa, banyak perempuan di sekitar saya yang tergila-gila pada suami saya pada saat itu, mungkin hanya saya yang tidak tertarik pada tingkahnya yang terlalu banyak gaya. Sikap saya yang dingin dan hampir jarang memanggilnya dengan sebutan namanya ternyata tidak membuatnya pantang mundur dan tetap terus mendekati saya. Akhirnya, karena kasian, saya pun menerima cintanya pada saat itu. Seiring berjalannya waktu, rasa kasian itu pun berubah menjadi cinta,” ujar Gadis yang sudah menikah dengan suaminya selama 30 tahun.

3 dari 4 halaman

Next

Menurut Barton Goldsmith, Ph.D. dalam Emotional Fitness, cinta memang menuntut kamu untuk melakukan sebuah tindakan nyata yang membuktikan bahwa kamu peduli pada pasanganmu. Dan seiring dengan berjalannya waktu, dengan mempelajari bagaimana cinta tumbuh dewasa maka akan menghilangkan rasa tidak nyaman dalam hubunganmu. That’s why, nggak heran kan kalau pada akhirnya mereka bisa menjadi pasangan.

Sama seperti Gadis, Kristina yang sudah berpacaran dengan David sejak kuliah pun mengaku awalnya hanya memandang pacarnya saat ini dengan sebelah mata hanya karena pacarnya berasal dari dunia yang berbeda darinya. “Saya bertemu dengan pacar saya yang sekarang waktu kami masih sama-sama kuliah, saya dari jurusan grafik desain sedangkan dia dari jurusan eksakta, kimia tepatnya. Bisa terbayang kan bagaimana jauhnya kehidupan kami saat itu. Bisa dibilang saya cukup nakal sedangkan dia adalah lelaki baik-baik dengan penampilan seperti kutu buku layaknya seorang anak eksakta yang ada. Saya dan teman-teman punya julukan sendiri untuk pacar saya saat itu, ‘si cupu’ dan ‘si aneh’ karena penampilannya saat itu memang nggak banget untuk dilihat. Tapi, walaupun selalu dipanggil dengan sebutan demikian, dia tidak pernah marah dan cukup sabar menghadapi saya yang cenderung kasar. Karena itulah saya akhirnya menerima cintanya dan akhirnya kami berpacaran sampai saat ini,” Kristina, 27.

4 dari 4 halaman

Next

Arie, 27, pun mengaku bahwa awalnya laki-laki yang menjadi suaminya saat ini merupakan salah satu korban verbal bullying-nya. “Saya punya julukan yang biasa saya gunakan untuk suami saya dulu. Dulu, model rambut suami saya menggunakan poni dan saya menyebut poni lemparnya itu dengan ‘belahan bokong’. Tapi, siapa sangka justru laki-laki yang dulu pernah saya juluki dengan ‘belahan bokong’ justru menjadi suami dan ayah dari anak laki-laki saya sekarang,” ujarnya.

Verbal bullying memang bukan sesuatu yang patut ditiru dan sebisa mungkin harus dihapuskan. Namun, rupanya verbal bullying juga bisa mendatangkan pasangan hidup buat kamu. Kesabaran dan kebesaran hati seseorang dalam menghadapi verbal bullying yang mereka hadapi ternyata berbuah manis dengan mendapatkan pasangan hidup. Dan mereka yang awalnya menjadi pelaku bully pun akhirnya jatuh hati. Awalnya (hanya) korban bully, tapi lama-lama bisa jatuh hati.