Next
“Masuk akal juga ya, dari dulu orang kurus identik dengan stres, depresi, banyak pikiran. Ternyata, gen obesitas bisa mempengaruhi kebahagiaan. Pantas, teman-teman yang bertubuh gemuk rata-rata pembawaannya lebih fun dan ceria, lebih fresh daripada yang terlalu slim,” ungkap Yohana (24 tahun, mahasiswi) membenarkan.
Bagaimana dengan realitas bahwa kegemukan seringkali jadi momok tiap orang, terutama para perempuan, yang mengidamkan bentuk tubuh langsing dan kegemukan yang sering menjadi penyebab timbulnya rasa kurang percaya diri alias tak membuat nyaman? Bukankah, faktanya berkebalikan dengan hasil penelitian tersebut?
What's On Fimela
powered by
Next
Lewat bukunya, Survival of The Prettiest: The Science of Beauty, Nancy Etkoff—psikolog dari Harvard University—pun menegaskan bahwa penampilan memang sangat penting, terutama bagi perempuan, karena dari fisiklah orang pertama kali menilai kepribadian. Saking pentingnya, kita sering merasa cemas dengan penampilan kita sendiri, lalu membandingkannya dengan orang lain sehingga malah larut pada kekurangan yang dimiliki.
Sebenarnya, wajar bila siapa pun mengidamkan penampilan sempurna. Kesempurnaan yang berpatokan pada nilai-nilai kecantikan yang dipromosikan dalam era dan budaya tertentu, seperti rambut lurus, kulit putih, sampai tubuh langsing. Dari patokan itu pula kita merasa “nilai” kita berkurang di mata orang lain, karena tak memiliki salah satu atau beberapa unsur itu. Hal inilah yang membuat kita lupa bahwa tiap pribadi memiliki kelebihan, dan dengan menghargai kelebihan itu, otak dengan sendirinya akan teraktivasi untuk meningkatkan mood positif. Tak ada salahnya kok, keluar dari stigma kecantikan yang cenderung menghalangi perempuan menghayati kecantikannya sendiri. Intinya, kecantikan fisik tidak terletak pada apa yang terlihat, melainkan pada bagaimana kita memandang apa yang terlihat itu, bekal untuk merasa sempurna dan bahagia.
So, kebahagiaan memang tak berhubungan dengan bagaimana kita terlihat di depan banyak orang, tapi berasal dari diri sendiri. Walaupun penurunan risiko depresi pada orang yang memiliki gen obesitas hanya sekitar 8 persen dan, menurut salah satu peneliti, Profesor David Meyre, tak akan berpengaruh banyak pada aktivitas sehari-hari, kalau diri sendiri saja mendukung kita untuk terus bahagia, mengapa harus repot-repot mengejar kebahagiaan dari luar? Itu untungnya memiliki tubuh gemuk!