Antisipasi Masalah Keuangan dengan Perjanjian Pranikah: Realistis Atau Materialistis?

Fimela Editor diperbarui 23 Nov 2012, 05:00 WIB
2 dari 5 halaman

Next

Memutuskan untuk menikah berarti kita sudah siap secara lahir-batin untuk menghabiskan dan berbagi hidup bersama pasangan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu tentu kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada perkawinan kita, apakah bisa terus bertahan hingga terpisah maut apakah akan berpisah di tengah jalan karena perceraian.

Untuk mengantisipasi hal-hal seperti itu maka kehadiran perjanjian pranikah dirasa cukup perlu untuk dibuat. “Bicara soal perjanjian pranikah di Indonesia memang masih jarang dilakukan oleh calon pasangan. Tapi menurut saya hal ini perlu dilakukan, terlebih ketika kita menikah dengan pasangan lintas negara karena persoalan ini akan cukup rumit nantinya. Dengan membuat perjanjian pranikah bukan berarti kita berharap sesuatu terjadi pada pernikahan kita nantinya. Dan soal berpisah, tidak melulu kita bicara masalah perceraian tapi juga perpisahan akibat kematian,” ujar Lisa Soemarto, Senior Advisor AFC saat ditemui di kantornya.

What's On Fimela
3 dari 5 halaman

Next

Lisa menjelaskan bahwa langkah pembuatan perjanjian pranikah bukan berarti seseorang materialistis karena membuat batasan jelas tentang masalah keuangan mereka. “Perjanjian pranikah memang biasanya dibuat untuk menghindari terjadinya kekacauan masalah keuangan ketika sesuatu terjadi pada perkawinan, tapi itu merupakan salah satu bentuk sikap realistis kita. Dan ketika perjanjian pranikah dibuat, itu juga tidak berarti kita hanya menyelamatkan harta sendiri, tapi kita juga berbicara tentang keberlangsungan hidup anak,” Lisa kembali menjelaskan.

“Ya, sebelum menikah saya dan pasangan memang sepakat untuk membuat perjanjian pranikah. Ini disebabkan memang belum terlalu ada kepercayaan untuk masalah keuangan di antara kami. Jadi, kami sepakat untuk membuat perjanjian pranikah,” Sisi, Account Executive.

4 dari 5 halaman

Next

 

Kanya selaku Notaris yang biasa menangani pembuatan perjanjian pranikah mengatakan bahwa rata-rata mereka yang membuat perjanjian pranikah adalah mereka yang menikah dengan orang asing dan pasangan pengusaha.

“Biasanya yang paling sering membuat perjanjian pranikah adalah pasangan pengusaha agar jika sesuatu yang buruk terjadi pada aset salah satu dari mereka maka tidak akan menyeret aset pasangannya. Dan memang mereka membuat perjanjian pranikah untuk menghindari terjadi kekusutan masalah keuangan jika mereka sampai berpisah nantinya,” Kanya, Notaris.

Jika terjadi perpisahan akibat perceraian maka suami istri yang awalnya berbagi hidup bersama maka akan menjalani hidup mereka masing-masing. Ini tentu tidak menjadi masalah jika perkawinan mereka belum atau tidak dikaruniai anak, tapi bagaimana bila perkawinan mereka membuahkan anak? Siapa yang harus menanggung biaya hidup dan pendidikan anak hingga mereka bisa hidup sendiri?

5 dari 5 halaman

Next

 

“Selain untuk menghindari terjadinya perebutan harta gono gini usai berpisah, salah satu fungsi perjanjian pranikah yakni untuk menyelamatkan kehidupan anak. Apakah suami yang harus menanggung biaya hidup dan pendidikan anak secara keseluruhan? Apakah biaya tersebut harus dibagi menjadi tanggung jawab suami dan istri? Semua itu seharusnya dituangkan ke dalam tulisan dan disahkan secara hukum agar salah satu pihak tidak dapat mengingkari kewajibannya karena ada kekuatan hukum yang mengikat keduanya. Dan lagi-lagi ini bukan sekadar masalah menyelamatkan harta masing-masing suami istri kan. Tapi, sudah mencakup hal lebih besar masalah keberlangsungan hidup dan masa depan anak,” ujar Lisa.

Antisipasi masalah keuangan tentang keberlangsungan hidup anak tidak hanya muncul ketika pasangan bercerai tapi juga akan menjadi masalah saat salah satu pihak, terutama suami, meninggal dunia. Terbukti bahwa antisipasi masalah keuangan dengan pembuatan perjanjian pranikah merupakan bentuk atas sikap realistis kita terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.