Next
Suarakan pendapat sesuai bidang yang digeluti
Manusia diberkahi mulut untuk menyuarakan pendapat, tapi seringkali nggak semua perkataan yang keluar adalah pernyataan yang menyenangkan. Menurut saya, untuk amannya, suarakanlah pendapat sesuai dengan bidang yang digeluti. Sebagai contoh saya sebagai orang musik, lebih memilih menyuarakan apa yang saya pikir, rasakan, dan inginkan melalui musik. Dan terbukti, musik adalah elemen yang bisa menyatukan umat manusia dimana pun dari zaman dulu hingga sekarang. Di setiap era, musisi bergantian meyuarakan tentang perdamaian melalui musik mereka. Dan, pesan itu bisa tersampaikan dengan baik untuk siapa pun, dimana pun, dan kapan pun musik itu didengarkan. Seperti, track “Imagine” karya John Lennon. Lagu itu ditulisnya pada tahun 70-an, namun bila didengarkan hingga sekarang, tetap saja menyentuh dan menyentil kita untuk menciptakan perdamaian di dunia. Lirik sebagai perkataan yang dilagukan, menjadi media untuk menyuarakan perdamaian.
Contoh lain bahwa musik terkait erat dengan perdamaian adalah ketika di tahun 2005, saya menjadi satu-satunya seniman musik yang terpilih untuk hadir di World Youth Peace Summit se-Asia Pasifik di Thailand. Yang lainnya datang dari latar belakang organisasi atau yayasan di bidang lain. Pulang dari summit itu, saya membuat sebuah gerakan bernama Clean Up Jakarta, yang inspirasinya saya dapatkan dari acara tersebut. Saya semakin yakin bahwa bila memainkan musik yang baik dan benar, secara nggak langsung saya telah menyuarakan pesan yang baik kepada orang banyak dan menyebarkan efek positif ke jangkauan yang lebih luas. Titel “public figure” yang diberikan untuk profesi saya, bukan hanya menguntungkan saya, namun juga untuk banyak orang. Musik adalah bahasa universal yang bisa mendamaikan dan memprovokasi banyak orang secara positif.
Next
Tutup mulut daripada melakukan verbal bullying
Ide berbicara untuk menyuarakan perdamaian itu sudah ada jauh sebelum saya menjadi public figure. Bisa dibilang, saya adalah salah satu anak beruntung yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sangat positif. Mama dan papa adalah sosok yang paling mengajarkan saya bahwa kata-kata kasar atau nada tinggi bukan penyelesaian. Marah bagi mereka bukan solusi untuk sebuah permasalahan. Kami dilatih untuk tumbuh menjadi anak yang bebas melakukan apa saja, namun bertanggung jawab. Kami pun diajarkan untuk menjadi pribadi yang tidak menghakimi orang lain. Berbekal nilai-nilai seperti itu, ketika saya besar, apalagi kemudian berkarier di dunia hiburan yang serba judgemental, saya sudah tahu bagaimana harus bersikap. Bukan sekali dua kali saya mendapat cacian, perkataan, atau komentar yang dilontarkan oleh orang lain dimana itu sangat judgemental dan menyakitkan. Tapi, itu nggak berarti apa-apa untuk saya, karena itu bukan sesuatu yang harus dibalas. Saya belajar dari mama yang bisa tetap tersenyum dan berkata baik kepada orang yang menyakitinya, dan saya pun berlaku yang sama sepertinya.
Diam ketika disakiti oleh orang lain itu berbeda lho dengan membiarkan diri untuk dibodoh-bodohi. Karena, ketika kita membalas balik perkataan negatif yang dilontarkan oleh orang lain, kita sama saja sudah terseret masuk ke dalam lingkaran verbal bullying. Kita tak ubahnya dengan pelaku verbal bullying. Atau, ketika dihadapkan dengan seseorang yang terbakar emosi dan nggak tertahankan untuk marah-marah, saya memilih diam atau mengiyakan saja dulu supaya keadaan tidak makin runyam. Mengalah untuk berbicara akan lebih baik daripada memaksakan berbicara namun hanya akan mengacaukan keadaan atau menyakiti orang lain. Speak4Peace, Ladies!
Empowered by: