Priskilla Smith Jully: Tunanetra Pendiri "Rumah" Bagi Orang Tersisih

Fimela Editor diperbarui 20 Nov 2012, 07:59 WIB
2 dari 6 halaman

Next

Pahitnya masa lalu, manisnya momen memaafkan

Umurnya saat ini 34 tahun, selama itu pula ia tidak pernah bisa melihat dunia. Tapi, mata hatinya mampu menangkap orang-orang yang membutuhkan uluran tangan. Sebelum memutuskan mengajak orang-orang “tersisih” untuk tinggal bersamanya, Priska ternyata harus melewati kehidupan yang cukup sulit. Ia sendiri terlahir sebagai anak yang tak diinginkan orangtuanya. Berbagai usaha pengguguran yang dilakukan sang ibu lantas membuatnya terlahir cacat. Di tingkat SD saja Priska tak lulus, karenanya ia yang memutuskan merantau dan mencoba bermacam profesi, dari kondektur, penjual kue, penyanyi kafe, preman pasar, sampai penyiar radio.

Merasa dibuang, Priska pun sempat sangat marah dan membenci kedua orangtuanya. Tapi, semua perasaan itu berubah setelah Priska mengalami sebuah momen yang menjadi titik balik kehidupannya. “Mungkin mereka tidak bermaksud memperlakukan saya seperti itu, tapi secara tidak sadar hal itu membuat saya tumbuh menjadi pribadi yang keras dan paling tidak senang melihat orang lain bahagia. Sebisa dan sebanyak mungkin saya akan membuat orang lain menderita. Intinya, dulu saya adalah orang yang kejam. Bicara pun kasar. Tapi, saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memulai hidup baru dan mengubur yang lalu. Tuhan saja memaafkan saya, jadi tak ada alasan untuk tidak memaafkan orangtua saya,” kenang Priska.

What's On Fimela
3 dari 6 halaman

Next

Semarang, kota yang tak masuk dalam rencana masa depan

 “Saya tidak berencana tinggal di Semarang untuk jangka panjang. Di sini saya hanya ingin mengikuti pendidikan karakter selama 6 bulan, lalu berencana tinggal di Jakarta karena kehidupannya berkembang, mencari apa  pun lebih mudah, dan lebih banyak saudara di sana. Tapi, ternyata panggilan saya di Semarang, mendapat pekerjaan sebagai penyiar radio juga di Semarang, ya sudah saya jalani saja,” ujar Priska ketika kami menanyakan alasannya memilih tinggal dan menetap di Kota ATLAS ini.

Membangun TSOL, Priska mengaku cuma bermodal nekat. “Kenapa ketika itu berani, saya juga bingung. Pertama kali, di hati serasa ada panggilan bahwa saya harus mengabdikan hidup pada Tuhan dan sesama. Saya sempat menolak karena saya tahu itu sulit. Tapi, panggilan itu makin kuat ketika mendengar cerita seorang dosen dari Amerika Serikat bercerita tentang Dream Center, rumah orang-orang terbuang yang merasa tak punya harapan hidup lagi, saat pendidikan karakter,” ceritanya.

Saat ini, impian terbesar Priska adalah memiliki tanah hak milik sendiri, tempatnya bisa membangun tempat tinggal sekaligus lahan bercocok tanam untuk menambah penghasilan dan mengisi waktu luang anak-anak asuh yang jumlahnya tak pernah ia batasi itu. Selama berdiri sejak 2006 lalu, TSoL sendiri sudah 7 kali berpindah tempat.

Priska dan TSoL yang kini sudah semakin dikenal publik ternyata juga membawa perubahan untuk anak asuhnya. Ungkap Priska, “Ketika ada tayangan tentang kami, biasanya kami menonton beramai-ramai. Dan itu membuat anak-anak makin senang dan bersemangat.” Tapi, rupanya Priska tetap menanamkan pada anak asuhnya untuk tidak cepat puas pada pencapaian mereka. “Ini belum apa-apa. Perjalanan kami masih panjang,” tambahnya.

4 dari 6 halaman

Next

Kesulitan keuangan, bukan alasan untuk meminta

Priska bukan berasal dari keluarga mampu, ia pun sudah lama hidup mandiri. Namun, kesulitan keuangan tak pernah jadi alasan baginya untuk berhenti menolong sesama. Bahkan, setelah ia menikah dengan Fandy Kusuma pada 2006 dan tengah mengandung anak pertama, TSoL sempat mengalami masa-masa krisis keuangan. Priska berujar, “Pernah anak asuh saya meminta uang untuk mengobati sakit tulangnya. Harganya Rp4.000,- ketika itu, tapi saya tak punya uang sepeser pun. Saya juga sering kelaparan. Pernah kami ajak anak-anak ke pantai untuk mencari kerang dan makan beramai-ramai.”

Priska tidak menyerah. Kesulitan itu dianggapnya sebagai cobaan untuk menguji kesetiaannya pada Tuhan. “Saya tidak ingin anak-anak bermental peminta. Mungkin nyaris tidak ada artinya, tapi minimal saya berharap bisa memberi dampak di sekeliling saya. Saya ingin menanamkan mental yang benar untuk bangsa ini. Nanti berkat akan datang dengan sendirinya. Buktinya sejauh ini ketika kami membutuhkan sesuatu, ada saja yang membantu. Lebih baik juga bekerja daripada hidup atas belas kasihan orang,” lanjutnya. Untuk menutupi kebutuhan hidup tiap bulannya, Priska, 15 orang tim pengabdi, dan anak asuh yang mampu bekerja akan turun langsung mencari uang, dari menjadi pengupas bawang merah, badut, pengisi acara di resepsi, sampai berjualan sembako dan pakaian bekas.

5 dari 6 halaman

Next

Berbagi perhatian untuk anak kandung dan ratusan anak asuh

“Mama, kok Mama hidupnya selalu berkorban untuk orang lain?” Pertanyaan itu keluar dari Dyka, anak pertama Priska yang belum genap 5 tahun, yang sontak membuat Priska terkejut. Betapa luar biasanya anak sekecil itu mengerti kata berkorban. Memiliki banyak sekali anak asuh memang membutuhkan banyak perhatian ekstra. Karenanya, menjadi tugas tersendiri bagi Priska untuk menjelaskan keadaannya tersebut kepada kedua anak kandungnya, Dika dan Holy, yang masih sangat kecil.

Beruntung, Dyka dan Holy tumbuh menjadi anak yang sangat pengertian. Itu karena Priska selalu menanamkan nilai-nilai untuk berbagi, “Sejak mereka di dalam perut, saya sering bilang, ‘Nak, kita hidup tidak sendiri. Ada saatnya mama harus diambil dari kalian untuk melakukan hal lain.’ Tidak jarang ketika sudah janji mengajak anak jalan, ada hal lain yang lebih penting. Ya, saya memberikan pengertian. Puji Tuhan mereka bisa menerima.” Priska pun mengungkapkan bahwa Dika sejak kecil sudah mengutarakan cita-citanya untuk menjadi seperti Priska yang siap berkorban untuk orang lain. Priska, orang biasa yang punya cinta luar biasa.

6 dari 6 halaman

Next

Cerita kehidupan Priska yang inspiratif sebagai seorang "ibu” bagi puluhan anak asuh di tengah keterbatasan fisiknya, diangkat ke dalam sebuah film feature pendek Lentera Hati Priska oleh Fimela TV dan Dove, berkolaborasi dengan Miles Films dan Kick Andy Foundation. Fakta yang membuktikan bahwa perempuan, siapa pun dia, mampu menjadi pahlawan dalam realitas, karena kualitas “kepahlawanan” sesungguhnya ada dalam diri kita masing-masing. Real women, real beauty, real heroes!

Tergerak untuk mendukung Priska?

Klik dan saksikan, lalu berikan dukunganmu. Dove akan menyumbangkan setiap klik kamu senilai Rp100,00 untuk diberikan kepada teman-teman di The School of Life. Pengumpulan akan dilakukan sampai 31 Desember 2012. Ayo, mari berpartisipasi! Melalui sebuah langkah kecil, kamu telah melakukan sebuah hal besar yang berguna.

Empowered by