Next
“Kami sama-sama dari Yogyakarta. Kebanyakan orang pun menyangka kami dekat sejak masih sama-sama di Yogyakarta. Padahal tak begitu. Saya justru baru mengenal si dia saat beberapa bulan saya bekerja di Jakarta. Tapi dia juga bukan teman kerja saya, lho,” Elisah (24 tahun, architect) mulai bercerita.
Saya pun penasaran dengan kelanjutan cerita Elisah. Apa yang menjadikan momen pertemuan itu begitu berkesan baginya dan si pacar? Ternyata, si pacar adalah laki-laki yang semula dijodohkan dengan teman perempuannya. Bisa ditebak, laki-laki itu malah lebih tertarik pada dirinya. “Lucunya, waktu itu kami beramai-ramai makan malam di rumah makan yang namanya Malioboro. Kami sama-sama dari Yogyakarta tapi justru bertemu di Malioboro yang ada di Jakarta!” Elisah Geli. Sambungnya, “Saya awalnya malas ikut karena pekerjaan menumpuk, tapi akhirnya dipaksa datang untuk menemani teman saya. Dia malu kalau harus ketemuan langsung sama laki-laki itu, katanya. Ternyata malam itu adalah hari keberuntungan saya.”
Momen tak terduga yang mempertemukan Elisah dengan sang pacar cukup unik. Andai saja malam itu Elisah tak ikut, ia pasti kehilangan cinta sejatinya. Sang pacar rupanya juga teman SMA kakak Elisah yang bahkan pernah juga datang ke rumahnya di Yogyakarta, dan teman-teman Elisah, tak lain adalah teman-teman sang pacar. Elisah tak habis pikir, “Kami sudah sangat dekat sebenarnya, tapi tak pernah dipertemukan. Aneh. Andai kami kenal sejak dulu, mungkin malah tidak akan dekat seperti sekarang karena sibuk dengan dunia dan pacar masing-masing. Penuh misteri, ya, cinta itu.”
Lain Elisah, lain Sophie (27 tahun, media implementer). Ia bertemu dengan tunangannya sekarang saat duduk di bangku kuliah. “Kebetulan waktu itu sebagai asisten dosen aku ditugaskan menjaga ujian mata kuliah Pengkajian Sastra. Entah bagaimana ceritanya aku haus dan cuma punya 2 buah permen. Sambil berjalan memantau satu meja ke meja lainnya, aku makan tuh, satu permenku. Nah, nggak tahu kenapa tiba-tiba aku berhenti di satu meja dan memberikan permenku yang satu lagi ke dia. Spontanitas saja. Hehehe,” papar Sophie.
Sebuah permen itu akhirnya jadi jembatan pengantar kedekatannya dengan si dia. Walaupun begitu, hubungan mereka masih sebatas teman karena Sophie ketika itu masih punya pacar. “Tiga tahun setelah itu aku baru bertunangan, tanpa melalui proses pacaran. Ternyata dia menungguku putus dengan pacarku. Katanya, dia jatuh cinta padaku sejak aku memberinya permen. Dan permen pemberianku itu nggak dia makan sampai sekarang. Masih dia simpan dan dijadikan pajangan. Aku meleleh!” Sophie sedikit terbawa suasana.
What's On Fimela
powered by
Next
Bagaimana cerita Elisah dan Sophie? Momen menyenangkan juga dialami Nuri (26 tahun, promotion staff), bahkan lebih dari sekali. Dua kali ia tak sengaja bertemu dengan laki-laki yang sudah 2 tahun lebih jadi pacarnya. Pertama, di elevator sebuah mall. “Berasa main sinetron. Aku waktu itu mau naik, sementara dia turun ke arah parkiran, terus di tengah-tengah kita ketemu. Lucunya kami sama-sama bilang, ‘Lho?’, sambil bengong. Memang sebelumnya aku dan dia sudah saling kenal, tapi sebatas kenal biasa. Setelah bertemu di elevator, tak lama kemudian kami bertemu lagi saat dia manggung. Kebetulan dia vokalis salah satu band yang malam itu aku tonton. Eh, dari atas panggung dia lihat aku dan dadahin aku sambil tanya aku datang sama siapa. Kontan orang-orang pada nengok. Malu, deh,” cerita Nuri sambil tersipu.
Dari dua pertemuan kebetulan itu si pacar mencoba menghubunginya lewat Facebook. “Setelah itu berlanjut ke telepon rutin hampir tiap malam dan jalan beberapa kali, akhirnya jadian. Prosesnya tak sampai sebulan,” aku Nuri lagi. Ternyata, dua pertemuan tak terduga itu meninggalkan kesan bagi sang pacar yang langsung berusaha dekat dengan Nuri. Padahal, Nuri saat itu sama sekali tak menduga orang yang ia kagumi bakal jadi miliknya. “Jujur, aku sempat merasa minder. Teman-temannya banyak, kariernya sukses, dan dia cukup terkenal. Sementara aku cuma mahasiswi biasa yang tiap sore kerja magang di coffee shop. Cinta bukan cuma buta, tapi tak rasional,” tutupnya.
Punya pengalaman istimewa seperti mereka? Dalam salah satu bab How to Mend a Broken Heart: Letting Go and Moving On, Aleta Koman sempat mengatakan bahwa sebaiknya kita tak terlalu cepat bermimpi punya cinta yang happy ending. Ah, tapi setidaknya cerita pertemuan dengan si dia yang kelewat romantis sudah meninggalkan sesuatu yang manis, dan mengenai bagaimana akhirnya, biar jadi cerita tersendiri.