Mike Lewis: "Jadi Korban Verbal Bullying Ternyata Ada Gunanya Juga"

Fimela Editor diperbarui 15 Okt 2012, 04:00 WIB
2 dari 3 halaman

Next


Tidak mudah terlahir sebagai anak dengan darah keturunan. Ketika bersekolah di Kanada, warna kulit dan penampilan wajah saya berbeda dengan anak-anak Kaukasia lainnya. Saya pernah dilecehkan dengan perkataan bernada rasisme seperti “yellow” karena warna kulit saya kuning langsat khas Asia, atau “Chinese” karena bentuk mata saya. Ditambah lagi, saya adalah anak yang tergolong bongsor dengan tinggi badan sama seperti sekarang, tapi sebenarnya masih berusia 13 tahun. Faktor-faktor itulah yang makin membuat saya sebagai sasaran empuk para senior untuk dilecehkan. Mereka tahu saya junior, tapi karena bentuk badan saya besar dan terlihat sudah dewasa, para senior menganggap saya bisa kuat menerima pelecehan-pelecehan dari mereka. Sungguh, itu bukan hal yang mudah untuk dihadapi walaupun saya sebenarnya bisa membela diri.

Tapi, setelah masa itu bisa saya lewati, saya malah merasakan kalau ada gunanya juga dulu pernah mendapat pelecehan seperti itu. Saya tumbuh menjadi pribadi dengan tekad ingin menjadi orang baik untuk semua orang. Saya ingin membuktikan bahwa bukan berarti saya otomatis menjadi orang jahat karena pernah disakiti. Kita tahu sendiri, biasanya seseorang meneruskan siklus verbal bullying karena sebelumnya pernah disakiti. Nah, saya nggak ingin seperti itu. Istilahnya, I want kill those horrible people with my kindness. Selama saya tetap bisa menjadi orang baik, I always be the winner, the one who bullied me is the loser. Secara mental dan fisik pun saya lebih kuat karena pernah menjadi korban pecehan. Efek negatifnya tentu ada, tapi saya nggak ingin membesar-besarkan itu karena saya hanya hanya ingin fokus di sisi positifnya apapun yang pernah terjadi pada diri saya.

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

Perkataan nggak menyenangkan juga masih saya terima hingga sekarang, seperti anggapan aktor bule yang dianggap nggak memiliki bakat apa-apa. Saya tahu memang ada beberapa orang yang seperti itu, tapi saya bukan mereka. Saya benar-benar bekerja dan berkarier di bidang ini. Saya melakukan ini dengan sungguh-sungguh, bukan asal-asalan. Biar saja kalau ada yang beranggapan negatif tentang pilihan berkarier saya, I don’t even care. Seperti juga ada omongan yang menjelek-jelekkan saya di Twitter, saya nggak pedulikan itu. Memang mudah untuk menjelek-jelekkan orang sekarang. Cukup mention dan sampailah perkataan itu ke pihak yang dimaksud. Untuk beberapa orang, perkataan itu bisa menjadi sesuatu yang bermakna, tapi untuk saya itu sia-sia. You can’t beat me with those words. Orang-orang yang berkata buruk seperti itu ke orang lain menurut saya hanya pribadi yang merasa insecure dengan kekurangan yang dimilikinya.

Era yang semakin membebaskan dan memudahkan kita untuk berpendapat, sebenarnya jangan malah membuat kita semakin mudah untuk menjadi orang jahat atau mudah dikalahkan dengan pelecehan orang lain. Kita bisa mulai dari diri sendiri untuk menghentikan itu. First of all, Speak4Peace. Then, you better go silent than do verbal bullying to other people.

Empowered by: