Hanya Terfokus pada Urusan Pornoaksi, KPI Lupa Awasi Muatan Sinetron Indonesia?

Fimela Editor diperbarui 12 Okt 2012, 14:29 WIB
2 dari 5 halaman

Next

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baru-baru ini melayangkan surat teguran kepada sebuah acara seks di salah satu stasiun televisi swasta yang dinilai terlalu vulgar. KPI menilai salah satu episode dalam acara tersebut melanggar norma kesopanan di masyarakat. Menurut KPI, salah satu episode tersebut melanggar P3 Pasal 9 dan Pasal 16 serta SPS Pasal 9, Pasal 18 huruf e dan h, Pasal 21, dan Pasal 22 ayat (3) karena terlalu terbuka membicarakan perihal hubungan seks di media.

Menurut KPI dalam situs resminya, program acara tersebut mengandung adegan yang menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan perilaku seks yang tidak sesuai dengan kepatutan yang berlaku di masyarakat. Pelanggaran ini terjadi saat salah satu narasumber perempuan yang suaranya disamarkan bercerita bagaimana ia melakukan aktivitas seks threesome. Selain itu, ditampilkan eksploitasi tubuh bagian dada dan paha secara close up. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas pelarangan adegan seksual serta norma kesopanan dan kesusilaan.

3 dari 5 halaman

Next

Usai menerima teguran, pihak stasiun TV pun berjanji tidak akan menayangkan ulang episode tersebut dan berjanji untuk memperbaiki program mereka. Menyikapi hal ini, mengapa KPI terkesan hanya takut pada masalah yang berhubungan dengan seks dan pornoaksi? Padahal program acara tersebut ditayangkan lewat tengah malam yang pada umumnya memang hanya penonton dewasalah yang bisa mengonsumsi.

KPI merupakan sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya. KPI berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia dan didirikan pada tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga KPI Pusat dan KPI Daerah. KPI bbertugas mengatur penyiaran yang diselenggarakan oleh publik, swasta, dan komunitas. Namun, entah mengapa, sepertinya KPI hanya fokus mengawasi topik-topik tertentu, topik yang berhubungan dengan pornaksi mungkin yang lebih utama disoroti.

4 dari 5 halaman

Next

Entah berapa banyak acara layak tonton yang kita miliki. Rasanya hampir semua stasiun televisi menampilkan sinetron berseri, program acara, hingga berita-berita yang tidak semuanya layak untuk dikonsumsi. Seolah tidak terlihat atau mungkin luput, KPI sepertinya lupa mengawasi sintron-sinteron atau tayangan yang sebenarnya tidak kalah berbahaya dampaknya jika dibandingkan dengan acara program seks yang ditegur KPI, misalnya saja tayangan sinteron yang menampilkan adegan perkelahian dan penculikan.

Acara-acara seperti itu justru malah tayang saat prime time, yakni ketika semua orang, bahkan anak-anak kecil yang masih belum bisa memilah asupan yang masuk, bisa menonton. “Saya punya satu orang putri yang sudah duduk di bangku SMP. Tapi, jujur, hingga saat ini saya masih melarang putri saya untuk menonton sinetron atau FTV sejenis karena buat saya justru acara-acara tersebut mengandung muatan negatif yang bisa langsung dicontoh oleh anak-anak. Kalaupun anak saya memaksa ingin menonton FTV, biasanya saya selalu mendampinginya. Beruntung saya bisa menemani anak setiap saat. Bagaimana dengan para perempuan pekerja yang anaknya hanya ditinggal dengan Si Mbak di rumah?” ujar Dian, Ibu Rumah Tangga.

5 dari 5 halaman

Next

Selain acara tersebut, pihak KPI juga pernah menegur acara lain dari stasiun TV yang sama karena dinilai terlalu mengekspos bagian tubuh perempuan. Bukan hanya itu, seorang pembawa acara perempuan pun mendapat surat cinta dari KPI karena dianggap menggunakan baju yang terlalu terbuka saat membawakan acara. Dan banyak lagi surat teguran yang dilayangkan KPI pada program acara TV dan juga iklan yang dinilai mengandung unsur pornoaksi (untuk melihat daftar surat teguran bisa mengunjungi situs resmi KPI). Ya, lagi-lagi hanya masalah anggota tubuh dan masalah pornoaksi yang mendapat perhatian khusus dari KPI.

Mengapa justru acara yang tayang saat prime time dan mengandung muatan yang lebih berbahaya dari sekadar tayangan vulgar seolah dibiarkan berkeliaran dan malah tumbuh subur di stasiun-stasiun TV Indonesia? Seperti yang dikatakan oleh Dian bahwa memang cukup banyak adegan terselubung yang justru berbahaya bagi anak karena bisa langsung mereka tiru jika terus-terusan mendapat asupan tontonan seperti itu. Kapan KPI mau mulai melirik muatan yang ada di dalam tayangan sinetron, FTV, dan program acara lainnya supaya masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak, bisa menikmati tayangan TV yang berkualitas dan mendidik? Coba tanyakan pada diri sendiri, kapan terakhir kali kamu menikmati tayangan di stasiun TV lokal?