Angkat Isu Sensitif, Film-film Ini Picu Kontroversi

Fimela Editor diperbarui 26 Sep 2012, 04:00 WIB
2 dari 7 halaman

Next

Innocence of Muslims, 2011

Innocence of Muslims hingga kini masih heboh diperbincangkan. Film yang dinilai menghina agama Islam dan Nabi Muhammad ini menimbulkan protes di berbagai belahan dunia hingga menimbulkan kerugian besar sampai jatuhnya korban jiwa sejak 11 September. Kantor Konsulat AS di Benghazi, Libya, misalnya, sampai dibakar dan menewaskan 4 orang, termasuk Duta Besar Christopher Stevens. Menteri Perkeretaapian Pakistan Ghulam Ahmad Bilour pada Sabtu lalu bahkan menawarkan hadiah sekitar 900 juta Rupiah untuk orang yang berhasil membunuh pembuat Innocence of Muslims sambil mengajak Taliban dan Al Qaeda ikut bergabung dalam misi pencarian itu. Siapakah pihak di balik film itu? Adalah Nakoula Basseley Nakoula yang menggunakan nama samaran Sam Bacile, warga Southern California, Amerika Serikat. Setelah diperiksa oleh pemerintah federal Jumat (14/09) malam lalu, sampai sekarang Nakuola menghilang bersama seluruh keluarganya, meninggalkan rumah mereka di Cerrittos, Los Angeles.

Menurut pengakuan para pemeran film berdurasi 13 menit itu, pada awalnya Innocence of Muslims bergenre drama dengan judul Desert Warriors. Film itu sendiri seharusnya bercerita tentang peristiwa kuno yang terjadi 2 ribu tahun lalu. Penulisan skrip berubah drastis. Jika saat syuting Muhammad disebut "Master George", setelah proses produksi pengisi suaralah yang berperan mengubahnya. Para pemain mengaku tidak tahu sama sekali jika film yang mereka bintangi akan jadi seperti yang mereka saksikan di YouTube.

Di Indonesia sendiri akses menuju film Innocence of Muslims sudah ditutup berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena mengandung unsur yang menyinggung SARA. Walaupun begitu, sampai saat ini kita masih bisa melihat film ini melalui Google maupun YouTube karena sulitnya melacak film yang makin hari banyak diunggah orang.

3 dari 7 halaman

Next

? (Tanda Tanya), 2011

Film karya Hanung Bramantyo yang rilis awal April tahun lalu ini mengangkat tema pluralisme agama, dan langsung mendapat kecaman dari beberapa pihak karena dinilai mendiskreditkan Banser yang dalam film digambarkan sebagai sosok yang mudah cemburu dan berpengetahuan sempit. Beberapa adegan dalam film pun dianggap terlalu sensitif, walau ada pula yang memilih bersikap netral dengan alasan tiap orang bebas menafsirkan makna film tersebut. Itu pulalah yang sebenarnya Hanung harapkan, sesuai dengan judulnya, ? (Tanda Tanya), Hanung ingin penonton menafsirkan sendiri pesan apa yang bisa dipetik dari film yang dibintangi Reza Rahadian dan Revalina S. Temat itu. Film ini juga sempat mendapat kecaman dari FPI hingga membuat penayangan perdananya di salah satu stasiun televisi swasta dibatalkan. Walaupun begitu, kontroversi film ini tidak sampai menimbulkan kerugian apalagi jatuhnya korban.

4 dari 7 halaman

Next

Cin(t)a, 2009

Cin(t)a berkisah tentang cinta beda suku dan agama antara Cina, mahasiswa 18 tahun beretnis Batak Cina, dengan Anissa, mahasiswi muslim Jawa berusia 24 tahun. Di dalamnya banyak dialog cerdas yang membahas banyak hal, dari perkuliahan, kehidupan, hingga Tuhan. Film ini menegaskan bahwa Tuhan adalah karakter yang paling tak bisa ditebak. Dan, Tuhan dipercaya mencintai semua umat-Nya, termasuk Cina dan Annisa, tapi Cina dan Annisa tidak dapat saling mencintai karena mereka menyebut Tuhan dengan nama yang berbeda.

Film garapan Sammaria Simanjuntak bersama para sineas independen Bandung ini juga langsung mengundang perdebatan dari beberapa pihak karena mengangkat tema yang sensitif, SARA, tapi juga sangat menarik karena isu sensitif ini dihadirkan dengan cerdas dan matang hingga berhasil mendapatkan Piala Citra untuk Skenario Asli Terbaik. Trailer film ini dikeluarkan awal April 2009 melalui YouTube dan diputar perdana di London pada 29 Mei-nya. Dari beragam reaksi positif, reaksi negatif pun bermunculan, salah satunya yang menganggap film ini mendorong pernikahan antaragama.

5 dari 7 halaman

Next

Fitna, 2008

Masih ingat dengan film dokumenter Fitna karya Geert Wilders ini? Berbagai kalangan bersikap reaktif begitu Fitna muncul ke publik lewat internet. Tak cuma umat muslim, umat beragama lain dan banyak komunitas menyampaikan keprihatinan mereka. Belanda, negara tempat film ini berasal, otomatis jadi sasaran protes. Padahal, film ini sendiri juga mendapat kecaman di Belanda. Dalam film berdurasi 15 menit itu, cuplikan kejadian dari peristiwa penyerangan World Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001, pengeboman kereta api di Madrid, Spanyol (2004), pembunuhan Theo van Gogh (2004), sampai pidato para tokoh garis keras muslim dikompilasikan dengan selipan potongan ayat Alquran, sehingga kekejaman dan kekerasan terkesan identik dengan Islam.

Film ini dibuat Wilders yang menganggap agama Islam berbahaya, sehingga orang harus lebih waspada. Kontan Fitna dinilai sebagai film propaganda yang memojokkan agama Islam lewat kutipan ayat Alquran yang digunakan tidak pada tempatnya.

6 dari 7 halaman

Next

Da Vinci Code, 2006

Film ini diangkat dari novel karya Dan Brown yang kontroversial, sehingga baik novel maupun film ini mengundang kecaman dari umat Nasrani. Menceritakan pembunuhan seorang orator museum yang berujung pada terungkapnya suatu misteri yang tak bisa diterima umat Nasrani, yakni bahwa Maria Magdalena adalah istri Yesus dan Yesus memiliki keturunan, film ini langsung mendapat bantahan dari berbagai pihak. Dari novel ini saja terbit puluhan judul buku yang isinya menyanggah penemuan Dawn Brown tersebut.

Film ini digarap dengan kaidah sinematografi sehingga layak jadi tontonan, lepas dari penafsiran Dan Brown yang kontroversial. Ditempatkan sebagai hiburan, semua orang mungkin bisa menerimanya. Tapi, jika dilihat dari sudut pandang lain yang berpautan dengan keyakinan dasar seseorang, sepertinya harus dipikirkan ulang untuk mempercayai paparan Brown begitu saja. Toh, tiap orang memang punya sudut pandang dan kepercayaannya sendiri. Dan sebuah novel atau film seharusnya tak cukup kuat mengusik kepercayaan seseorang itu.

7 dari 7 halaman

Next

Bad Wolves, 2005

Film Bad Wolves garapan sutradara Richard Buntario ini sempat membuat Polda Metro Jaya melayangkan surat ke Lembaga Sensor Film karena menilai film action yang mengangkat kehidupan antargeng itu menyinggung SARA dan porno aksi, juga mempertontonkan cara mengisap shabu-shabu. Adegan-adegannya pun dinilai terlalu sadis, sarat dengan kekerasan. Sebagai tindak lanjutnya, LSF pun melakukan penyuntingan ulang film yang dibintangi Zack Lee, Ivan Gunawan, dan Sultan Djorghi itu, yang Richard nilai berlebihan. Namun, film ini tak sampai ramai dibicarakan masyarakat karena “gaung”-nya pun kurang terdengar.