Next
Sebenarnya jika kita sadari, ada prinsip dalam lingkungan pendidikan yang masih diterapkan di tempat kerja. Apa itu? Penilaian. Tak menyelesaikan pekerjaan, menyelesaikannya tak tepat waktu, atau malah sama sekali lupa pada tugas-tugas yang harus dikerjakan bukannya tak memberi pengaruh apa pun. Perusahaan memberikan “sanksi” dalam bentuk penilaian kerja yang tak maksimal. Alhasil, jabatan dan bonuslah yang tak kunjung naik. Bukan cuma di lingkungan pekerjaan kedisiplinan, keteraturan, ketekunan, dan sikap lain yang menunjukkan seberapa baik moral dan etika kita. Dalam kehidupan sehari-hari pun, inisiatif kita untuk menerapkan kedisplinan bermanfaat.
What's On Fimela
powered by
Next
Kadang kita berpikir, selama tak ada aturan tertulis atau tak ada yang mengawasi gerak-gerik, kita bisa melakukan apa pun sesuka hati. Padahal, kedisiplinan mencerminkan seperti apa kepribadian kita, dan orang-orang di sekeliling kitalah yang secara tak langsung menjadi pengawasnya. Misalnya, kedisiplinan menepati janji. Hal yang paling sering dilakukan adalah mengumbar janji ke sana-ke sini, kemudian menyepelekan dengan melupakannya. Hal lainnya, masalah ketepatan waktu. Siapa sih, yang suka menunggu? Kita pun, ketika harus mengantre atau menunggu orang terlalu lama pasti ogah-ogahan. Atau, peraturan lalu lintas, berapa banyak dari kita yang berani mengaku sama sekali tak pernah melanggarnya?
“Jadi disiplin itu hal yang paling sulit. Terlalu mudah memberikan permakluman atau kelonggaran ketika kita merasa nggak sanggup hidup teratur. Yang sepele dan untuk diri sendiri, seperti masalah makan, saja susah tepat waktu dengan alasan malas, banyak tugas, kerjaan, dan lainnya, apalagi menaati peraturan yang berlaku, nanti dulu, deh,” ungkap Tika (mahasiswi, 21 tahun) yang mengaku tak mau munafik.
Next
Dr. James Dobson dalam Dare to Discipline mengungkapkan bahwa kedisiplinan sebenarnya merupakan modal yang didapat sejak kita masih bayi hingga balita. Ketika sejak dini pelajaran-pelajaran mengenai kedisiplinan itu sudah ditanamkan oleh orangtua, secara otomatis kita akan tumbuh menjadi pribadi yang teratur. Tapi, dengan niat dan kemauan untuk hidup teratur, kita masih bisa belajar perlahan-lahan mewujudkannya. Sebagai contoh pengusaha Bob Hasan. Dalam bukunya, Mengapa Saya Sehat, Bob Hasan membuka rahasia tentang kedisiplinan dan hidup teratur yang baru didapatnya ketika menjadi anak angkat Jenderal TNI Gatot Soebroto, juga saat dekat dengan para jenderal besar lainnya. Dan dari kedisiplinan itulah dia memetik hasilnya, yaitu keberhasilan, bahkan di usianya yang tak lagi muda, 81 tahun, ia masih begitu energik.
Intinya, polisi seharusnya bukan cuma yang ada di jalan-jalan mengatur lalu lintas, atau yang ke sana-kemari mengatasi tindak kriminal. Kita juga harus membawa “polisi” ke mana pun kita pergi. Caranya, dengan menjadi “polisi” bagi diri sendiri yang berfungsi memberikan pengawasan sekaligus hukuman bila melanggar aturan yang juga dibuat oleh diri sendiri. Jangan mengenal ampun, apalagi kompromi. Tak mudah, tapi tak ada salahnya berusaha, toh demi keberhasilan diri sendiri. Bagaimana, Fimelova? Siap jadi “polisi” bagi dirimu sendiri, menertibkan diri tanpa perlu pengawasan dari orang lain? Mulai dari sekarang, yuk!