Angkie Yudistia: Perempuan Tuna Rungu dengan Prestasi Luar Biasa

Fimela Editor diperbarui 20 Sep 2012, 05:15 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Sebagai manusia, tentu kita selalu dihinggapi rasa tidak puas dan kekurangan dalam segala hal. Sikap seperti ini bisa berdampak positif dan bukan tidak mungkin juga malah berdampak negatif. Lantas, pernahkah kamu membayangkan bahwa suatu hari kamu harus mendapatkan kenyataan bahwa kesempurnaan fungsi fisik kamu berkurang?

Adalah wajar jika kita sebagai manusia merasa marah pada awalnya saat harus menghadapi kenyataan seperti itu. Tapi, apakah juga wajar jika kita terus-terusan merasa terpuruk menghadapi kenyataan yang memang sudah tidak bisa diubah lagi? Angkie Yudistia, perempuan berusia 25 tahun ini harus menerima kenyataan bahwa ia kehilangan pendengarannya secara perlahan pada usia 10 tahun. Namun Angkie justru menyikapinya dengan tetap bersikap positif dan justru malah menjadikan dirinya sebagai contoh dan motivasi bagi orang lain untuk bisa terus maju.

“Merasa minder, kurang percaya diri mungkin iya. Tapi, kalau sampai putus asa apalagi marah kepada Tuhan, kok rasanya saya seperti orang yang tidak bersyukur yah? Saya masih memiliki orangtua dan keluarga yang bahagia, masih bisa menikmati hidup yang cukup dan saya masih punya kekuatan untuk bisa membantu orang lain. Jadi, daripada saya membuang waktu untuk mengutuk diri akan lebih baik jika saya melakukan SESUATU,” ujar Angkie saat dihubungi FIMELA.com.

What's On Fimela
3 dari 4 halaman

Next

Ya, perempuan berparas ayu ini memang memunyai semangat berkarya yang luar biasa. Buktinya, pada tahun 2008, dengan keterbatasan yang ia miliki, Angkie mencoba untuk mulai eksis di dunia publik dengan mengikuti Kontes Abang None Jakarta. Hasilnya? Angkie berhasil menjadi salah satu Finalis None Jakarta Barat. Tentunya ini membuktikan bahwa kualitas diri seseorang lebih berperan daripada hanya sebatas kesempurnaan fisik dan penampilan.

“Ya, saya menjadi Finalis Abang None Jakarta Barat pada tahun 2008. Saya mengikuti ajang tersebut karena ajakan seorang teman yang menyakinkan diri saya untuk bisa dan mampu berdiri sejajar dengan banyak teman baru. Tentunya ini menjadi pengalaman berharga bagi saya karena saya memegang prinsip ‘We can enhance our knowledge by reading books, but we will enrich our wisdom throuh experience’,” Angkie bercerita.

We can enhance our knowledge by reading books, but we will enrich our wisdom throuh experience.Usai menamatkan pendidikan di tingkat SMA, Angkie pun meneruskan ke tingkat perguruan tinggi dan mendalami bidang periklanan. Selain menjadi Finalis Abang None, ada banyak prestasi lain yang ia raih, salah satunya menjadi bintang iklan sebuah produk vitamin. Namun di balik cerita suksesnya, Angkie juga pernah sempat mendapat penolakan-penolakan dalam perjalanan karirnya terkait dengan keterbatasan pendengaran yang ia miliki. Lagi-lagi, Angkie kembali menyikapinya dengan positif. Adalah sebuah film Hollywood yang berjudul film Morning Glory, yang menjadi pemacu Angkie untuk bisa tetap berjuang saat ia mengalami putus hubungan kerja dan berada di titik terendah dalam karirnya.

Tidak puas dengan gelar sarjana yang ia peroleh, Angkie kembali melanjutkan sekolah dan mendapatkan gelar Master dalam bidang komunikasi. Masih berhubungan dengan latar belakang pendidikan yang ia peroleh dan juga tekadnya dalam membantu sesama, pada tahun 2011 Angkie mendirikan sebuah yayasan yang bertujuan untuk membantu para penderita tuna rungu, Thisable Enterprise.

4 dari 4 halaman

Next

“Thisable Enterprise adalah sebuah social business for society profit dengan program-program CSR, Social Enterprise dan Workshop & Communication Event. Menariknya, menyenangkan bagi saya untuk bagaimana mengomunikasikan kegiatan sosial yang dapat diterima oleh masyarakat. Dan, Alhamdulilah saya banyak mendapat dukungan positif dari berbagai kalangan yang tentunya memacu saya untuk terus mengembangkan Thisable Enterprise secara internasional,” Angkie menjelaskan dengan semangat.

 Angkie mengaku bahwa pengalamannya saat kesulitan mendapatkan pekerjaanlah yang menjadi motivasinya untuk mendirikan yayasan tersebut. “Motivasi saya mendirikan Thisable Enterprise adalah karena pengalaman dan kesulitan saya dalam mencari pekerjaan. Mungkin sepele bagi orang lain saat saya merasakan diskriminasi saat tidak diterima bekerja dengan alasan ‘Tidak bisa menggunakan telepon’. Tapi bagi saya ‘It's a big deal’ karena saya bisa melakukan banyak hal lain walaupun tanpa telepon,” ujarnya serius.

"Buku ini juga ditujukan kepada masyarakat agar mengubah persepsinya terhadap disabilitas. Disabilitas bukanlah aib lagi untuk disembunyikan, kami ada disekitar berbaur bersama sama."Di tahun yang sama, selain mendirikan sebuah yayasan untuk tuna rungi, Angkie juga meluncurkan sebuah buku berjudul Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas. “Pada awalnya saya sering mencurahkan isi hati saya di buku diary, hanya hasil observasi dari kehidupan sehari-hari. Buku ini hadir untuk membantu mereka untuk menembus batas sebagai seorang perempuan dan tuna rungu dalam menggapai mimpi. Buku ini juga ditujukan kepada masyarakat agar mengubah persepsinya terhadap disabilitas. Disabilitas bukanlah aib lagi untuk disembunyikan, kami ada disekitar berbaur bersama sama,” Angkie melanjutkan.

Ke depannya masih banyak rencana yang akan Angkie lakukan bersama Thisable Enterprise. Salah satunya, dalam waktu dekat Angkie akan menyelenggarakan sebuah ‘social campaign’ yang bertajuk ‘Thisable Festival’ yang akan dilaksanakan pada tanggal 24-25 November 2012. Dengan segala bentuk perjuangan yang ia lakukan, Angkie berharap bisa membantu penyandang disabilitas dalam meningkatkan taraf hidup mereka secara sosial agar mereka bisa berbaur dengan seluruh masyarakat dalam suatu kondisi yang inklusif.