Prestasi di Tengah Halangan Teknis PON XVII Riau

Fimela Editor diperbarui 19 Sep 2012, 09:00 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Fasilitas air dan toilet yang termasuk unsur penting sempat sulit didapatkan di sejumlah venue. Para atlet pun mengeluhkan arena pertandingan yang tak memenuhi standar nasional. Belum lagi masalah teknis, administrasi dan akomodasi, yang membuat sejumlah atlet sempat dianggurkan selama 7 jam di dalam bus dan jatah kamar yang harus dipangkas hingga membuat para atlet tidur berdesakan.

Pihak penyelenggara sendiri menampik tudingan pengerjaan fasilitas dan gedung pertandingan yang belum selesai, juga mengungkapkan bahwa kendala air dan toilet sudah diselesaikan begitu ada keluhan. Menurut mereka, kalaupun ada keterlambatan pengerjaan, itu semua karena anggaran dari pemerintah yang terlambat turun. Masalah lain yang mewarnai PON kali ini adalah korupsi. Hal yang sudah sangat biasa, di mana ada proyek, di sana akan ada pula pihak yang berniat mencari keuntungan pribadi. Penyelenggara PON Riau rupanya tak belajar dari pengalaman Sea Games Palembang beberapa waktu lalu. Ya, kasus korupsi jadi begitu mudah ditebak dan ditelusuri. Kita tak akan membahas lebih jauh kendala teknis dan korupsi yang mewarnai PON. Mari melihat langsung prestasi para atlet yang berjuang dalam tiap pertandingan yang diikuti 6.515 atlet yang terbagi dalam 39 cabang olahraga. Mereka membuktikan semangat mereka membela daerah asal masih tinggi, dan berbagai kendala teknis yang sempat terjadi pun tak jadi halangan berarti untuk menelurkan prestasi.

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

Triyatno, misalnya. Lifter asal Kalimantan Timur ini tampil prima di kelas 69 kg dengan membuat angkatan total mencapai 325 kg hingga berhasil menyabet medali emas. PON kali ini merupakan ajang unjuk prestasi sebagai kelanjutan dari prestasi Triyatno sebelumnya yang berhasil mendapatkan medali perak di Olimpiade London Agustus lalu. Persaingan di cabang angkat besi sendiri berlangsung cukup ketat. Artinya, ada angin segar  dan kesempatan besar untuk membidik medali emas di SEA Games XXVII Myanmar tahun depan. Darwati adalah contoh lain atlet dengan prestasi cemerlang. Ia berhasil menjadi juara umum cabang olahraga atletik dari nomor jalan cepat 20 km putri. Atlet senior asal Jawa Timur itu memang sudah berlangganan menyabet emas. Selama 7 kali mengikuti PON, 7 kali pula Darwati menjadi juara. Atlet renang Jawa Barat bahkan berjaya di berbagai nomor yang dihelat di Aquatic Center Rumbai, Pekanbaru. Triadi Fauzi, Yessy V. Yosaputra, Ressa Kania Dewi, Glend Victor, Raina Saumi G., dan tim perenang di nomor 4 x 100 meter gaya bebas estafet putra masing-masing menyumbangkan satu emas. Jawa Barat sementara memang masih menduduki peringkat pertama daftar perolehan medali, disusul DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Semangat dan prestasi para atlet bisa jadi bukti nyata bahwa olahraga nasional masih tetap eksis. Tertutupnya kesempatan menuju kesuksesan lebih dari apa yang sudah mereka capai saat ini semata bukan karena semangat mereka mengendur, tapi karena fasilitas untuk mengembangkan bakat mereka masih terbatas. Semoga kritik membangun, juga terbongkarnya permainan dana penyelenggaraan PON Riau ini bisa benar-benar membawa perubahan olahraga nasional ke arah yang lebih baik. Ah, andai para pejabat dan pihak penyelenggara lebih memilih memanfaatkan dana secukupnya daripada menghambur-hamburkan untuk hal yang tak jelas, apalagi masuk ke kantong pribadi. Andai dana sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk menunjang bakat atlet-atlet berprestasi tersebut. Pasti masa depan cerah para atlet kebanggaan bangsa makin jelas di depan mata!