Ada Festival Film Internasional di Jakarta, Karya Indonesia "Membolos"

Fimela Editor diperbarui 04 Sep 2012, 09:59 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Di tengah dunia perfilman Indonesia yang sedang bangkit, ternyata Indonesia belum bisa menempatkan wakilnya dalam sebuah festival film internasional yang diadakan di Jakarta sejak akhir bulan Agustus hingga September nanti. Adalah International Film Festival For Peace, Inspiration, and Equality sebuah festival film internasional yang sudah berlangsung sejak tanggal 30 Agustus lalu. Festival ini digelar dalam rangka memeringati Hari Perdamaian Dunia Internasional yang akan jatuh pada tanggal 21 September nanti.

Adalah World Peace Movement, organisasi yang menyelenggarakan festival film yang mengangkat tema tentang kesetaraan dan perdamaian dunia. Nggak perlu ditanya lagi berapa banyak film yang turut serta dalam festival film ini mengingat hampir seluruh negara berpartisipasi dalam festival film ini.

What's On Fimela
3 dari 4 halaman

Next

Beberapa film dari sekitar 90 buah lebih film peserta festival akan diputar di At America, Pacific Place, Jakarta. Selama satu bulan penuh, pecinta film akan disuguhkan oleh karya-karya terbaik yang bertema perdamaian dan persamaan derajat manusia dari para sineas di seluruh dunia. Namun sayang, dari jumlah tersebut ternyata tidak ada satupun film yang berasal dari karya putra bangsa. Bahkan, sebuah film yang berjudul 40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy dihasilkan oleh seorang film maker asal Amerika. Film yang disutradarai oleh seorang psikolog asal Amerika ini merupakan film dokumenter yang bercerita tentang Indonesia pascamasa komunis pada tahun 1965-an.

Chairunnisa, seorang sutradara muda yang karyanya sudah cukup banyak diikutsertakan dalam berbagai festival film internasional mengaku bahwa film dokumenter masih kurang diminati oleh para sineas. “Sebenarnya lebih seru membuat film dokumenter. Tapi memang masih film dokumenter masih kurang peminat karena dalam hal pendanaan kita (sutradara) harus menanggung semua beban biaya sendiri. Jika tidak ingin mengeluarkan dana sendiri maka kita harus mengumpulkan dana dari para sponsor. Inilah yang akhirnya menjadi bahan pertimbangan saat akan membuat film dokumenter,” ujar perempuan yang biasa disapa Ilun saat ditemui FIMELA.com beberapa bulan lalu.

4 dari 4 halaman

Next

Sangat disayangkan memang ketika dunia film Indonesia tengah menggeliat dan menghasilkan berbagai jenis karya film, tidak ada satu karya dari Indonesia yang diputar dalam acara Film Festival For Peace, Inspirastion, and Equality. Apakah memang faktor komersil dan nonkomersil menjadi pertimbangan utama? Atau memang sudah tidak ada lagi bahan refleksi dari lingkungan sekitar yang bisa diangkat menjadi sebuah karya yang layak ditonton?