Wulan Tilaar, Berbisnis Kecantikan Tapi Minim Merawat Diri

Fimela Editor diperbarui 04 Sep 2012, 04:30 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Ritual kecantikan yang tidak maksimal…

Profesi saya yang berkecimpung di dunia kecantikan, justru berbanding terbalik dengan ritual kecantikan saya sebenarnya. Bisa dibilang keadaan saya ironis, karena memiliki fasilitas untuk merawat diri, tapi tidak dimaksimalkan. Susah sekali untuk meluangkan waktu merawat diri, sementara urusan lain banyak yang harus dikerjakan, padahal kalau mau merawat diri perlu 2-3 jam untuk tone down dan relaksasi. Walau begitu, saya selalu sempatkan facial minimal sekali sebulan atau setiap dua minggu sekali ketika kulit berjerawat. Sebenarnya saya paling suka dipijat, cuma karena waktu sering nggak memungkinkan untuk dipijat seluruh tubuh, saya biasanya memilih creambath, pijat punggung, atau pijat kaki. Ya, kadang saya sering mengasihani diri sendiri juga karena nggak bisa memiliki keistimewaan untuk berlama-lama di salon, tapi dengan hal-hal sederhana seperti itu termasuk cukuplah.

Tidak selalu anak perempuan mengikuti perawatan yang biasanya dilakukan ibunya…

Di beberapa kasus, anak perempuan biasanya “mewarisi” ritual kecantikan yang biasanya dilakukan oleh ibunya. Namun, saya berbeda. Saya sangat menyukai treatment creambath dan hair spa, bukan memaskeri rambut menggunakan minyak cemceman yang menjadi favorit ibu saya, Martha Tilaar, karena nggak menyukai baunya yang “tajam”. Dulu semasa saya kecil memang dipakaikan minyak itu untuk menyuburkan dan menghitamkan rambut dan memang hasilnya bagus. Tapi, kalau sekarang memakai itu lalu harus pergi meeting dengan klien, rasanya nggak percaya diri.

Bertarung dengan masalah kulit dan kuku…

Saya punya satu masalah khusus untuk kulit wajah, yaitu kulit kombinasi. Di area pipi normal cenderung kering, sementara di area T sangat berminyak. Untuk menyiasatinya, saya menggunakan dua jenis pelembap berbeda untuk area wajah yang bersebelahan itu. Saya juga harus rutin melakukan manicure dan pedicure karena memiliki masalah kuku yang tumbuh ke dalam dan itu sangat menyiksa bila tidak dirapikan.

Tentang make up…

Sekarang saya sedang tergila-gila dengan BB cream, karena memang Caring Colours pun juga sudah memiliki varian produk BB cream. Ternyata memang enak menggunakan itu, karena tidak berminyak, coverage-nya oke, dan tahan lama. Untuk riasan, saya tergolong bukan yang ribet karena merias wajah secukupnya saja dengan blush on, mascara, eye shadow, dan pensil alis. Pemakaian BB cream sebenarnya sangat membantu untuk merias wajah, karena tanpa foundation, warna kulit wajah sudah bisa diratakan dan meringkas pori-pori. Dengan hanya menggunakan bedak tabur pun, wajah sudah tampil segar. Senang juga memiliki produk sendiri yang sekomplit itu hahaha... Namun, saya rasanya makin nggak bisa terpisahkan dari make up karena setiap hari ada saja agenda pekerjaan yang mengharuskan saya untuk tampil rapi. Itu sebabnya, saya harus benar mendisiplinkan diri untuk rajin facial agar sel-sel kulit mati tidak terus menumpuk dan membuat jerawatan.

3 dari 3 halaman

Next

 

Saya VS Pola diet

Jujur saja, saya bukan perempuan yang terobsesi dengan bentuk tubuh sempurna sehingga harus merasa tergantung dengan diet. Sempat mempraktekkan food combining, tapi tidak berjalan lama karena saya bukan orang yang tekun. Setelah itu hingga sekarang, saya berpegangan pada mengatur makan agar tetap seimbang saja komposisinya. Dan, ketika saya merasa sudah berlebih, seperti ketika kadar kolesterol mulai naik, saya menggunakan cara andalan ibu saya yaitu minum air rebusan daun salam dan lengkuas. Kebiasaan saya untuk minum perasan air jeruk nipis dicampur air hangat di pagi hari, juga membantu menjaga kesehatan dan kesegaran tubuh.

Makan di luar…

Saya paling suka makan masakan Korea dan Jepang. Untuk di Jakarta ini, Tobak Korean Restaurant adalah restoran Korea favorit saya, sementara untuk Jepang saya suka di Sushi Ippachi. Memang tergolong restoran yang berharga cukup mahal, namun rasanya nggak pernah mengecewakan. Saya menggemari classic sushi dengan bahan yang segar, sementara kalau di restoran sushi yang lebih “mass”, hidangan sushi sudah berbentuk fushion dengan bahan tambahan yang bermacam-macam.

Body image di mata saya…

Bila dilihat dari segi fashion, saya memang tidak termasuk kriterianya. Tapi, saya selalu punya kesadaran bahwa kelengkapan anggota tubuh beserta indera yang sehat pemberian Tuhan itu harus disyukuri. I’m not the skinny woman, tapi itu nggak penting. Bukan bermaksud membela diri, tapi diberkahi kesehatan tanpa kurang suatu apapun itu jauh lebih membahagiakan bila disyukuri. Saya tidak memungkiri mau bisa kembali langsing seperti dulu karena rasanya lebih ringan, tapi keadaan saya yang sekarang tidak berkurang menyenangkannya, kok. Menjadi sehat lebih utama daripada mengejar satu figur tubuh tertentu.

Pada akhirnya, cantik itu adalah…

Ketika seorang perempuan bisa mengharmoniskan antara unsur inner dan outer. Ini bukan anggapan yang bias atau basa-basi, karena saya merasakan dan melihatnya sendiri. Dari ibu saya, lalu diturunkan ke anak-anaknya, dan kini dimasyarakatkan dalam lingkungan perusahaan, perempuan Timur harus mampu mengamalkan filosofi kecantikan seperti Dewi Saraswati, seorang dewi pengetahuan dengan empat tangan. Multirole Dewi Saraswati itulah yang menjadi simbolisme kecantikan perempuan, yaitu tangan pertama memegang sekuntum bunga, artinya perempuan tampil menarik dengan menjaga penampilan, dan tangan kedua memegang tasbih yang bermakna perempuan menjadi tiang eluarga dengan keimanannya yang kuat. Lalu, di tangan ketiga memegang sitar yang melambangkan alat komunikasi, artinya perempuan akan cantik bila bisa bertutur kata baik, sopan, dan suaranya bisa menyatukan orang, bukan menimbulkan perpecahan. Tangan terakhir yang memegang daun lontar bermakna perempuan harus memiliki kemampuan atau keahlian yang membuat kita bisa berdiri di atas kaki kita sendiri. Jadi perempuan mandiri itu harus.