Next
Andra Matin image is courtesy of Indocementawards.com
Dia.lo.gue artspace image is courtesy of chuzailiving.wordpress.com
Potato Head Pacific Place image is courtesy of threearoundatable.com
Ia adalah salah satu arsitek terkemuka negeri ini. Karya-karyanya sudah menerima banyak penghargaan dan tersebar di berbagai wilayah di nusantara. Ciri desainnya khas, membawa semangat kontemporer. Baik itu hunian, galeri, kantor, toko, hotel, sampai public space lainnya.
Laki-laki bernama lengkap Isandra Matin Ahmad yang biasa dipanggil Aang oleh kerabat dan sahabatnya ini mendirikan Andra Matin Architects di tahun 1988 dan telah mengerjakan proyek-proyek yang beragam. Sambil terus berinovasi tapi tetap konsisten maka sebuah karya akan memiliki ciri khas, begitu menurut laki-laki yang kami temui di sela-sela pamerannya “Sebuah Sekuel” beberapa waktu lalu di galeri Dia.Lo.Gue di kawasan Kemang yang juga adalah hasil karyanya.
Apa yang ingin disampaikan seorang Andra Matin dari pameran “Sebuah Sekuel”? “Sebenarnya saya ingin menyampaikan pada teman-teman arsitek, dan siapa saja bahwa banyak hal yang bisa jadi inspirasi untuk membangun sebuah konstruksi (bangunan). Tiap rumah bisa memiliki karakteristik sendiri,” jelasnya. Seperti Potato Head (Jakarta dan Bali) di mana laki-laki ini sengaja memilih potongan-potongan kayu tua yang warna aslinya dipertahankan seperti itu lalu menggabungkannya dengan elemen-elemen modern (dan kontemporer).
Untuk rumah Agus Suwage, laki-laki kelahiran 1962 ini mencoba bereksperimental. Memilih bata yang dicat hitam lalu melihat respons orang terhadap desain tersebut. Laki-laki yang juga turut mendesain Conrad Chapel di Bali itu mengaku ia dan timnya justru merasa sangat tertantang bila terlibat di proyek yang mungkin tidak bernilai terlalu tinggi namun secara kreatif begitu menantang. Ia dan timnya tetap berusaha menghasilkan sesuatu karya yang segar meski dengan sumber daya terbatas.
Ada sebuah presentasi panti asuhan yang sedang dalam tahap penyelesaian yang juga merupakan salah satu karya terakhirnya. Dalam pameran beberapa waktu lalu, panti asuhan itu dinarasikan dengan sangat gelap, divisualisasikan sama gelap dan suramnya. “Sebenarnya nggak akan jadi seperti itu. Tapi Avianti (kurator) datang pada saat beberapa bagian dari proyek itu sedang mengalami perubahan secara fisik (dinding sempat dicat dengan tanah sawah yang dicampur lem dan kemudian pewarnaan alami itu mengelupas), jadi mungkin itu atmosfir dan emosi yang dia rasakan saat itu,” Jelasnya lagi. Konsep panti asuhan itu sendiri nanti akan menjadi semacam rumah mandiri bagi para penghuninya. Mereka akan bertanggung jawab dengan rumahnya dan memiliki lahan di mana mereka bisa bercocok tanam. Unik, kan?
What's On Fimela
powered by
Next
Kami kemudian meminta lulusan Jurusan Arsitektur, Universitas Parahyangan Bandung ini untuk bercerita sedikit mengenai proyek Tanah Teduh yang sempat kami kunjungi beberapa waktu lalu. “Intinya kita ingin membuat komplek hunian yang mempertahankan elemen-elemen alami. Mempertahankan pohon-pohon yang ada, lanskap yang ada. Membuat komplek yang ramah lingkungan dengan mengumpulkan arsitek-arsitek (selain dari tim Andra Matin sendiri) yang punya visi sejalan. Menggunakan bahan-bahan yang semua diambil dari Indonesia dan tetap ramah lingkungan.”
Anehnya, laki-laki ini mengaku ia tidak begitu paham mengapa desainnya yang sebenarnya cukup identik itu menjadi sangat terkenal. Itu tidak terlalu sulit dijawab. Orisinalitas desain, garis-garis minimalis yang menjadi ciri khasnya melahirkan gaya arsitektur Andra Matin itu sendiri.
“Sederhana saja, fokus, konsisenten, dan punya karakter. Kalau punya karakter yang tetap orang akan datang karena mereka tahu karakter desain kita. Pasar kita mungkin jadi terbatas, tapi dengan fokus seperti itu kita bisa lebih dalam dengan ciri khas kita. Itu akan jadi istimewa dan terasa jiwa dari desain kita. Di situlah karakter akan menjadi kuat dan tetap akan ada orang yang mencari karakter yang kuat seperti itu,” papar peraih beberapa kali penghargaan Ikatan Arsitektur Indonesia itu saat kami tanya apa yang menjadikan seseorang arsitek yang baik.
“Saya memang menyenangi bentuk geometry yang pure. Masih terlihat jelas. Kalau kotak masih terlihat kotak. Saya mungkin bisa dianggap terlalu terjebak dengan komposisi. Saya juga selalu berusaha menggunakan sesedikit mungkin material. Setia pada tema tiap bangunan yang saya kerjakan,” jelas laki-laki ini kemudian tentang gaya desainnya.
Pembicaraan terpaksa kami tutup karena laki-laki yang mengaku bisa menemukan inspirasi untuk rancangannya ini bahkan di saat-saat yang paling aneh itu (saat sedang berada di rest room, misalnya) harus kembali melanjutkan meeting bersama timnya. Pengunjung pameran semakin ramai berdatangan sore itu, melewati meja kecil di depan bar di mana Andra Matin sedang berbincang dengan tim kecilnya –tentang salah satu proyek baru mereka. Dari meja kecil itu akan lahir karya terbaru seorang Andra Matin. Dari sekian banyak tamu yang ingin melihat rekam jejak visual karya-karyanya, mungkin akan ada yang melanjutkan keunikan dan orisinalitas seorang Andra Matin.
Andra Matin image is courtesy of Andra Matin personal Facebook account
Conrad Chapel Bali is courtesy of cgarena.com