Hari Libur Mendekat, Konsumerisme Meningkat

Fimela Editor diperbarui 16 Agu 2012, 11:59 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Tingkat konsumerisme pun bertambah seiring meningkatnya jumlah pendapatan. Makin tinggi penghasilan, makin banyak pengeluaran karena hasrat pribadi untuk meningkatkan kesejahteraan. Bank Dunia sendiri mencatat sekitar 134 juta jiwa (56%) rakyat Indonesia membelanjakan uangnya antara 2-20 USD setiap hari. Kenyataan lainnya, saat ini Indonesia berada di peringkat kedua negara paling konsumtif di dunia, dilihat dari transaksi kartu kredit yang mencapai 250 triliun/tahun, melonjak berkali lipat dari anggaran negara yang hanya 1.200 triliun/tahun.

Ribuan orang antre gadget terbaru, tiket konser ludes terjual, restoran-restoran kewalahan menerima pelanggan, dan mall tak pernah sepi pengunjung. Kalau dalam kesehariannya saja sudah seperti itu, bagaimana dengan momen-momen khusus yang terjadi di sepanjang tahun, yang mendorong tiap orang makin konsumtif? Ini tentu tak lepas dari fasilitas yang menunjang dan keuntungan-keuntungan yang ditawarkan dari budaya konsumtif itu. Berbagai media massa berlomba menginfokan tempat-tempat belanja dengan diskon gila-gilaan, pusat perbelanjaan pun tak kalah heboh menyiapkan bermacam acara menarik yang makin menarik minat masyarakat untuk berbondong-bondong datang menyerbu. “Begitulah, awalnya cuma mau lihat acara, tapi begitu sampai mall rasanya kurang kalau nggak keliling, nah lihat banyak barang diskon rasanya kurang kalau nggak beli. Intinya, tetap belanja!” aku Niken (26 tahun, IT support) yang mengaku tak tahan melihat godaan barang diskon.

Gaya hidup tinggi dianggap pula sebagai pelepas kepenatan dari rutinitas harian yang menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Konsumerisme dipilih sebagai cara satu-satunya untuk menikmati hidup, apalagi ketika berkesempatan lepas dari rutinitas membosankan selama beberapa hari. Mei Hua (29 tahun, production shift manager) pun mengaku, “Liburan panjang kali ini lumayan banget, akhirnya aku pilih trip ke Thailand bareng teman-teman. Uang THR bisa buat belanja-belanja di sana, lumayan.”

“Mbak di rumah juga mau pulang kampung. Minta gaji beberapa bulan plus uang THR, katanya buat bagi-bagi rezeki ke ponakan, terus sisanya buat beli televisi. Padahal, beli televisi itu rencana si Mbak tahun lalu, tapi uang keburu ludes untuk belanja baju!” Sisi (24 tahun, ibu rumah tangga) menceritakan pembantunya sambil geleng-geleng kepala. “Tradisi konsumerisme, nyatanya lebih berhasil menyasar semua kalangan ketimbang kampanye politik, ya!” ungkap Sisi heran.

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

 

Lama-kelamaan, konsumerisme pun akan sukses menggeser makna momen khusus, seperti hari raya. Momen yang seharusnya digunakan untuk saling berbagi saat Ramadhan berganti jadi berbelanja. Silaturahmi bersanding dengan agenda liburan panjang. Transaksi perekonomian yang jauh melebihi anggaran pribadi mengalahkan makna dari hari raya itu sendiri.

Liburan panjang inilah puncaknya. Dan yakin, masing-masing dari kita sedang membuat rencana akan membeli ini-itu, berkunjung ke sana-sini, menikmati momen paling membahagiakan yang sudah ditunggu jauh-jauh hari. Berapa pun biaya yang dikeluarkan, anggaplah sebagai bonus untuk diri sendiri yang sudah lelah bekerja. Besok masih bisa mulai menabung lagi untuk libur panjang tahun depan. Atau, kalau ada konser seru atau barang baru, bolehlah menabungnya ditunda bulan berikutnya lagi, dan lagi. Kan, masih bisa mengandalkan uang THR atau bonus tahunan. Ya atau tidak? Sebelum menjawab, hitung dulu perkiraan kenaikan pengeluaran pribadimu bulan ini. Tak jadi masalah, atau barangkali malah akan berpikir dua kali untuk mengurangi pengeluaran yang kira-kira tak terlalu penting?