Maksudnya mencintai itu bukan cuma mengaku cinta, tapi melakukan segala sesuatu agar cinta terus membara terhadap pilihan itu. Misalnya memilih jadi copywriter, nah tunjukkan pada dunia bahwa pilihan ini memang datang dari hati. Caranya? Baca buku tentang copywriting, iklan, proses kreatif para dewa periklanan, lihat iklan pemenang award di ajang dunia. Belajar menulis, bicara bahasa INDONESIA dengan sungguh-sungguh, kenali lekuk likunya. Kalau sering bikin iklan bahasa Inggris, pelajari bahasanya sampai lancar. Itu modal jadi copywriter. Yah, ibarat buka restoran masakan Padang, nasinya harus pulen, nggak boleh basi, rendangnya musti enak.
Saya jadi ingat pada Intan. Ia melamar dan diterima sebagai desainer grafis di majalah kami. Ternyata ketika bekerja, Intan justru keasyikan membaca tulisan ketimbang merancang tata letaknya. Kesukaannya ini membuat banyak halaman tak selesai digarap. Tak ada pilihan lain, saya harus membahas soal ini dengan Intan. Dari omong-omong kami, ternyata Intan suka dan bisa menulis. Dan ini membuat saya pada keputusan: menawari Intan jadi penulis. Ini bukan hal mudah, karena kalau Intan tak tumbuh di posisi baru, saya pasti ditegur. Ternyata, Intan langsung bersinar dan jadi motor utama di majalah kami saat itu. Setahun kemudian Intan sudah jadi senior editor. Dan ia semakin cemerlang: dalam waktu singkat menjadi pemimpin redaksi majalah! Intan membuktikan: ketika menemukan cinta, dan mencintai pilihan dengan sungguh, segala sesuatunya berjalan sempurna. You SHINE!
Cerita Indra lain lagi. Ketika bergabung di kantor kami, lulusan SMP ini bekerja sebagai office boy, kurir, tukang menyiapkan minuman. Sungguh jauh dari pekerjaan idamannya: art director. Tetapi itu bukan alasan untuk mengubur cita-cita. Sebaliknya, Indra melihat pekerjaannya saat itu sebagai jendela menuju cintanya. “Kantornya sudah bener, cuma ilmunya yang belum ada nih, Mbak!” katanya. Jadi, dalam rangka mencari ilmu yang akan dipakai untuk mengejar cita-cita, Indra selalu menyediakan diri membantu art director kami ketika tugas rutinnya sudah selesai.
Awalnya ia membereskan file, bersih-bersih. Lama-lama –karena ngotot minta pekerjaan terus dan art director tak punya asisten—Indra boleh pegang komputer, belajar photoshop, cropping foto. Di hari-hari pertama, semua sakit kepala: baik yang memberi maupun yang menerima perintah. Tapi semangat Indra memang keterlaluan besarnya. Sebentar saja, ia sudah bisa menata halaman dengan desain sederhana. Lama-lama, Indra sudah bisa dilepas mengerjakan buklet. Indra tahu, latihan itu bagus, tetapi punya ilmu yang tepat lebih baik lagi. Indra memutuskan untuk menamatkan SMA-nya lewat sekolah malam. Kemudian meneruskan dengan kursus desain grafis. Bahwa itu membuat uangnya habis dan terpaksa tidur di kantor, bukan masalah.
Pada suatu hari, Indra menemui saya. Ia mengajukan surat pengunduran diri menyusul tawaran pekerjaan yang baru ia terima: jadi art director di sebuah perusahaan penerbitan bergengsi. Pilihan saya cuma satu: melepasnya terbang lebih tinggi. Sayapnya sudah cukup kuat untuk itu.
Seperti Intan dan Indra, dalam bekerja kita punya pilihan: bertahan di pekerjaan yang ada di tangan, atau dengan segala daya mengejar pekerjaan idaman. Dan setelah itu pilihan datang lagi: memelihara cinta dengan sungguh agar bisa bercahaya, atau menganggapnya sebagai pemberian yang bisa tumbuh sendiri tanpa usaha.
Ingat, pilihan ada di tangan kita. Selalu.
QUESTION OF THE DAY:
Adakah kamu memilih pekerjaan dengan cinta? Seberapa besar cintamu pada pilihan ini?
- Tugas macam apa yang kamu ambil: yang gampang atau yang menantang dan membuat kita belajar hal baru?
- Buku apa yang sudah dibaca sehubungan dengan pekerjaan tercinta?
- Training apa yang sudah diambil agar semakin piawai?