Next
“Cuti†diet
Begitu selesai di fase kedua dan masuk ke fase ketiga, saya hanya menjalaninya beberapa hari lalu kembali ke fase satu dengan alasan belum mencapai berat badan yang saya inginkan. Makanya, saya memilih untuk kembali ke fase pertama agar penurunan berat badannya cepat. Saya kembali hanya mengasup protein tanpa tambahan makanan lain. Namun berbeda dengan saat awal dulu menjalani fase pertama, di tahap ini saya kurang disiplin menjalani fase satu. Saya masih memperbolehkan diri saya untuk makan kue-kue yang dulu sangat dijauhi, walaupun kadarnya hanya mencicipi sesuap dua suap. Kelonggaran saya dalam hal makan ini, untungnya nggak banyak berpengaruh pada kenaikan berat badan.
Bersamaan dengan menjalani fase satu ini, saya merasa kelelahan bekerja hingga merasa membutuhkan liburan dan keluar dari rutinitas, hingga akhirnya bersama teman-teman memutuskan pergi berlibur sejenak ke Bandung. Di kota inilah drama diet saya terjadi. Pertahanan saya dengan pantangan diet sedikit demi sedikit melemah. Menurut saya, melihat godaan cupcake atau cemilan modern lainnya masih mudah untuk dihindari karena toh saya masih punya waktu lain untuk menyantapya kalau nanti sedang nggak diet lagi. Tapi, ketika melihat jajanan pasar khas Indonesia, itu lebih susah ditolak dan lebih menggoda. Di Bandung dan dengan hawa dingin bercampur liburan, saya “bertemu†dengan jajanan pasar khas Nusantara yang semuanya enak untuk mata dan mulut. Tanpa banyak berpikir, saya pun “memberanikan†diri untuk makan klepon, cenil, dan panganan kecil asli Indonesia lainnya dengan nikmat, apalagi juga mendapat dukungan dari teman-teman untuk nggak ragu-ragu menyantapnya.
Setelah jajan pasar, godaan belum selesai. Saya beranjak ke sebuah tenda yang ternyata isinya menjual berbagai macam menu sarapan khas Indonesia semacam Lontong Sayur, Bubur Ayam, Nasi Uduk, dan Nasi Kuning yang semuanya karbohidrat. Untungnya saya masih bisa menggunakan akal sehat dengan memilih hanya satu menu untuk disantap, yaitu Nasi Kuning. Dengan pertimbangan, menu itu yang paling saya inginkan, komposisinya nggak padat seperti lontong, dan rasanya paling ngangenin dibanding Nasi Uduk.Saat saya menyendokkan Nasi Kuning ke mulut, di situlah resminya diet saya libur, karena setelah dua bulan nggak makan nasi sama sekali, saya menyentuh nasi lagi.
Next
“Saya kalah”
Saya pun mengakui kekalahan saya dengan mem-posting status di Twitter, menyatakan bahwa saya kalah karena “menyerah” pada Nasi Kuning, meskipun sebenarnya seporsi nggak saya habiskan semua. Sambil menyendok nasi, saya memang masih bisa menikmati Nasi Kuning itu, tapi sudah menduga kalau berat badan saya pasti akan naik banyak. Ternyata benar, setelah pulang ke Jakarta dan langsung menimbang, liburan semalam itu membuat berat badan saya naik nyaris satu setengah kilogram. Kenaikan berat badan itu sontak sempat membuat saya stress dan sedikit panik. Saya lalu diingatkan oleh teman sesama pengikut Diet Dukan kalau stress bisa mempengaruhi metabolisme tubuh dan membuat berat badan cepat naik turun.
Ya, harus diakui memang saran itu benar, makanya saya kembali menenangkan diri menjalani fase pertama untuk menurunkan berat badan yang sempat naik ini karena liburan tersebut. Untunglah, berat badan saya kembali stabil dan kembali di total penurunan berat badan yang sudah saya capai sebelumnya yaitu 8 kilogram. Perjalanan libur saya ke Bandung memang hanya satu malam, tapi drama dietnya benar-benar menantang!