Next
Bekerja di airline asal Timur Tengah, banyak ceritanya
Di balik keberhasilan Emirates Airline di Indonesia selama 20 tahun terakhir ini, berdiri seorang sosok perempuan energik dan riang yang turut berperan sebagai penentu keberhasilan maskapai besar asal Timur tengah ini.
“Saya bergabung di Emirates pada 5 Agustus 1992 tanpa ada induction sama sekali tentang produk penerbangan yang harus saya jual. Proses induction itu mencakup datang berkunjung ke kotanya, melihat heritage yang menjadi andalan pariwisatanya, hingga bertemu dengan orang-orang terkait, agar bisa melihat dan merasakan sendiri kota yang akan dipasarkan. Sementara, saya harus menerangkan kepada orang di Indonesia untuk terbang ke Dubai dengan penerbangan seperti Emirates yang saat itu belum dikenal. Dubai dulu belum sebesar sekarang dan saya sendiri pun belum pernah ke sana. Dulu orang hanya tahu Abu Dhabi karena dilewati maskapai yang sudah familiar seperti Garuda Indonesia. Di tahun pertama “berjualan” rute penerbangan Emirates ke berbagai travel agent, saya menjual produk yang saya sendiri nggak tahu bagaimana, hanya berbekal kemampuan saya memasarkan, maka dijalani saja.”
“Pengenalan rute penerbangan awalnya hanya mempertontonkan video tentang Dubai, lalu berinovasi dengan membuat joy flight sehingga para agen perjalanan merasakan langsung bagaimana enaknya pesawat kami, termasuk mendapatkan pengalaman merasakan personal video system (PVS) ke semua penumpang bahkan untuk kelas ekonomi. Ujian yang juga dilewati oleh maskapai Timur Tengah seperti Emirates adalah ketika pascakejadian 9/11 dimana adanya kekhawatiran bahwa penerbangan Timur Tengah akan terganggu. Kenyataannya, rute ke New York kami tetap diminati, jumlah kursi yang terjual bagus, dan penumpang diperlakukan dengan baik di Amerika. Itu mematahkan mitos bahwa peristiwa tersebut berefek negatif untuk maskapai rute Timur Tengah.”
Pengalaman membuahkan mata elang
Pada 5 Agustus tahun ini, perempuan bergaya bicara cepat ini genap 20 tahun berkarier di Emirates. Dengan durasi berkarier sepanjang itu, Ilonka mampu merekam bagaimana pola bepergian warga Indonesia berubah seiring dengan makin berkembangnya dunia online dan bermunculannya maskapai berbiaya murah.
“Dulu, konsumen Indonesia mendapat julukan sebagai late booking market, karena terbiasa bepergian hanya ke negara-negara dekat yang nggak membutuhkan Visa. Lama-kelamaan hingga sekarang, calon penumpang dari Indonesia semakin lihai untuk mencari harga tiket murah dengan memesan tiket dari jauh-jauh hari secara online dengan adanya low cost carrier seperti Air Asia atau Value Air dan mulai familiar dengan sistem booking online. Perencanaan jauh-jauh hari yang sekarang terbentuk ini juga karena traveling behavior orang Indonesia yang suka bepergian ramai-ramai sehingga travel package yang ditawarkan di sini selalu laku.”
“Ketika harus bepergian dalam sebuah grup, maka mereka harus mulai mencocokkan jadwal dan mulai mencari paket liburan dari minimal 6 bulan sebelumnya. Makanya, perlahan tapi pasti sifat traveler Indonesia berubah menjadi plan ahead dan cost conscious, dan itu menyenangkan sebenarnya bagi kami yang berkiprah di dunia maskapai karena kami bisa membaca pola bepergian konsumen dan menentukan peak season. Menjual paket perjalanan ke group traveler Indonesia selalu menyenangkan, karena orang-orang kita berani mencoba ke daerah tujuan yang bervariasi seperti Serbia, Sarajevo, Dubrovnik, dan berbagai negara variatif lainnya. Makanya ketika Emirates menawarkan rute baru, pasar di Indonesia selalu memberikan respon yang menyenangkan.”
Next
Pekerjaan dengan nilai plus yang banyak
Ilonka mengaku malu dan nggak bangga bahwa dia lebih banyak mengunjungi negara di kawasan Timur Tengah daripada negerinya sendiri, karena trafik pekerjaannya yang tinggi di area seperti itu. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, perempuan yang berlatar belakang keluarga bekerja di bidang wisata perjalanan ini, mengaku bahwa pekerjaannya memang menyenangkan.
“Setiap orang yang bekerja di dunia traveling, pasti senang jalan-jalan. Untuk saya, traveling adalah melihat hal baru untuk kemudian menjadi bekal saya berjualan. Seperti saya yang sudah pernah merasakan ke Los Angeles, Kroasia, atau Copenhagen dan bisa menceritakannya secara lebih aktual ke travel agent atau staf saya karena sudah mengalaminya langsung, yang kemudian bisa berguna untuk pekerjaan saya. Efeknya, ketika menceritakan perjalanan ke sebuah negara ke orang yang sebenarnya nggak ingin pergi, ketika diceritakan dengan lebih nyata dan meyakinkan, maka bisa lebih persuasif dan akhirnya menjual. Seringnya saya traveling, kegiatan ini masih sangat menyenangkan, bahkan untuk ke Dubai sekalipun yang sudah nggak terhitung lagi seberapa seringnya. Saya berusaha menghargai apa yang saya kerjakan ini dengan menempatkan posisi saya sebagai orang yang belum pernah ke Dubai. Rasanya sangat nggak pantas kalau saya melontarkan kata bosan untuk bidang pekerjaaan saya sendiri.”
Next
Dinamisme bekerja di bidang wisata perjalanan
Melihat pekerjaan Ilonka yang seolah dekat dengan globe dunia, sama dengan pekerjaan lain, sebenarnya juga mempunya sisi lain yang kurang enak dan membutuhkan trik khusus untuk melewati hambatan yang ada.
“Bekerja di bidang jasa, pasti pernah menghadapi penumpang atau travel agent yang nggak semuanya baik dan susah puas. Di tahun 1998, Emirates pernah mendapatkan penghargaan Airline of the Year yang merupakan kebanggaan bagi kami untuk sebuah maskapai penerbangan Timur Tengah mendapatkan itu. Tapi, kami nggak bisa berbangga lama-lama karena dengan adanya penghargaan seperti itu, kesalahan sekecil apapun bisa dibesar-besarkan. Padahal, kejadian-kejadian seperti pesawat terlambat, masalah teknis, sampai adanya delay yang dikeluhkan itu, bisa terjadi pada airline manapun, bahkan yang terbagus sekalipun, karena masalah-masalah itu disebabkan oleh banyak faktor. Pelajaran yang saya petik ketika menghadapi masalah seperti itu selama ini adalah, kita memang nggak bisa berbuat apa-apa pada waktu kejadian, tapi bagaimana kita sebagai staff penerbangan harus bisa menghadapi dan melayani penumpang yang sedang kecewa, marah, atau lelah dengan baik.”
“Masa susah seperti itu untungnya selalu bisa terlewati dengan baik berkat tim kerja yang baik dan solid. Seperti saat masalah Gunung Merapi di tahun 2010 yang menyemburkan abu vulkanik sampai Jakarta, hingga membuat pesawat kami nggak bisa terbang. Kejadiannya bersamaan dengan jadwal keberangkatan grup Haji. Sempat melewati dua hari yang tegang menunggu perkembangan cuaca sambil melayani keluhan dari pihak agen perjalanan, para calon Haji akhirnya bisa berangkat. Masalah nggak langsung selesai begitu saja, karena kami seluruh tim Emirates harus turun ke bandara mengurus proses validasi ulang tiket dan paspor, kemudian menyelesaikan urusan akomodasi yang kami sediakan kepada penumpang saat mereka tertahan di Jakarta nggak bisa berangkat sesuai jadwal. Saya jujur nggak pernah se-stress itu selama bekerja, bisa dibilang itu masa terberat. Tapi kalau dilihat sekarang, kejadian itu terasa manis dan bisa disyukuri karena diselesaikan dengan kerja tim yang kompak.”
Sebelum wawancara berakhir, Ilonka yang gila traveling mengatakan harus menyempatkan waktu tahun ini untuk pergi ke Afrika, karena penasaran dengan keindahan alam benua tersebut.
“Saya kira saya sudah melewati banyak hal selama traveling, tapi kalau baca buku Trinity, ternyata dia punya pengalaman traveling yang lebih gila lagi!,” pujinya.