Next
Bagi Trinity, Filipina adalah Indonesia versi kecil. Sama-sama negara kepulauan, tapi akses untuk bertualang dari satu pulau ke pulau lainnya terbilang jauh lebih mudah dibandingkan Indonesia. Transportasi, baik udara maupun laut, bisa dibilang cukup mewah dengan fasilitas dan pelayanan yang oke, dan yang paling menggiurkan, murah meriah! Sekali perjalanan menggunakan pesawat, misalnya, cuma menghabiskan dana sekitar 2 sampai 3 ratus ribu rupiah, juga ketika harus naik kapal feri dan perahu untuk menyeberang dan jelajah pulau, nggak ada yang nggak terjangkau.
Sebagai pencinta laut dan diving, Filipina disebut Trinity sebagai surga. Banyaknya pulau dengan pemandangan laut beragam dan jernih membuat liburannya sangat istimewa dan berkesan, karena itu ia juga memberi rekomendasi untuk mencoba menjelajah pulau demi pulau Filipina, tentunya tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam, Fimelova.
Walaupun menawarkan liburan seru dengan berbagai pemandangan eksotis, dan pastinya murah, sampai sekarang Filipina belum ramai jadi daerah tujuan wisata orang Indonesia. “Kalaupun ke Filipina, kebanyakan hanya berhenti di Manila. Padahal, Filipina juga kaya pulau dan tempat-tempat bersejarah,” sambung Trinity. Sebagai negara bekas jajahan Spanyol, masyarakat Filipina memang terkenal sangat melindungi dan merawat peninggalan sejarah mereka, sehingga ketika berkunjung ke salah satu tempat bersejarah, seperti Vigan, kamu akan merasa benar-benar kembali ke masa lampau.
Banyak yang bisa diceritakan, tapi kali ini Trinity akan berbagi cerita perjalanan serunya di Pulau Coron dan Camiguin, apa lagi yang dinikmatinya kalau bukan berbagai wisata laut dan danau.
What's On Fimela
powered by
Next
Dari Manila Trinity memilih menggunakan jalur udara sampai Bandara Busuanga yang memakan waktu sekitar 45 menit, lalu dilanjutkan dengan jalur darat untuk sampai ke Coron, sebuah pulau kecil yang hanya memiliki satu jalan utama. Tinggal selama seminggu di Coron, Trinity pun langsung mencari penginapan, dan pilihan jatuh pada sebuah penginapan yang dibangun di atas laut tenang, mirip rumah panggung terapung.
Petualangan pun dimulai. Untuk mengunjungi beberapa pulau terdekat di kepulauan yang terkenal dengan pemandangan laut kapal-kapal karam korban Perang Dunia II itu, Trinity memilih banca atau perahu bercadik yang disewanya seharian penuh, sudah plus tiket masuk dan makan siang.
Danau Kayangan jadi tujuan pertama. Untuk sampai ke sana memang membutuhkan perjuangan karena harus mendaki anak tangga di tebing curam, tapi semua terbayar lunas ketika ia menyaksikan langsung pemandangan danau yang istimewa dengan permukaan air biru muda jernih, sampai bebatuan di dalamnya yang terlihat sangat jelas. Jalan-jalan berlanjut ke Twin Lagoon, yaitu Danau Ganda di pinggir laut yang dikelilingi tebing. Uniknya, kedua danau itu dihubungkan oleh sebuah terowongan bawah air. Kalau bisa berenang, mungkin kamu bisa melewatinya.
Pulau Malcapuya adalah tujuan Trinity berikutnya. Menghabiskan waktu sekitar dua jam untuk sampai ke sana dengan banca, lagi-lagi semua terbayar dengan pemandangan pantai yang sangat luas plus pasir putihnya yang superhalus dan bersih.
“Setidaknya ada 15 kapal Jepang karam di dasar laut di sekitar Pulau Coron, itulah yang membuat tempat ini masuk dalam scuba diving terbaik di dunia versi majalah wisata,” Trinity lanjut bercerita. “Meski bukan penggemar wreck diving, aku nggak mau melewatkan kesempatan emas untuk menikmati situs wreck diving itu, apalagi paket menyelam relatif jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia, sekitar 6 ratus ribu rupiah, sudah termasuk menyelam tiga kali, makan siang, pemandu, dan biaya sewa alat serta kapal,” kenang Trinity.
Trinity melakukan pemanasan di Danau Barracuda. Seperti apa rasanya diving di danau? Kalau penasaran, kamu harus coba sendiri sensasinya. Setelah pemanasan, wreck diving yang pertama dikunjungi Trinity adalah bangkai Olympia Maru, kapal kargo tentara Jepang sepanjang 120 m, kemudian Tangat Wreck yang menyimpan kapal sepanjang 140 m, dan terakhir East Tangat Gunboat, kapal pemburu kapal selam sepanjang 35 m. Berendam di Maquinit Hot Spring adalah ritual terakhir Trinity sebelum meninggalkan Coron dan kembali ke Manila. Pemandian air panas ini terletak di tepi laut.
Next
Kembali ke Manila bukan berarti jalan-jalan berakhir. Dari sana, Trinity lanjut terbang ke Cagayan de Oro, kota terbesar ketiga Filipina, lalu naik feri selama 2 jam perjalanan menuju Camiguin. Masih dengan heran ia mengungkapkan, “Feri yang kutumpangi berkapasitas 200 penumpang, lengkap dengan pendingin ruangan dan televisi. Sebelum berangkat, awak kapal bahkan memperagakan prosedur keselamatan seperti kru di pesawat terbang, ditutup dengan doa bersama ala Katolik!”.
Berkeliling Camiguin, Trinity memilih menyewa kendaraan sekitar 3 ratus ribu rupiah per hari, supirnya sekaligus jadi pemandu perjalanan. Stations of Cross di lereng Gunung Old Volcano jadi pemberhentian pertama. Trinity menjelaskan, “Ritual Jalan Salib dengan 14 pemberhentian dilakukan umat Katolik di sini. Atmosfer spiritual makin terasa di Sunken Cemetery. Sejarah makam ini bisa dilacak pada tragedi letusan Gunung Daan tahun 1871 yang menyapu dan menenggelamkan sejumlah makam. Untuk menandai lokasinya, dibuatlah patung salib di tengah laut tahun 1982. Tiap tahun penduduk lokal merayakan hari panen di lokasi ini untuk menghormati arwah para leluhur. Erupsi Gunung Daan juga menghancurkan Gereja Guiob yang dibangun bangsa Spanyol pada 1697 di Desa Bonbon. Yang tersisa sebagian tembok berlumut.”
Di daerah Bura, yang jadi tujuan berikutnya, Trinity menemukan kolam berisi air soda! “Airnya seperti soda, bergelembung, kalau dirasakan seperti minum plain soda, jadi ketika berenang rasanya seperti tercebur di kolam Sprite,” ungkap Trinity. Dari sana, lanjut ke kolam lain, kali ini Sto. Niño Cold Spring. Kolam renang segi empat dengan kedalaman 1,5 m ini dinginnya bukan main. Trinity mengibaratkannya seperti lelehan salju. Masih bersemangat, ia mengunjungi Katibawasan Fall, air terjun setinggi 70 m, diakhiri dengan berendam lagi di Ardent Hot Spring, kolam air panas bersuhu 40° C yang airnya berasal dari Gunung Hibok-Hibok.
Selesai tur keliling kolam, Trinity nggak menyia-nyiakan waktu dengan merencanakan beberapa penyelaman. Penyelaman pertama di Old Volcano yang terletak persis di kaki Gunung Old Volcano dengan objek pilar-pilar nggak beraturan dari lava bekas letusan gunung. Di sini Trinity menemukan banyak makhluk laut superkecil. White Island jadi salah satu tujuan wisata andalan Camiguin, pulau ini sama sekali nggak ditumbuhi tanaman dan hanya didominasi warna putih pasirnya. Di sinilah tempat penyelaman berikutnya yang menyimpan harta karun terumbu karang dan ikan, dan sudah tampak jelas hanya dari kedalaman 15 m. Kebetulan White Island letaknya berseberangan dengan tempat Trinity menginap. Pulau Mantigue jadi tujuan terakhir Trinity. Berbeda dengan pulau lainnya, pulau ini sangat dijaga kelestariannya, para penyelam wajib membayar tiker masuk dan nelayan dilarang memancing di batas yang sudah dibuat penduduk sekitar.
“Masalah bahasa nggak perlu dikhawatirkan karena semua orang Filipina lancar berbahasa Inggris. Satu lagi, di luar wisata lautnya yang luar biasa, Filipina termasuk ‘penjual’ alkohol termurah di dunia, pas untuk pencinta alkohol. Berbagai macam label dijual murah di sana. Masyarakat Filipina yang memang American minded juga menyediakan berbagai buku terbitan Amerika, jadi banyak banget judul yang bisa kamu temukan dengan harga yang juga murah. Pokoknya wisata murah, fun, dan lucu, ya di Filipina,” Trinity mengungkap sederet kelebihan Filipina. Padahal,masih banyak cerita yang tertinggal tentang Filipina yang belum sempat Trinity ceritakan, so kamu bisa bereksplorasi sendiri dan berbagi cerita pada kami, Fimelova!