Dr. Grace Judio-Kahl: Belasan Tahun Menanti “Anak Mahal”

Fimela Editor diperbarui 27 Mar 2012, 09:30 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Nama dokter yang satu ini identik dengan problem penurunan berat badan. Grace Judio memang pendiri sekaligus konsultan di LightHOUSE dan SHAPE INDONESIA, sebuah klinik penurunan berat badan di Jakarta. Namun, siang itu,  FIMELA menjumpainya karena ingin menanyakan kabar seputar kehamilan anak pertamanya di usia yang boleh dibilang nggak lagi muda, 38 tahun.

“Saya memang pada dasarnya cuek, nggak peduli omongan orang; sudah menikah lama tapi kok belum punya anak juga. Saat itu, saya memang menomorsatukan karier. Akibatnya,  pada saat masih muda dulu saya seringkali tidak menyelesaikan berbagai macam terapi untuk memiliki anak. Misalnya, waktu itu, saya pernah menjalani terapi hormon. Di saat seharusnya saya balik lagi ke dokter kandungan, saya malah sudah punya janji konsultasi dengan pasien saya,” tutur Grace soal penyebab yang membuatnya tak kunjung memiliki buah hati. Jadi, sebenarnya Grace tak memiliki masalah dengan tingkat kesuburan atau fertilitas. Selain itu, sang suami, Tilo Kahl yang berkebangsaan Jerman, ternyata juga  cuek tentang urusan memiliki keturunan ini. ”Dia tidak pernah mem-push saya untuk segera berpikir memiliki anak.” Ikatan cinta Grace dan Tilo telah terjalin lebih 12 tahun. Mereka bertemu pada 1999 di Bali. Namun hingga 2011, mereka belum dianugerahi keturunan.  Maka Grace berpikir sejalan dengan bertambahnya usia, jumlah telur dalam tubuh wanita tentunya akan mengalami penurunan. Selain itu, enam tahun yang lalu, Grace juga pernah mengalami kasus hamil di luar kandungan, sehingga 1 buah tubanya sudah diangkat. “Maka, ketika saya memutuskan untuk memiliki anak, saya tahu dirilah, kayaknya lewat program normal, kondisi tubuh saya  sudah susah, usia juga nggak muda lagi. Saya pun memutuskan menjalani program bayi tabung,” ujar Grace, yang meraih gelar Master of Neuroscience & Behaviour Science di University of Tuebingen, Jerman.

3 dari 4 halaman

Next

 

Rela Nggak Praktik

“Saya memilih menjalani program bayi tabung ini di Surabaya agar bisa konsentrasi sehingga berhasil. Karena, jika melakukannya di Jakarta, pasti gagal lagi karena saya pasti masih memikirkan pekerjaan. Jadi, sengaja saya libur praktik selama s agar bisa fokus. Program bayi tabung yang saya jalani ini di bawah pengawasan Dr. Oki, seorang androlog yang cukup berpengalaman.” Program bayi tabung ini dimulai Grace pada 2010, selama 1 bulan dievaluasi dengan memakai long protocol. Dilihat telurnya lalu distimulasi selama 1 bulan. “Selama program tersebut, saya bolak-balik terbang Surabaya – Jakarta. Lalu, suntik sendiri beraneka macam obat untuk membuat telur cepat besar. Ketika telur sudah besar, diambil lalu disimpan.

Saat diterapi pertama, saya sempat stay di Surabaya selama 3 minggu dan tidak berani bergerak. Seharian lebih banyak tidur. Tapi akhirnya, terapi pertama itu gagal.” Lalu, Grace sempat kehilangan passion lagi untuk memiliki anak. Ia mulai sibuk lagi dengan pekerjaannya sebagai dokter untuk masalah penurunan berat badan. “Saya sampai di satu titik harus memilih antara pekerjaan atau bayi. Lalu, pada 2011, saya mulai berpikir, umur saya terus bertambah, tidak bisa lagi menunda punya anak, berisiko tinggi bila saya baru hamil di usia 40 tahun. Selain itu, kasihan juga nanti anaknya, karena saya dan suami sudah keburu tua,” ujar Grace sambil tertawa. Akhirnya Grace mencoba lagi program bayi tabung untuk kedua kalinya. Maka, telur yang telah dibekukan pun diproses kembali. Akhirnya dari 22 telur beku, yang bisa dipakai hanya 5. Dan akhirnya yang berhasil dimasukkan ke dalam kandungan Grace hanya 3 telur. “Namun, sejalan dengan bertambahnya usia kandungan, akhirnya yang jadi cuma 1. Maka, saya merasa, anak yang saya kandung ini “anak mahal” karena harus melalui berbagai proses sulit untuk mendapatkannya. Dan saya juga merasa dari sejak masih berupa telur, anak saya ini nantinya akan punya daya juang yang tinggi. Suami saya senang sekali dengan kehamilan ini, apalagi calon bayi kami berjenis kelamin lelaki,” urai Grace sembari menebar senyum.

4 dari 4 halaman

Next

 

Trik  Langsing Saat Hamil

Di kehamilannya yang menginjak 32 minggu, tubuh Grace Judio-Kahl secara keseluruhan tetap terlihat langsing.  Berat badannya pun cuma naik 8,5 kg. “Banyak orang mengira saya berdiet ketat, padahal saya tetap makan seperti biasa. Pada 3 bulan pertama, bahkan saya mabok berat, mual pada aroma wewangian dan sering muntah. Kondisi ini terjadi karena level HCG saya tinggi sekali,” Grace yang seorang dokter ini pun menjelaskan secara teoritis kondisi kehamilannya. Namun, karena Grace sangat paham dengan kondisi tubuhnya , ia pun tidak panik dengan kondisi tersebut. “Pada 3 bulan pertama adalah masa genetic printing. Tubuh kamu sebenarnya akan memberi tahu bahwa pada saat ini jangan sampai ada zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh, supaya janin bisa berkembang sempurna. Maka, bila pada 3 bulan pertama, kamu mengalami mual, mabok, muntah itu wajar karena HCG di dalam tubuh tinggi.”  

Grace juga tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa wanita hamil harus makan lebih banyak daripada biasa. “Tubuhmu akan memberi sinyal pada saat kelaparan. Jadi, jika kamu ingin tetap langsing di saat hamil, mudah saja. Caranya, amati sinyal tubuhmu saat kelaparan, misalnya: perut berbunyi, kepala pusing. Nah, makanlah di saat kamu lapar. Jangan ngemil karena lapar mata, tapi ngemil lah di saat kamu merasa lapar,” papar Grace yang mempelajari bidang weight control & obesity consultant  di The University of Sydney, Australia.

Di saat kehamilan 32 minggu ini, Grace pun tetap bisa mengontrol berat tubuhnya. Bahkan, dokter kandungan  menyatakan kondisi janinnya sesehat dan sebesar janin usia 34 minggu. “Jadi, selama hamil, makanlah sewajarnya, tidak perlu berlebihan. Memang, kamu juga wajib memerhatikan asupan nutrisi bagi calon bayimu,”  pesan Grace pada Fimelova yang ingin menjalani kehamilan dengan sehat.