Popzzle, Kembalikan Keceriaan Anak-Anak Indonesia Lewat Lagu

Fimela Editor diperbarui 23 Mar 2012, 05:29 WIB
2 dari 5 halaman

Next

Kapan terakhir kali kita mendengar lagu khusus anak-anak yang enak didengar? Bisa dibilang, sudah lama sekali anak-anak nggak mendapatkan hiburan yang sesuai dengan usia mereka. Berawal dari kecenderungan itulah, pencipta pop group ini, Willy Priyoko dan Renny Siregar, mengadakan audisi untuk mencari orang dewasa yang bisa bernyanyi dan menghibur anak-anak sehingga bisa menghidupkan lagi industri musik anak-anak yang sudah mati suri. Nekatkah ide seperti ini di tengah gempuran musik ala boy/girlband?

“Bukan mau melawan arus musik mainstream sekarang, tapi kami ingin memberikan alternatif kepada anak-anak agar mereka punya lagu sendiri. Visinya, Popzzle ingin mengajak anak-anak untuk bermain, bergembira, dan bernyanyi. Makanya, kemasan Popzzle bukan hanya sekadar show nyanyi, tapi keempat personilnya juga mengajak anak-anak main, sehingga visi edukasinya bisa tersampaikan dengan cara menyenangkan,” urai Renny.

Dikhususkan untuk anak-anak, Popzzle dikemas riang, ceria, fresh, karena mereka dibentuk untuk berkomunikasi dengan anak-anak yang pasti harus berbeda seperti bicara ke orang dewasa. Itu sebabnya, Popzzle dikerjakan secara serius saat masa workshop di awal pembentukan, seperti pelatihan public speaking, story telling, hingga melibatkan psikolog Najeela Shihab untuk mengasah insting mereka terhadap anak-anak.

What's On Fimela
3 dari 5 halaman

Next

 

“Kami nggak bilang boyband atau girlband yang ada sekarang jelek, tapi kami ingin memberikan alternatif lain. Kami pun bisa disebut boy/girlband, tapi khusus untuk anak-anak. Seperti kalau dari luar negeri ada grup Hi-5 atau Big Time Rush yang dibawakan oleh orang dewasa tapi khusus untuk anak-anak, dimana sebelumnya pernah ada di Indonesia,” lanjut Renny.

Lalu, bagaimana bisa tumbuh rasa cinta terhadap anak-anak kalau anggota Popzzle secara teknis belum punya anak? Masing-masing dari mereka ternyata punya pengalaman sendiri-sendiri dalam menghadapi anak kecil. Seperti Natalia yang sudah terbiasa menghadapi keponakannya sejak lahir hingga berusia 7 tahun dan Andra yang bisa lebih mudah mendekati anak-anak di sekitar lingkungannya, sehingga menganggap audisi Popzzle itu sebagai sebuah tantangan yang menyenangkan dan membuat mereka terpilih dari 35 finalis. Lain dengan Sarah yang insting menyukai anak-anaknya terasah sejak workshop dan Ian yang sebelum berkarier di Popzzle adalah pengisi suara acara anak-anak, salah satunya adalah “Jalan Sesama”, sehingga sudah mengantongi pengalaman untuk menghibur audiens dari kalangan anak-anak.

Itulah sebabnya, berdasarkan pengalaman atau keahlian yang dimiliki, dalam Popzzle ada pembagian tugas. Seperti Ian yang memegang peran sebagai storyteller karena bisa menirukan banyak suara, Sarah yang menjadi narator berdasarkan pengalamannya sebagai pembaca berita di radio, sementara Natalia dan Andra sebagai peraga kisah yang dibawakan. Bisa dibilang, Popzzle adalah sepaket hiburan untuk anak-anak yang padat dan menghibur dengan porsi yang pas.

 

4 dari 5 halaman

Next

 

Impian ke depan, Popzzle nggak hanya menyanyi, tapi juga bisa memberikan edukasi yang lengkap. Tapi, semua itu dilakukan secara bertahap karena itu bukan hal yang gampang, butuh waktu dan pengalaman, karena sampai sekarang pun setiap selesai manggung mereka masih mengevaluasi penampilan agar jauh lebih baik.

Setiap pekerjaan pasti ada risikonya. Begitu pula yang dihadapi oleh Popzzle. Kehadiran mereka, selain harus diimbangi dengan kemampuan menyanyi, bercerita, menghibur, serta penampilan menarik, juga dibekali dengan ketelatenan untuk menaklukkan anak-anak. Perkembangan anak-anak zaman sekarang yang lebih kritis dan orangtuanya yang selektif, menuntut Popzzle menjadi penghibur yang  profesional.

“Salah satu contohnya adalah anak-anak bukan diberikan pertanyaan, seperti “Adik-adik mau bernyanyi lagi, nggak?”, karena mereka nggak akan mereponnya. Sebaliknya, mereka cukup diajak, sehingga dengan sendirinya berpartisipasi,” ujar Natalia berdasarkan ilmu yang didapatkannya. ”Selain itu, anak-anak juga jangan dipuji, karena akan menimbulkan kecemburuan bagi mereka yang nggak dipuji. Lebih baik memuji mereka dari segi semangat, bukan secara fisik,” lanjut Ian. Lagi-lagi, jam terbang yang membuat mereka lebih pintar dalam menghadapi anak-anak, termasuk saling meng-cover bila salah satu personil melakukan kesalahan saat tampil.

 

5 dari 5 halaman

Next

 

Untuk soal lagu yang dibawakan, Popzzle mengaransamen ulang lagu anak-anak klasik seperti single pertama mereka, “Hai Becak”, ciptaan Ibu Soed dan mengombinasikannya dengan lagu favorit anak-anak sekarang seperti lagu dari program acara “Barney” atau film “The Sound of Music”. Tapi jangan salah, ketelitian dan bakat terasah yang ditawarkan Popzzle bukan menyasar langsung pada anak-anak, tapi sebenarnya langsung ke orangtuanya, khususnya para ibu, karena mereka bisa bernostalgia dengan lagu-lagu yang mereka dengar semasa kecil, dengan harapan mereka akan mengajak anak-anaknya untuk ikut menikmati Popzzle.

“Kalau anak yang menjadi target utama kami justru akan lebih susah, karena anak-anak hanya ingin bermain,” ujar Renny.

Selain adil dalam pembagian tugas, keberadaan Popzzle juga diusahakan adil untuk bisa dinikmati oleh semua pihak. Mereka nggak hanya hadir di mal-mal untuk kepentingan komersil, namun juga datang ke panti asuhan atau beragam kegiatan sosial agar makin banyak anak-anak dengan kalangan bervariasi bisa ikut bergembira, bermain, dan belajar dari Popzzle. Selain itu, mereka rutin bekerjasama dengan media agar keberadaan mereka bisa lebih banyak diketahui dan diterima.

Jadi, ayo kembalikan keceriaan anak-anak Indonesia dengan lagu yang cocok. Mulai 28 Maret 2012 mendatang, setiap minggu keempat hari Sabtu di tiap bulan, mereka akan punya jadwal manggung tetap di Giggles, FX Senayan, dengan titel acara Kelopak (Kreasi Lagu dan Dongeng Anak Indonesia).