Next
Mungkin banyak yang belum tahu kalau label perhiasan John Hardy yang sudah terkenal di skala internasional dibuat di Bali. John Hardy, desainer kelahiran Kanada memutuskan untuk membuat lini perhiasannya di Bali pada tahun 1989 dengan konsep “sustainable luxury” dan melibatkan para pengrajin lokal untuk memproduksi lini perhiasannya. Pada tahun 2007 John Hardy menjual perusahaan ini kepada duo Guy Bedarida dan Damien Dernoncourt. Kini di bawah tangan Guy Bedarida, label John Hardy tampil sebagai salah satu luxury jewelry yang masih mengadopsi teknik handmade dan juga sangat peduli dengan lingkungan sekitar.
Pada tanggal 13 Maret kemarin kami berkesempatan datang ke acara “The Artisanship Of John Hardy” di Plaza Indonesia. Dengan berlatar belakang setting pohon bambu dengan bebatuan alam yang asri, tim John Hardy memboyong dua artisan mereka untuk melakukan demonstrasi bagaimana koleksi perhiasan mereka dibuat. Acara ini dibuka oleh Guy Bedarida yang menjelaskan konsep dan juga filosofi dibalik label ini sekaligus menceritakan sedikit koleksi terbaru mereka untuk musim Spring Summer 2012.
“Mungkin kami adalah salah satu label di dunia yang masih membuat perhiasan kami secara manual,” kata Guy Bedarida. Oleh karena itu bisa dibilang tidak ada perhiasan John Hardy yang memiliki bentuk sama. Mirah, salah satu artisan yang ada di sana menjelaskan bahwa dibutuhkan waktu paling sedikit tiga bulan untuk membuat satu cetakan desain dari wax berwarna hijau yang bisa kamu lihat di sini. Setelah cetakan selesai dibuat, cairan perak akan dituangkan ke dalam cetakan kemudian wax akan meleleh dan jadilah perhiasan sesuai desain awal. Berbeda dengan Mirah, Ratih yang berkerja di chain department terlihat dengan telaten menyambungkan bulatan perak sehingga menjadi satu kesatuan rantai. Dalam satu hari ia bisa membuat rantai sepanjang 80 cm, dan hanya cukup untuk membuat 5 gelang saja. Tergantung dari desain yang dibuat, namun satu perhiasan membutuhkan waktu 3 hingga 10 bulan untuk menyelesaikan satu perhiasan. Jadi tidak heran jika terdapat 650 pengerajin lokal yang bergabung dengan label ini.
Workshop John Hardy yang terletak di Br. Baturning, Mambal Abiansemal, Badung, Bali memiliki luas sebesar 2 hektar yang dikelilingi oleh sawah dan juga bukit-bukit yang membuat workshop mereka terlihat sepeti villa ketimbang kantor. Yang paling istimewa adalah para pekerja di sini selalu makan siang bersama dengan hasil sayur dan buah yang mereka tanam di sekitar kantor.
Next
Acara kemudian dilanjutkan dengan persembahan koleksi terbaru dari label ini yang dibawakan khusus oleh Guy Bedarida, mantan senior desainer untuk label Van Cleef and Arpels di New York. Musim ini mereka melansir “The Naga Collection” yang dipercaya melambangkan cinta, keberuntungan dan juga perlindungan. Kepala Naga yang kokoh terlihat pada koleksi cincin, kalung, gelang hingga anting. Kemewahan terpancar dari material semisal emas 18 karat, sterling silver dan juga precious stones lainnya.
Yang paling spesial adalah koleksi “Cinta”. John Hardy pasti memberikan hadiah perhiasan untuk istrinya setiap tahun dan meminta Guy mendesain perhiasan yang spesial. Lalu dari situ datanglah inspirasi untuk membuat koleksi dengan tema cinta. Khusus untuk eksibisi ini Guy Bedarida melansir koleksi dengan desain yang hanya kamu bisa dapatkan di butik mereka di Plaza Indonesia.
Next
Jika kamu menyukai perhiasan dengan desain yang lebih simple pasti menyukai koleksi “Bamboo”. Setiap pembelian koleksi ini mereka akan menanamkan pohon bambu, dan semenjak projek ini dilansir pada tahun 2006 mereka sudah menanam sekitar 700.000 pohon bambu.
Eksibisi ini masih akan terus berlangsung tanggal 31 Maret mendatang yang berlokasi di depan butik John Hardy di Plaza Indonesia. Jangan lupa mampir ke butik mereka untuk menyaksikan dari dekat koleksi “Cinta”, “Naga”, “Bedeg” atau “Bamboo” dari dekat.