Next
Indonesia sebenarnya sudah sangat nggak asing dengan program bayi tabung, karena makin banyak pasangan yang memilih jalur ini untuk mengatasi masalah reproduksi. Walaupun sudah dianggap biasa, belum banyak juga yang tahu apa itu IVF dan seluk-beluknya. FIMELA.com bertanya langsung pada Dr. Ivan Rizal Sini, SpOG yang berpraktek di Klinik Morula IVF Rumah Sakit Bunda, Jakarta.
Kenali dulu IVF
In Vitro Fertilisation (IVF) adalah salah satu upaya pasangan suami istri yang ingin mendapatkan keturunan karena ditemukan indikasi atau memang mengalami kesulitan punya anak pada mereka. Bayi tabung bukan teknologi baru karena sudah ada sejak tahun 1978 di Inggris dengan melahirkan bayi yang sehat hasil dari program IVF. Dengan adanya program ini, pasangan yang diprediksikan kecil harapannya untuk memiliki anak karena terindikasi sulit mendapatkan keturunan, bisa mendapat harapan yang lebih besar lagi.
Susah punya anak, langsung bayi tabung?
Bagi sepasang suami istri yang belum juga mendapatkan keturunan, nggak langsung harus menjalani program ini, karena opsi “menunggu” masih sangat terbuka dan bagi beberapa pasangan masih mungkin terjadi kehamilan. Di masa sekarang, opsi untuk program kehamilan sudah sangat bervariasi, namun karena pilihan bayi tabung sangat terbuka dan personal preference atas bayi tabung bagi pasangan sekarang dianggap sebagai pilihan yang nggak butuh waktu lama dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, maka bayi tabung menjadi pilihan favorit. “Untuk perempuan muda di bawah 35 tahun, keberhasilan IVF berkisar antara 50%. Keberhasilan ini terdengar menggiurkan, namun juga harus diketahui bahwa di dalam presentase kesuksesan itu ada 50% risiko nggak berhasil. Artinya, program ini juga punya risiko,” ujar Dr. Ivan.
Next
Kapan saatnya bayi tabung tepat dilakukan?
Mengkategorikan bahwa pasutri sudah termasuk sulit punya anak, harus melewati berbagai tes yang dijalani oleh kedua pihak. Definisi infertilitas antara lain adalah bila pasangan tersebut sudah menikah dan berhubungan seksual tanpa kontrasepsi secara teratur selama 1-2 tahun, sehingga bila hal itu sudah dilakukan dan belum kunjung hamil, mulai bisa datang ke dokter spesialis untuk dievaluasi apakah ada pemasalahan. Bila misalnya memang ada masalah, mereka nggak langsung diarahkan ke program bayi tabung, karena bisa saja masih bisa dikoreksi dengan obat-obatan, misalnya untuk memperbaiki siklus haid.
Bila ditemukan masalah yang ekstrim, seperti jumlah sperma yang sangat sedikit atau ada saluran yang terputus, yang bila ditangani dengan obat-obatan akan membutuhkan waktu lebih lama, maka akan mulai ditangani dengan pembuahan yang dibantu, yang disebut sebagai Assisted Reproductive Technology (ART). Dalam ART ini, terdiri dari inseminasi buatan dan bayi tabung, dengan perbedaan inseminasi buatan diperuntukkan untuk pasangan yang menghadapi masalah reproduksi yang tergolong masih cukup ringan, nggak serumit untuk mereka yang dianjurkan menjalani IVF. Proses ART nggak serumit IVF, namun persentase keberhasilannya lebih rendah dibanding IVF.
Kenapa IVF sekarang menarik?
Perkembangan program bayi tabung sejak pertama kali tercatat berhasil pada tahun 1978 hingga sekarang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bersamaan dengan makin berkembangnya IVF, pola pendekatan kepada pasien, penggunaan obat-obatan, hingga time frame program bayi tabung pun semakin relatif mudah dan cepat. Dulu melakukan program ini membutuhkan waktu tiga bulan, kini hanya dua minggu, tapi tanpa mengurangi tantangan yang harus dihadapi, seperti pasien disuntik hormon setiap hari dan sering diambil darahnya. Selain itu, bagi pasangan sekarang dimana suami dan istri bekerja, mereka nggak harus cuti bekerja karena bisa tetap beraktivitas biasa. Paling mereka hanya harus libur dua hari di saat pengambilan telur dan pemasukan embrio.
Mendengar makin familiarnya pasangan suami istri menjalani program bayi tabung, sebenarnya bukan karena tingkat statistik pasangan sekarang lebih rawan mengalami infertilitas. “Jumlah pasangan yang mengalami kesulitan untuk memiliki anak sebenarnya nggak berubah, yaitu sekitar 12-15%. Artinya, ketika Anda menghadiri 10 resepsi pernikahan, 1-2 di antaranya akan datang ke dokter dengan masalah kesulitan punya anak,” papar Dr. Ivan. Terlepas dari itu, faktor lingkungan dan gaya hidup memang turut menentukan seperti konsumsi alkohol dan merokok. “Yang biasanya terjadi sekarang adalah pasangan muda sekarang tahu bahwa merokok itu nggak baik untuk kesehatan, tapi tetap melakukannya, karena menganggap bahwa tukang becak yang merokok saja bisa memiliki anak banyak. Semakin tahu dan semakin pintar malah semakin ignorant dengan kesehatan” sambungnya.
Tercatat, sejak kehadiran Klinik Morula IVF Jakarta di tahun 2005, menangani sekitar 50 pasien setahun. Sekarang, di bulan Februari 2012 saja, menangani 76 pasien sebulan dengan tim dokter sebanyak 5 orang. Menurut Dr.Ivan ini perkembangan yang sangat pesat, namun tergolong overloaded karena tenaga medis yang masih terbatas.
Next
Harus menyiapkan apa?
Yang paling harus mempersiapkan mental dan fisiknya untuk menjalani program ini pastinya adalah perempuan, karena ia yang akan banyak disuntik dan diperiksa secara berkala. Tapi, karena ini adalah keputusan berdua, maka kesiapan suami pun juga harus mantap. “Makanya saya selalu terlebih dahulu mengatakan bahwa mereka akan menjalani perjalanan yang naik turun layaknya roller coaster. Pasangan tersebut harus siap secara mental untuk menghadapi berbagai situasi yang bisa berubah secara cepat,” kata Dr. Ivan.
Persiapan dana pastinya juga menjadi hal terpenting karena program ini membutuhkan biaya. Sebuah paket bayi tabung nggak bisa dipatok biaya pastinya, karena sangat bergantung pada jumlah pemakaian obat, repeat consultation yang harus dijalani, serta tindakan yang harus dilakukan selama menjalani proses ini. Kisarannya, bayi tabung seharga 50-60 juta Rupiah.
Kembar juga menjadi risiko dari program bayi tabung. Disebut risiko, karena kehamilan kembar membuat sang ibu merasa jauh lebih nggak nyaman selama kehamilan dan kemungkinan bayi lahir prematur menjadi lebih tinggi. Lagi-lagi, sebagai dokter pastinya menyarankan bagi pasien agar mengandung satu janin yang sehat. Itulah sebabnya persiapan kesehatan fisik harus sangat diperhatikan.
Bagaimana kalau nggak berhasil?
Sedari awal sudah ditekankan bahwa program bayi tabung bukanlah rencana yang minus risiko. Kegagalan sangat mungkin terjadi dan harus siap dihadapi ketika pasutri siap untuk berkomitmen melakukan IVF. “Dokter yang baik adalah yang bisa memberikan arahan ketika program bayi tabung yang sudah dilakukan pasien ternyata gagal. Dokter harus bisa menjadi penyedia opsi-opsi lain selain hamil, berdasarkan pengalaman saya menghadapi sekian banyak pasien yang sudah menjalani program bayi tabung dari 6-10 kali,” kata Dr. Ivan. Opsi-opsi itu sebaiknya dipaparkan oleh dokter secara bertahap untuk mempersiapkan rencana selanjutnya bila ternyata dari satu rencana ke rencana lainnya nggak berhasil juga. Intinya, dokter menjadi penyedia opsi bila program ini nggak menghasilkan seperti yang diharapkan.
Menyimpulkan dari penjelasan di atas, Dr. Ivan kembali menegaskan bayi tabung bukan solusi cepat untuk memiliki anak, ini adalah opsi yang sensible yang bisa dijalani oleh pasangan yang kesulitan punya anak. Setiap pasangan tetap harus berkonsultasi dulu dengan dokter ahli apakah mereka memang benar membutuhkan tindakan bayi tabung. Bukan berarti setelah setahun menikah maka mereka sudah harus harus menjalani program ini.