Laki-Laki Lebih Mudah Move On, Benar atau Salah?

Fimela Editor diperbarui 20 Feb 2012, 08:26 WIB
2 dari 5 halaman

Next

Pendapat yang serupa dengan Barney, keluar dari mulut Daned Gustama, seorang stand up comedian dan penulis skrip. Daned dengan lugas mengatakan bahwa laki-laki diciptakan dengan cara berpikir yang serba logis sehingga nggak ingin membuang-buang waktu dengan hanya berduka bila putus cinta.

“Laki-laki sebenarnya lebih banyak menggunakan otak daripada hati. Itu karena setelah patah hati di cinta pertama, laki-laki akan berpikir bahwa jangan pernah memberikan sepenuh hati untuk perempuan, paling maksimal 40%, selebihnya simpan untuk diri sendiri. Kami masih bisa sakit hati dan bersedih kalau misalnya diselingkuhi oleh pasangan, tapi sebulan kemudian sudah bisa melirik perempuan lain. Istilah ‘first love never dies’ itu hanya terjadi kalau mendengar lagu atau menonton film kenangan, tapi getaran itu hanya berlangsung selama beberapa detik, habis itu ya sudah kembali ke masa sekarang atau mencari perempuan lain,” katanya.

3 dari 5 halaman

Next

 

Trik menyisihkan porsi hati juga dilakukan oleh Tommy Prabowo, penyiar I Radio, yang memercayakan cara tersebut agar dirinya nggak terlalu hancur saat harus berpisah dengan kekasihnya. Tapi, ia nggak mematok harus berapa persen mencintai seseorang atau berapa banyak yang harus disimpan untuk diri sendiri, karena menurutnya cinta nggak boleh hitung-hitungan.

“Menyimpan beberapa persen untuk diri sendiri bukan karena kita egois, tapi itu bisa menjadi ‘penyelamat’ kami saat harus recovery. Pada akhirnya, harus kami sendiri yang menyembuhkan diri kami sendiri, jadi nggak salah dong kalau kami punya cara sendiri?,” urai Tommy.

4 dari 5 halaman

Next

 

Tapi, nggak semua laki-laki mengaplikasikan cara tersebut, karena sebenarnya masih ada harapan untuk menemukan laki-laki yang benar-benar mencurahkan hati dan pikirannya untuk seorang perempuan, hingga putus cinta bukan fase yang mudah dilewati. Seperti yang berlaku pada Imam Wibowo, presenter, pada hubungan terakhirnya yang kandas tahun lalu, ia membutuhkan waktu kurang lebih 6 bulan untuk menyembuhkan perasaan dan menghapus bayang-bayang mantan kekasih.

“Saya punya memori yang bagus tentang semua hal, apalagi bila berkaitan dengan perempuan yang saya sayangi. Menurut saya, menyembuhkan sakit hati setelah putus cinta dengan mencari reboud malah susah, karena di satu sisi kita harus mendedikasikan waktu dan pikiran untuk orang baru, namun di sisi lain kita juga harus mengosongkan hati dan pikiran tentang mantan kekasih. Analoginya seperti kita ingin berlari tapi membawa beban yang berat, sehingga butuh tenaga lebih untuk bisa cepat berlari,” urai Imam.

5 dari 5 halaman

Next

 

Terlepas dari bagaimana pandangan mereka tentang move on pascaputus cinta, ketiga laki-laki ini sepakat bahwa waktu dan orang baru adalah hal mutlak yang diperlukan untuk kembali menyambung hidup setelah patah hati. Mau sebulan, dua bulan, atau lebih dari setahun, itu hanya urusan waktu, yang pasti laki-laki juga terluka kok saat hubungan yang mereka jalin nggak berhasil atau kekasih hati berpaling ke orang lain.

Sebenarnya, tinggal bagaimana mereka menyembunyikan dan menyiasatinya saja, sehingga mereka nggak terlihat lemah. Seperti Tommy yang mematok waktu ia harus berhenti “berkabung” dan mulai mencari pengganti. Entah itu namanya rebound atau bukan, menurutnya terkadang manusia memang harus “dipaksa” agar bisa maju.

“Batas waktu saya untuk sendiri setelah putus cinta adalah setahun. Lebih dari itu, tandanya saya bukan nggak mau move on, tapi nggak laku. Dengan pemahaman seperti itu, saya bisa memotivasi diri saya sendiri saat patah hati, begitu juga kalau ada teman yang terlalu stuck dengan satu perempuan,“ tipnya.

See Ladies, men can mourn for love as well!