The Extra Large, Lebih dari Sekadar Band Pembuat Cover Song

Fimela Editor diperbarui 09 Feb 2012, 06:34 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Mendengarkan mini album pertama The Extra Large, seperti memasuki sebuah convenience store. Dengan visi bermusik yang dibawa oleh Davina (vokal), Pandji (gitar), Pandu (bass), Dionaldy (keyboard), dan Ape (drum), menghasilkan musik yang chill dan easy listening. Memang nggak susah mencerna kreasi musikal mereka, seperti langsung bisa menangkap bagaimana rasanya kasmaran di track “Jatuh Cinta” atau genitnya seorang perempuan yang tertarik dengan seorang laki-laki dalam lagu “Owh Boy”. Di lain lagu, karakter vokal Davina yang berat, terdengar halus dan ringan di track “Selamanya”. Walaupun musik mereka terdengar sangat dewasa dengan mengangkat materi percintaan, namun unsur jenaka nggak bisa lepas dari pengemasan album mereka.

Dengan mengetengahkan tema pantry, personil The Extra Large yang mengaku memang hobi makan, menyuguhkan gambar-gambar makanan. Mungkin maksudnya adalah mereka ingin musik mereka bisa “mengenyangkan” pendengaran penggemar mereka.  Selain itu, jangan terkecoh dengan latar belakang jazz dari keempat anggotanya, karena mereka sama sekali nggak mengkhususkan kreasi lagu mereka pada jazz, justru mereka sendiri yang mengatakan bahwa band ini sangat nge-pop di antara band jazz. Secara keseluruhan, kedelapan track ciptaan mereka menghibur pendengaran dan memperkaya musik Indonesia yang nggak hanya selalu dipenuhi dengan band melayu dan boyband/girl band.

3 dari 4 halaman

Next

Ingin mengenal The Extra Large lebih dekat, FIMELA.com mendapat kesempatan mengobrol santai dengan mereka, diramaikan dengan gaya canda mereka yang lugas dan sesi foto yang susah serius. Enjoy!

Tubuh besar membawa berkah

Awalnya daripada bingung mencari nama untuk band ini, kami menemukan ketidaksengajaan dengan ukuran tubuh kami yang semuanya besar. Ternyata, ini bisa menjadi gimmick yang menarik karena kalau pada umumnya band/boyband/girlband yang ada sekarang, sekarang menjual kegantengannya, kami malah memperlihatkan sisi apa adanya kami ya yang seperti inilah. Nggak selamanya kok orang berukuran besar harus di belakang layar atau jadi subyek ejekan. Perkembangannya adalah respon baik yang kami terima, baik di acara off air maupun jumlah followers, yang banyak juga bertubuh besar.

Kami sakit hati dengan band, maka kami membentuk band sendiri

Beberapa dari kami, pernah sakit hati nge-band. Dulu pernah bercita-tinggi tinggi membentuk band tapi selesai begitu saja. Makanya, ketika membentuk The Extra Large, kami bawa fun saja band ini dengan kesamaan semuanya bertubuh besar dan sekarang kami serius menjalani ini. Dari sejak 2008 kami terbentuk, kami belajar bersama untuk bermain musik yang enak didengar dan bisa diterima banyak orang.

4 dari 4 halaman

Next

Kami indie, tapi tetap komersil

Kami memang mantap memilih jalur indie, karena ingin berkreasi sesuka kami, apa yang kami ingin bikin bisa langsung direalisasikan dan membuat musik seperti kepribadian kami, nggak ingin disetir seperti band di jalur major. Keengganan kami untuk berada di dunia major adalah soal kontrak dengan label musik, dimana banyak cerita teman-teman yang menjadi anak bawang bila ada band baru yang lebih baru dan sukses, namun mereka nggak bisa angkat kaki karena masih terikat kontrak, yang itu sama saja bandnya akan mati pelan-pelan. Karena masalah kontrak, kreativitas bermusik jadi berhenti dan kami nggak ingin itu terjadi di band kami. Walaupun begitu, nggak menutup kemungkinan kami berpindah ke ranah mainstream, tapi tetap melihat se-major apa. Singkatnya, bila ingin hidup dari jalur indie, kami harus berjuang sendiri untuk biaya produksi dan pintar-pintar mensosialisasikan musik kami lewat berbagai media sosial yang ada sekarang. Tapi, tanpa YouTube atau Twitter pun, kami akan tetap menjadi The Extra Large, sebuah band yang fun, apa adanya, nggak mau diatur

Kami suka “merusak” lagu orang

Awalnya kami membuat cover song karena mendapat tantangan dari Hard Rock FM untuk memainkan lagu mainstream dengan gaya kami. Saat itu kami menjawabnya dengan meng-cover lagu ST 12 dan Wali, dan nggak disangka mendapat respon bagus di akun Twitter radio tersebut. Kami nggak mengkotak-kotakkan jenis lagu sehingga nggak menganggap musisi atau lagu yang kami cover berasal dari kelas mana, murni karena kami tertantang untuk membuat lagu itu berbeda dengan gaya kami. Harapannya, lagu yang kami cover bisa lebih bagus daripada aslinya, seperti keinginan pada umumnya musisi yang membuat cover song milik orang lain. Seperti contohnya “Keong Racun”, kami ingin lagu itu berbeda dan bisa lebih bagus daripada aslinya, tapi tetap menghargai versi aslinya. Walaupun begitu, kami masih sangat susah untuk meng-cover lagu-lagu almarhum Benyamin Sueb, karena lagu-lagunya sudah bagus, nggak perlu diutak-atik lagi. Beliau musisi yang luar biasa bagi kami, he’s still the legend.