Next
“Elsa Schiaparelli and Miuccia Prada: On Fashionâ€
Where: The Costume Institute at the Metropolitan Museum of Art, New York
When: May 10 – August 19
Elsa Schiaparelli adalah desainer asal Itali seangkatan Coco Chanel yang berhasil â€mengobrak-abrik†cara pakaian perempuan yang konservatif pada saat perang dunia kedua. Jika Coco Chanel mendesain pakaian perempuan yang lebih klasik dan elegan, karya Elsa Schiaparelli sangat terpengaruh oleh gaya surrealists dan nama-nama besar seperti Salvador Dali dan Alberto Giacometti pernah diajak kerja sama. Dia juga desainer yang menyandang beberapa label "pertama". Dia yang pertama kali menggelar fashion show, mencetak grafis di atas bahan rajut, dan menggabungkan dua elemen yang berlawanan seperti gambar lobster pada gaun malam dan gaya gila lainnya.
Sedangkan untuk label Prada sendiri mereka memiliki garis desain yang penuh dengan imajinasi yang tidak biasa. Mereka tidak takut bermain dengan ide konvensional dan menghasilkan koleksi yang jauh dari kata aman.
Gaya desain yang konvesional dan juga pengaruh besar mereka yang akhirnya menjadi benang merah eksibisi ini. Kurang lebih akan ada 80 karya Elsa Schiaparelli dari tahun 1920-1950, dan juga karya Miuccia Prada dari tahun 1980 hingga sekarang yang bakal tampil di eksibisi ini. Anna Wintour, Carrey Mulligan dan Miuccia Prada sendiri akan menjadi host, dan Baz Luhrmann akan menjadi creative consultant pada perlehatan akbar fashion ini. Meskipun sudah pasti kami tidak bisa menyaksikan ini dari dekat tapi sudah tidak sabar lagi deh untuk melihat hasil reportase dari acara ini.
What's On Fimela
powered by
Next
“Christian Louboutin,” a retrospective of the designer
Where: Design Museum, London
When: March 28 – July1
Sepatu hak tinggi memang bukan item baru dalam dunia fashion begitupun pada saat 20 tahun yang lalu ketika Christian Louboutin memulai usahanya. Yang membedakan label ini dengan yang lain adalah kemewahan yang ditawarkan lewat desain yang feminin, elegan hingga rasa sensualitas yang diberikan ketika mengenakan sepasang sepatu Louboutin.
Eksibisi ini akan menjadi “ruang pamer” kejeniusan Christian Louboutin dalam mendesain sepatu eksentrik mulai dari sepatu boots dengan tampilan stiletto, sneakers paku-paku, hingga sepatu pumps dengan jeweled crystal yang exquisite. Jadi meskipun harga sepasang sepatu polos bisa menguras tabungan minimum Rp 6 juta rupiah, masih banyak perempuan yang rela “hidup susah” untuk memiliki sepatu ini.
Pada eksibisi ini kamu bisa melihat koleksi sang maestro mulai dari karya pertamanya 20 tahun yang lalu hingga sekarang. Selain itu di sini juga ada proses step by step pembuatan sepatu mulai dari sebuah sketsa, pemilihan material hingga akhirnya menjadi sepatu siap untuk dipasarkan. Intinya ini adalah tempat “rehab” untuk kamu penggila sepatu.
Next
“Yves Saint Laurent — The Retrospective”
Where: Denver Art Museum, Denver, Colorado
When: March 25
Sebelum tas serian Muse bag ditenteng oleh Queen Rania atau Nichole Richie, dan gaya androgyny menjadi “It” tren di dunia fashion, sosok Yves Saint Laurent adalah desainer yang dengan konsisten berkarya selama 25 tahun dan terus memberikan tampilan segar untuk perempuan sadar gaya. Dia adalah desainer pertama yang merancang setelan tuxedo untuk perempuan, dan label pertama yang menyewa model etnik untuk jalan pada fashion show-nya.
Untuk merayakan 40 tahun ia berkarya eksibisi “Yves Saint Laurent — The Retrospective” akan menampilkan kurang lebih 200 karya rancangannya yang berhasil mengubah cara pandang fashion. Di sini kita bisa melihat foto-foto, sketsa, ilustrasi hingga film yang bercerita tentang perjalanan karirnya mulai dari saat ia bekerja di Dior pada tahun 1958 hingga tahun 2002 saat terakhir dia memegang kendali labelnya.
Next
“Louis Vuitton - Marc Jacobsâ€
Where: Les Arts Décoratifs, Paris
When: March 9 - September 16
Marc Jacobs seorang New Yorker berhasil membuat label pembuat koper yang berusia 158 tahun ini menjadi “hip†lagi dalam jangka waktu 10 tahun. Siapa yang bisa lupa kolaborasinya dengan seniman asal Jepang, Murakami dan melansir grafis gambar bunga sakura dan buah ceri di atas tas logo monogram. Meskipun industri fashion mengalami pasang surut namun Marc Jacobs dengan pintar melansir aksesori yang irresistible sehingga angka penjualan Louis Vuitton tetap fantastis.
Eksibisi yang akan menempati dua lantai di Les Arts Décoratifs akan bercerita bagaimana dua individu yang datang dari era dan backgrounds yang berbeda berhasil menorehkan ide mereka dan mendorong dunia fashion hingga menjadi seperti sekarang ini. Di sini kita bisa belajar bagaimana pengaruh globalisasi, seni, kolaborasi hingga teknologi bisa membuat label yang hampir “punah†menjadi hidup kembali.
Next
Diana Vreeland: The Eye Has To Travel
Where: Fortuny Museum, Venice, Italy
When: March 2012
Sebelum Anna Wintour ada seorang Diana Vreeland yang pendapatnya sangat diperhitungkan di dunia fashion. Terlahir dari keluarga sosialita, Diana sangat menyenangi finer things in life dan memiliki selera fashion yang luar biasa. Berbalut dengan dress pas tubuh, kukunya yang selalu dibentuk runcing dengan cat kuku merah, dan aksesori yang unik sudah mencari ciri khas gaya personal Diana.
Dia memulai karir sebagai jurnalis pada tahun 1937 pada majalah Bazaar Amerika hingga tahun 1962. Pada saat itu dia menjadi konsultan fashion First Lady pada saat itu, Jacqueline Kennedy. Setelah itu dia pindah ke majalah Vogue dan menjabat sebagai editor in chief sampai tahun 1971. Pasca kerja di Vogue dia akhirnya menjadi konsultan untuk The Costume Institute at the Metropolitan Museum of Art.
Maria Luisa Frisa dan Judith Clark adalah kurator dari eksibisi ini. Mereka mencoba menampilkan passion Diane yang besar terhadap fashion dari mulai tulisan dia yang kritis, fashion spread hingga lifestyle-nya yang glamor. Film dokumenter tentang dia akan diputar pada pembukaan eksibisi ini. Kita bisa menyaksikan statement dan opini dari pihak keluarga dan sahabat terdekatnya yang menjadi saksi nyata kejeniusan seorang Diane. Kita berdoa saja kalau film dokumenter ini bisa kita beli di Indonesia.