Terlalu Banyak Nonton TV, Anak Cenderung Tak Peduli Sesama?

Fimela Editor diperbarui 02 Feb 2012, 11:57 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Seorang anak kecil berusia 9 tahun dengan lancarnya mengetahui bagian-bagian pesawat terbang yang didapatnya dari tayangan “Little Einstein”. Sementara, keponakan saya yang baru saja beranjak 6 tahun, mengetahui banyak nama negara lengkap dengan ibukotanya karena mempelajarinya dengan mudah dari serial “Dora & The Explorer” yang disiarkan reguler setiap pagi di stasiun televisi nasional.

Melihat sekilas dari cerita tersebut, televisi bagaikan ensiklopedi lengkap yang termudah yang bisa memberikan banyak informasi, sama sekali nggak merepotkan karena anak hanya tinggal duduk manis, dan bisa langsung terhibur. Dengan kemudahan tersebut, lalu  perlahan-lahan bertambah pula frekuensi dan durasi menonton tv dan di sinilah baru disadari kalau alat elektronik ini sebenarnya menyimpan “pekerjaan rumah” untuk orang tua di saat anak-anak sudah mulai kecanduan. Mulai dari anak malas beranjak dari televisi, lalu mulai malas belajar, makan hanya mau di depan televisi, hingga menghadapi masalah penglihatan. Ini yang terlihat secara kasat mata, lalu bagaimana dengan efek internal anak yang baru akan terlihat saat ia dewasa? Inilah yang coba disadarkan oleh psikolog anak Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., kepada para orang tua yang memberikan kebebasan menonton untuk anak-anaknya.

“Anak harus belajar dari situasi real, bukan dari apa yang ditayangkan di tv saja. Kalau tv dinyalakan, mengurangi kesempatan anak untuk belajar tentang kenyataan,” ujarnya.

Kegemaran anak menonton televisi, lalu semakin meningkat levelnya di saat orangtua juga memfasilitasi hobi tersebut dengan memasang tv di mobil. Di kota-kota besar, sudah sangat biasa terlihat televisi menyala di dalam kabin mobil, dimana kepala anak-anak mendongak terdiam menonton acara yang disiarkan. Di sebelah sang anak, biasanya didampingi oleh pengasuh  yang ikut menonton atau sibuk dengan kegiatan lain. Apa yang salah dari situasi ini? Secara psikologis, Nina mengatakan bahwa ini adalah cikal bakal pembentukan kepribadian anak yang kurang peduli dengan sekitarnya, karena anak akan lebih terfokus pada tayangan televisi dan nggak memperhatikan sekitarnya.

“Anak yang suka banget nonton tv hingga orang tua memberikan tv di mobil, cenderung lebih mudah bosan dan lebih sulit disenangkan kalau keinginannya nggak dipenuhi. Padahal, keinginan anak semakin lama semakin meningkat dan ketika dewasa semakin sulit dipenuhi,” ujar Nina.

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

Dasar pemasangan tv di mobil biasanya karena ingin memberikan hiburan kepada anak-anak yang lebih mudah bosan saat terjebak macet dan harus berada di dalam mobil untuk waktu yang lebih lama. Mengenai hal itu, Nina sangat menyadari bahwa alasan dasar pemasangan tv adalah bentuk kasih sayang orang tua, tapi sebenarnya masih banyak hal lain yang bisa dilakukan orang tua atau pengasuh anak yang lebih bermanfaat.

“Daripada pasang tv di mobil, anak bisa diajak memperhatikan sekelilingnya seperti membedakan mobil satu dengan yg lain untuk melatih ketelitian, mencermati raut muka orang untuk mengasah interpersonal skill. Untuk yang masih balita, bisa diajak menghitung mobil, mencermati warna, bentuk tertentu agar lebih mengenal warna, visual spasial, ketelitian, juga belajar menghitung atau logika matematika. Sedangkan, untuk anak SD yang suka menghitung, bisa memperhatikan nomor mobil, lalu minta dia menjumlahkan angka-angkanya. Anak juga bisa diajak ngobrol dengan supir atau org lain di mobil untuk memberikan perhatian pada kehidupan orang-orang di sekelilingnya. Daripada nonton tv di mobil, tantang anak mengenali pohon-pohon di sekelilingnya untuk menstimulasi kcerdasan naturalisnya,” urainya.

Pada akhirnya, bila anak mulai dibatasi menonton televisi, akan lebih punya banyak waktu untuk peduli dengan sekitarnya dan menemukan banyak hal untuk kepekaan sosial dan kemampuan akademiknya. Tenang saja, dengan anak sedikit menonton televisi, sama sekali bukan menutup pintu dunia luar bagi anak-anak, karena orang tua masih punya banyak media lain untuk belajar. Dengan catatan, orang tua berkomitmen untuk lebih terlibat dalam tumbuh kembang anak dan memperbanyak ilmu agar semakin bervariasi pula informasi yang bisa diteruskan kepada anak.

“Kalau anak terbiasa dihibur dengan tv, apalagi di dalam mobil, anak nggak mendapat kesempatan untuk belajar cari kesenangan lain. Artinya, untuk bisa senang dia butuh banyak hal / pihak / orang lain untuk terhibur. Padahal, kelak dia nggak bisa selalu menemukan penghibur, sehingga kecerdasan emosional jadi kurang terasah,” kata Nina.

Biar bagaimanapun, masalah menonton tv untuk anak kembali diserahkan kepada orang tua masing-masing, karena bila dibatasi dengan benar dan tetap diawasi, tv nggak selamanya menjadi kambing hitam atas hal-hal negatif pada anak. Bagaimana pendapatmu, Fimelova?