Demi Lovato Saja Bangga Bertubuh Curvy, Kenapa Kita Harus Khawatir?

Fimela Editor diperbarui 02 Nov 2011, 04:22 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Kepercayaan diri itu memang nggak datang dengan sendirinya, karena pemilik single “Skycraper” ini harus terlebih dulu melewati masa rehabilitasi selama 3 bulan karena menderita bulimia dan suka menyakiti diri sendiri hingga nyaris mengakhiri hidupnya. Tekanan untuk menjadi sempurna di dunia hiburan – apalagi Demi sudah berkecimpung di dalamnya sejak ia berusia tujuh tahun bersama sesama rekannya dari Disney, Selena Gomez – membuatnya tertekan, hingga depresi, menderita gangguan makan, dan kemudian menyakiti dirinya sendiri. Kini, setelah masa-masa gelap tersebut berakhir, Demi sudah berani keluar dari lingkaran ketakutannya dan merasa cantik dengan bentuk tubuh barunya yang lebih curvy.

Yang patut dicontoh dari Demi adalah kepercayaan dirinya dengan bentuk tubuh berisi dan berani menjawab setiap omongan negatif dari orang-orang yang mencibir atau bahkan menghina perubahan bentuk tubuhnya.

“ Saya memang menggemuk. Biarkan saja. Itulah yang terjadi saat kamu selesai dari perawatan untuk masalah eating disorder,” tulisnya di twitter.

Menilik dari kasus Demi, kita bisa mencontoh keberaniannya untuk asertif terhadap komentar negatif orang lain tentang bentuk tubuh kita. Kalau mendengar pengalaman orang lain yang pernah diutarakan pada saya, komentar negatif tentang bentuk tubuh bisa datang mulai dari teman yang nggak terlalu dekat, rekan kerja, bahkan hingga kerabat sendiri. Omongan seperti, “Kok kamu tambah gemuk saja, sih?” atau “Baju yang kamu pakai nggak pantas di badan seperti itu”, adalah sedikit contoh bahwa memang ada beberapa orang yang nggak bisa melihat orang lain nyaman dengan bentuk tubuh curvy.

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

Bila kamu pernah mengalami hal yang sama namun nggak tahu harus berbuat apa, mulai sekarang camkan di kepala masing-masing bahwa bertubuhcurvy atau sedikit lebih gemuk dari kebanyakan perempuan lainnya, bukan sebuah momok atau alasan kamu bisa dikomentari negatif seperti itu. Memang setiap omongan negatif tersebut nggak harus dibalas dengan hal serupa yang sama negatifnya, namun paling tidak kita sebagai subjek pembicaraan mampu mengangkat dagu dan berani menangkis komentar tersebut dengan kepercayan diri yang mantap. “Ya, saya memang nggak langsing, tapi saya sehat dan percaya diri” adalah contoh attitude yang bisa dilancarkan.

“Serangan” terhadap perempuan bertubuh curvy juga bisa datang dari orang yang sama sekali nggak kita kenal. Pengalaman pribadi saya adalah pernah didatangi oleh seorang perempuan saat saya sedang menunggu kelas zaman kuliah dulu, yang tiba-tiba mengajak kenalan dan mengobrol secara acak, hingga pada akhirnya ia menawarkan suplemen diet yang diakuinya jitu untuk menguruskan tubuh. Obrolan yang tadinya tak bertujuan apa-apa tersebut, ternyata diselipi oleh misi propaganda menguruskan tubuh dan itu sebenarnya sama saja dengan mengucapkan “Bila kamu gemuk, cepat selesaikan masalah tersebut dengan cara apapun” langsung di depan muka saya. Saat itu, yang saya lakukan ketika menyadari obrolan tersebut bermuatan sesuatu, adalah dengan mengatakan bahwa “Maaf, saya bahagia dengan tubuh saya sendiri dan nggak berencana untuk mengubahnya”. Oh ya, jangan lupa tutup pernyataan tegas namun lugas tersebut dengan senyum manis untuk menggarisbawahi bahwa perempuan bertubuh curvy/gemuk pun bisa bahagia.

Nah kalau begitu, jadilah perempuan yang percaya diri seutuhnya dengan apapun bentuk tubuh kita dan jangan pernah biarkan orang lain menyakiti kita dengan keusilannya untuk mengomentari hal yang bukan urusan mereka, mulai sekarang!