Imelda Fransisca, Di Antara Kontes Kecantikan dan Anoreksia

Fimela Editor diperbarui 26 Okt 2011, 12:59 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Kontes kecantikan, uji nyali buat saya

Saya mengikuti Miss Indonesia karena ingin keluar dari comfort zone, karena pada dasarnya I’m a very private person yang lebih menikmati kesendirian, walaupun saya suka juga bersosialisasi. Dan lagi, sebenarnya saya bukan orang yang suka public speaking. Namun, di atas ketikdaksukaan saya terhadap banyak hal,  I need a jump in my life, dan saya melihat Miss Indonesia adalah kesempatannya. Nggak pernah menyangka akan menang karen pengalaman saya di bidang semacam itu betul-betul nol, makanya saya hanya menganggap beauty pageant seperti uji nyali. Kalau dipikir-pikir, kemenangan saya luar biasa, terasa seperti hadiah dan nggak bisa dipungkiri menjadi batu loncatan yang bagus. Itu juga menjadi pembuktian yang bagus yaitu ketika kita berani keluar dari comfort zone untuk melakukan hal yang nggak pernah kita lakukan, ternyata kita bisa sukses melewatinya.

Sudah pernah masuk ke dunia kontes kecantikan, saya jadi bisa melihat bahwa nggak ada yang salah dengan adanya kompetisi semacam itu dan mengikutinya. Biar bagaimanapun itu kompetisi dan itu sehat. Setiap perempuan yang masuk ke sana dan merasa dirinya pasti akan menang karena cantik, akan disadarkan bahwa cantik itu nggak cukup. This competition is about how you carry yourself, how much you know about this world, how you talk in front of the public, pokoknya banyak faktor yang menentukan kita untuk menjadi pemenang sebuah kontes kecantikan. You need to have a strong personality and being beautiful, not only from the outside, but inside as well, and feel insecure about yourself, karena akan bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. It’s a life changing experience for me.

Anoreksia pun sudah saya lewati

Fakta tentang saya pernah menjadi penderita anoreksia dan mendapat kekerasan verbal dan fisik dari orangtua asuh saat besekolah di Singapura, memang saya buka dalam buku yang saya tulis, “You Can Be Anything and Can Be Changed”. Masa remaja saya memang cukup seperti rollercoaster, karena mengalami anoreksia, kekerasan, merasa insecure dengan penampilan, dan nggak tahu ingin menjadi apa di masa depan. Dan, karena pernah mengalami dan sudah melewatinya, saya ingin membagi apa yang saya tahu kepada banyak orang supaya mereka bisa belajar dari pengalaman saya, sehingga mereka bisa menjadi orang yang jauh lebih baik saat mereka berada di usia yang sama seperti saya dulu.

What's On Fimela
3 dari 4 halaman

Next

 

Saya menderita anoreksia tergolong lama, mulai dari SMP kelas 3 sampai awal masuk Perguruan Tinggi. Di masa itu, saya membuat lapar diri saya sendiri karena menolak makan dan melihat bahwa kecantikan artifisial adalah bentuk kecantikan yang ingin saya raih. Faktor pemicu saya menjadi anoreksia karena child abuse yang pernah saya lewati sehingga saya melarikan diri ke makanan yang pada akhirnya membuat saya obesitas dan pernah berbobot 80 kilogram di usia 12 tahun. Nah, memasuki masa remaja, periode bullying dimulai dimana ejekan tentang bentuk tubuh dari teman sekolah berdatangan dan membuat saya obsesif untuk diet. Di masa itu, saya justru nggak sadar kalau saya sedang menderita anoreksia karena istilah tersebut belum populer dan nggak tahu bahwa penyakit psikologis tersebut sangat serius.

Di masa itu, saya menjadi orang yang sangat insecure, sensitif dan haus akan penerimaan orang lain, nggak bisa menerima diri sendiri apa adanya Untuk sekarang, saya sudah menjadi orang yang lebih baik tanpa harus terintimidasi untuk menjadi pribadi dengan kriteria tertentu, sehingga saya pun bisa makan banyak sesuka saya asal masih dalam batas wajar. Yang penting saya selalu menjaga keseimbangan, jadi kalau saya suka sekali makan saya bisa mengimbanginya dengan olahraga.

Dunia pendidikan adalah cinta kedua saya setelah keluarga

Berkecimpung di dunia pendidikan sudah saya geluti jauh sebelum bergabung di Miss Indonesia, apalagi jurusan kuliah saya adalah psikologi perkembangan anak yang sangat dekat dengan bidang ini. Setelah dikenal lewat kontes kecantikan tersebut, saya merasa lebih punya banyak kesempatan untuk lebih menyuarakan kepada banyak orang tentang sangat pentingnya pendidikan. Kegetolan saya untuk terus menyemangati anak-anak dan gemerasi muda untuk berpendidikan tinggi dilatarbelakangi oleh pengalaman pribadi saya pernah menjadi remaja yang mengejar sesuatu yang artifisial, lalu melihat dunia lebih luas lagi saat kuliah dengan mengejar ilmu setinggi-tingginya. Pendidikan yang bagus sangat berpengaruh pada keberlangsungan hidup seseorang ke arah yang lebih baik dan saya ingin lebih banyak lagi anak-anak Indonesia merasakan itu.

4 dari 4 halaman

Next

 

Saya ingin berumur panjang

Sudah pernah melewati masa sulit sebagai anoreksia, kini saya sudah tahu bagaimana cara caranya hidup sehat. Saya olahraga 4 kali seminggu, cardio dan weight lifting, serta makan makanan bergizi. Hal itu saya lakukan karena saya ingin panjnag umur agar bisa terus merawat suami dan putri saya, dan bisa melihat anak saya tumbuh besar.

Mengikuti tradisi Chinese, sejak kecil saya mengonsumsi sarang burung walet gua. Kebiasaan ini turun temurun di keluarga saya dan itu sangat membantu untuk menjaga kesehatan dan keindahan kulit. Ternyata, kebiasaan ini mengantarkan saya menjadi brand ambassador sebuah produk sarang burung olahan, yang bisa saya representasikan dengan baik karena saya memang benar mengonsumsi sarang burung tersebut secara rutin dan sudah merasakan manfaatnya. Healthy living isn’t because only one thing. Itu makanya saya menjalani apa saja agar bisa terus sehat.

Saya lebih dewasa setelah menjadi ibu

Saya pernah mengutip sebuah quote yang berbunyi “Children make people unselfish”, yang memang saya alami sendiri. Nggak bisa dipungkiri, setiap bagian dari manusia punya keegoisan sendiri yang hanya memikirkan diri sendiri. Namun, pemikiran itu berubah setelah saya menjadi ibu, yang sadar benar bahwa kehidupan ini bukan hanya tentang masa depan saya atau saya bisa jadi apa di kemudian hari, tapi ada yang lebih yang penting yaitu berinvestasi untuk kehidupan orang lain. Maksudnya adalah, dengan menjadi ibu yang baik untuk putri saya, saya berinvestasi untuk kehidupan yang lebih baik baginya. Berkecimpung di dunia showbiz dengan bergelimang ketenaran, sangat mungkin membuat orang-orang yang ada di dalamnya hanya memikirkan diri sendiri, dan syukurlah saya punya anak yang benar-benar mengubah cara berpikir saya. Saya jadi tahu apa prioritas saya yang sebenarnya, dan itu indah menurut saya.

Saya pernah menjadi orang yang egois saat masa transisi akan menjadi ibu, dimana saya masih sangat career minded, masih ingin memotivasi banyak orang dalam dunia pendidikan yang saya sudah dalami sejak masa kuliah, namun di sisi lain saya akan menjadi ibu. Di waktu itu, saya kira saya bisa tetap mempertahankan pekerjaan saya dengan ritme yang sama seperti sebelum memiliki anak,  tapi itu salah, because I had to slow down and invest my time for my child.