Next
“Dunia rasanya goyang waktu saya menemukan benjolan asing payudara dan akhirnya mendengar sendiri keputusan dokter bahwa di dalam payudara saya telah tumbuh daging. Operasi adalah jalan satu-satunya yang harus saya iyakan saat itu karena bila benjolan itu nggak diangkat, saya nggak akan tahu daging tumbuh itu ganas atau nggak. Jadi, demi mengetahui hal tersebut, saya menyerah pada jalan operasi karena nggak ingin terus hidup dengan tanda tanya besar tentang hal asing asing yang tumbuh di dalam tubuh saya,” kata Sasi mengenai tumor jinak di payudaranya.
Operasi apapun itu, apalagi di daerah payudara yang menjadi aset penting perempuan, tentu bukan hal termudah yang harus ia jalankan. Di dalam kepalanya berkelebat kekhawatiran bahwa payudaranya akan rusak karena akan disayat dan mungkin saja bisa berubah bentuk. Namun, the show must go on dan ia pun akhirnya melewati fase operasi.
Walaupun hasil operasi menyatakan bahwa benjolan tersebut termasuk tumor jinak, ada satu kekecewaan yang dirasakan Sasi tentang operasi yang dijalankannya di tahun 2004 tersebut. Ia mengaku menyesal kurang teliti memilih dokter karena saat itu hanya fokus pada hanya ingin diperiksa oleh dokter perempuan dengan pertimbangan merasa risih untuk memeriksakan dareah pribadinya pada dokter laki-laki.
“Dokter perempuan yang saya datangi waktu itu terbilang kurang profesional, karena ia hanya memeriksa dengan cara meraba, nggak menggunakan mamografi, CAT Scan, atau apapun itu. Dari hasil perabaan dokter tersebut ditemukan satu benjolan berukuran sedang di payudara kanan dan dua benjolan kecil di sebelah kiri, sehingga kedua payudara saya dioperasi,” katanya.
Next
Selang beberapa lama setelah operasi, benjolan lain kembali ditemukan dan kali ini Sasi memilih untuk menempuh pengobatan alternatif. Ia menjalani terapi herbal dan kunir putih, dimana itu juga bukan cara pengobatan yang mudah karena mengeluarkan biaya besar untuk obat-obatan dan berbagai pantangan yang rumit, sehingga membuat bobot tubuhnya turun banyak dan mengalami stress. Pengobatan intensif itu lalu otomatis berhenti saat ia mengalami kecelakaan hingga menderita gegar otak yang mengharuskannya dirawat inap selama berminggu-minggu di rumah sakit.
Pemeriksaan terakhir yang Sasi lakukan adalah sebelum ia menikah di tahun 2007 dan benjolan itu masih ada dan dokter tetap menyarankan hanya operasi satu-satunya cara. Masih ingin menghindari operasi, Sasi mendapat bantuan pengobatan alternatif dengan cara menekan benjolan tersebut sekeras-kerasnya. Cara ini ternyata membuahkan hasil dengan berkurangnya jumlah benjolan, dan hingga kini masih tersisa satu buah.
Maka hingga sekarang, Sasi dengan hati terbuka menerima kenyataan bahwa ia masih menyimpan satu benjolan yang ia anggap sebagai reminder dari Tuhan dan nggak merencanakan waktu akan mengangkatnya.
“Dengan ‘ditinggali’ satu benjolan itu, saya seperti diingatkan Tuhan supaya nggak lupa untuk terus menjaga kesehatan dan membersihkan diri dari sifat-sifat jelek. Sebelum mengetahui adanya benjolan itu, saya memang termasuk orang yang kurang peduli dengan kesehatan. Semua jenis makanan saya lahap tanpa khawatir apa efeknya untuk kesehatan saya,” akunya.
Kini, Sasi mengaku sudah lebih peduli dengan asupan makanan dan gaya hidupnya. Karena, menurut keterangan dokter pun, tumbuhnya tumor payudara belum bisa diketahui pasti apa penyebabnya, dan kebiasaan begadang, beban pikiran, dan konsumsi alkohol, hanyalah pemicu.
“Hidup dengan ‘titipan’ Tuhan berupa benjolan ini sekarang nggak menjadi momok mengerikan lagi untuk saya, karena saya menanamkan keyakinan bahwa Tuhan masih sayang sama saya dengan ‘hanya’ memberikan tumor jinak, padahal Ia bisa saja ‘menghadiahi’ saya dengan penyakit yang lebih ganas,” simpulnya.