Setelah Batik & Ikat, Yuk Kenali Tenun Sambas!

Fimela Editor diperbarui 13 Okt 2011, 06:59 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Jakarta Sambas, sebuah kota yang berada di bagian barat pulau Kalimantan ini ternyata menyimpan kekayaan budaya dan fashion Indonesia. Kota yang bisa ditempuh selama 6 jam perjalanan darat dari kota Pontianak ini merupakan salah satu kota yang menghasilkan produk kain tenun-kain tenun cantik. Kain tenun merupakan salah satu warisan budaya yang mencerminkan jati diri sebuah bangsa. Motif, teknik, maupun corak dari sebuah produk tenun dapat mengidentifikasi masyarakat pembuatnya. Sebenarnya kain tenun khas Sambas sudah dikenal di Indonesia dan mancanegara sejak masa Kesultanan Sambas 300 tahun lalu. Namun, sayangnya seiring bergulirnya waktu, banyak masyarakat Indonesia saat ini yang belum terbiasa mendengar dan melihat kain tenun khas Sambas.

Pada umumnya, masyarakat Sambas adalah pengrajin tenun dan untuk masyarakat Kalimantan Barat, khususnya di Sambas, produk tenun bukanlah komoditi dagang yang asing bagi mereka. Kemampuan menenun masyarakat Sambas diperoleh secara turun-menurun dari generasi ke generasi, namun kembali disayangkan seiring dengan perkembangan jaman, ternyata kota kecil ini juga terkena pengaruh dampak kemajuan teknologi sehingga minat pemuda Sambas pada tenun pun menurun.

Menenun memang bukanlah pekerjaan utama masyarakat Sambas, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa produk tenun yang mereka hasilkan sangat membantu perekonomian keluarga. Beberapa pengrajin tenun Dusun Semberang, Desa Sumber Harapan, Sambas pun berhasil menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang universitas berkat produk tenun yang mereka hasilkan.

Sebagai salah satu upaya untuk melestarikan produk tenun khas Sambas, PT Garuda Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat, dan Cita Tenun Indonesia (CTI) melaksanakan program pelatihan dan pengembangan industri tenun di Desa Sumber Harapan, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Program pelatihan ini dimulai sejak bulan November 2010 dan melibatkan 24 orang pengrajin tenun di Desa Sumber Harapan, Sambas.

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

 

Dalam program pelatihan yang dilakukan dalam kurun waktu 1 tahun ini, para pengrajin tenun Desa Semberang, Sambas pun mendapatkan pembekalan untuk meningkatkan mutu produk tenun mereka. Pembekalan yang mereka terima berupa cara merapikan struktur tenun, cara melakukan pencelupan benang dengan warna sintesis, cara mengatur usaha tenun, hingga cara untuk menetapkan standardisasi harga produk yang mereka hasilkan.

Proses pencelupan benang dengan warna sintesis sangat perlu diketahui oleh pengrajin di Dusun Semberang, Desa Sumber Harapan karena selama ini para pengrajin terbatas menggunakan warna-warna benang yang sudah ada. Dengan diajarkannya cara mencelup benang, mereka kemudian bisa lebih kreatif menciptakan warna-warna baru yang tidak mereka dapat dari benang dengan warna standar. Selain diajarkan cara mencampur warna primer untuk menghasilkan warna baru, tentunya para pengrajin juga diajarkan untuk selalu menimbang campuran komposisi warna supaya mereka bisa menghasilkan sebuah warna baru dengan tone yang sama dalam jumlah banyak.

Sedangkan penggunaan bahan, para pengrajin biasanya menggunakan bahan sesuai dengan permintaan konsumen yang datang menemui mereka, bahan yang digunakan bisa berupa katun maupun sutera dengan benang polyester. Dan untuk motif, para pengrajin bisa dengan bebas membuat motif sesuai dengan yang mereka inginkan, misalnya saja motif buah stroberi atau motif tabur awan. Tapi, ada juga motif-motif tertentu yang hanya diturunkan dari generasi ke generasi dalam satu keluarga.

Kain tenun biasanya hanya digunakan pada saat ada acara-acara tertentu, pesta pernikahan atau acara resmi dengan pejabat setempat. Tapi, saat ini, banyak juga pengrajin tenun yang menyelipkan unsur tenun pada pakaian mereka sehari-hari. Selain itu, seorang pengrajin tenun Dusun Semberang juga sudah memodifikasi kain tenun yang ia hasilkan menjadi sebuah sarung bantal sehingga kain tenun tidak hanya muncul pada acara khusus.

Ibu Okke Hatta Rajasa, selaku ketua Cita Tenun Indonesia mengungkapkan bahwa tenun yang dihasilkan di desa tersebut memiliki ciri khas tersendiri, misalnya saja adanya garis putih di sekeliling tepian kain yang tidak ditemukan pada kain tenun dari daerah lainnya. Dan tentunya ciri khas seperti inilah yang diharapkan tetap dijaga agar tenun yang dihasilkan masyarakat Sambas tidak mudah �dicuri� oleh negara lain karena adanya ciri yang melekat pada tenun Sambas.