Harus Jadi Angelina Jolie Dulu untuk Membantu Sesama?

Fimela Editor diperbarui 22 Sep 2011, 09:59 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Angelina Jolie jelas bukan figur publik yang pelit. Di tahun 2010 lalu ia tercatat membintangi 2 film Blockbuster, “Salt” dan “The Tourist”, dengan tarif untuk masing-masing film adalah USD10 juta, jadi bila ditotal setahun kemarin ia mengantongi pemasukan sebesar USD20 juta.  Tapi, jangan keburu mengira bahwa uang sebanyak itu akan langsung dihabiskan Jolie untuk berbelanja barang-barang fashion mahal atau pesawat jet terbaru untuk kepentingannya berkeliling dunia.

Karena, perempuan berbibir belah ini mengaku bahwa ia sebenarnya hanya menggunakan sepertiga penghasilannya untuk kepentingan pribadi, sementara sisanya ia gunakan untuk kegiatan amal. Pembagian dananya untuk didonasikan pun tergolong merata, karena pada tahun lalu ia mengucurkan dana USD1 juta untuk pemulihan Haiti, USD100.000 untuk korban banjir di Pakistan, USD500.000 untuk pengungsi Bosnia, dan USD150.000 kepada organisasi nonprofit, SOS Children’s Villages.

Figur lain yang memanfaatkan star power untuk isu kemanusiaan adalah Demi Moore. Pada bulan April lalu, ia meninggalkan kemewahan Los Angeles dan mengunjungi Nepal selama lima hari untuk keperluan syuting film dokumenternya tentang industri perdagangan perempuan untuk menjadi pramuwisma. Masalah sex trafficking ini adalah subjek yang menjadi fokus Demi sejak pertama kali ia mendirikan The Demi And Ashton Foundation, yang ia dirikan bersama Ashton Kutcher suaminya, karena ia sangat prihatin dengan masih kurangnya kesadaran untuk menumpaskan praktik perbudakan seks yang sering terjadi pada anak-anak perempuan di bawah umur.

 

3 dari 3 halaman

Next

 

Memang nggak bisa menyenangkan semua orang dengan suatu kegiatan. Begitu pun dengan tradisi berkegiatan amal yang dilakukan oleh para selebriti. Nggak bisa dipungkiri, sedikit ada unsur “kehumasan” atau promosi di balik kegiatan amal ini. Coba saja dipikir, bagaimana kita bisa tahu bahwa minggu ini Jolie sedang berada di Pakistan untuk mengunjungi korban banjir atau pemenang American Idol 2009, Kris Allen, baru saja menyanyi untuk masayarakat Haiti, bila nggak dari publikasi media? Bila keadaannya seperti itu, maka kegiatan untuk tujuan kemanusiaan terlihat seperti jalan singkat untuk mendapatkan spotlight publik. Tapi, benarkah harus seperti itu?

Menurut saya tidak. Membantu sesama adalah sebuah naluri fitriah yang sama seperti naluri kita untuk makan, tidur, atau bercinta. Bagian diri kita sebagai makhluk sosial, baik sedikit atau banyak, baik kita terkena maupun nggak, sebenarnya mempunyai ruang di alam sadar bahwa di antara himpitan mall-mall mewah dan berseliwerannya mobil mewah di jalanan Ibukota, terdapat kewajiban untuk membantu sesama yang standar hidup sehari-harinya masih di bawah rata-rata. Sebagai orang yang hidup di Jakarta, seberapa susahnya menemukan ibu tua yang meminta-minta atau anak kecil yang menggendong bayi (entah itu benar adiknya atau bukan) dengan tangan terbuka dan memelas? Karena hal itu semakin awam saja terlihat, maka mungkin saja kenyataan bahwa masih banyak sekali saudara kita yang membutuhkan bantuan, lebih mudah diacuhkan dan kenyataan tersebut semakin kabur terlihat.

Dalam tulisan ini, saya nggak ingin menunjuk ini kesalahan siapa. Saya cuma ingin sedikit membangunkan untuk kembali peduli dan berempati. Nggak harus menggelontorkan dana berjuta-juta besarnya seperti Jolie atau melanglang buana ribuan kilometer seperti Demi. Cukup lakukan dengan hal-hal kecil seperti membiasakan tradisi untuk menyumbangkan pakaian ketika kita sudah banyak membeli baju baru pada asisten rumah tangga atau

nggak merasa berat hati untuk menyisihkan kembalian yang berupa uang receh saat ada program donasi yang umum dilakukan oleh supermarket atau minimarket.

Nah, bagaimana dengan kamu, Fimelova? Apa kegiatan amal yang sudah kamu mulai dari dirimu sendiri? Let’s share!