Nonton Apa Weekend Ini?

Fimela Editor diperbarui 11 Agu 2011, 09:05 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Fast Five

Kesuksesan sebuah film bisa dilihat dari berapa sekuel yang dibuat dan mulai Jumat besok, bioskop Indonesia kembali kedatangan tamu baru, yaitu “Fast Five”, seri kelima dari “Fast and Furious”. Untunglah, di “Fast Five” kali ini, kita sebagai penonton nggak lagi terus-terusan disuguhkan adegan balapan atau drifting di jalan raya seperti di film sebelumnya. Justin Lin (The Fast and the Furious: Tokyo Drift) sebagai sutradara, mampu membawa film bertabur mobil bagus dengan aksi balap kencang ini, naik ke level berbeda yang lebih bisa dinikmati dan nggak membosankan.

Mengambil cerita dengan berfokus pada perjuangan Dominic “Dom” Torreto (Vin Diesel), Brian O’ Connor (Paul Walker), dan Mia Toretto (Jordana Brewster), untuk lari dari kejaran Hernan Reyes (Joaquim de Almeida), pemilik mobil Ford GT40 yang mereka curi, agen Drug Enforcement Agent (DEA), dan US Diplomatic Security Service, “Fast Five” mampu menyuguhkan jalan cerita yang memacu adrenalin, namun tetap bisa dinikmati oleh penonton dari kalangan perempuan. Kenapa? Karena di film ini, diselipkan pula sisi drama (saat Mia mengetahui dirinya hamil dan memberitahu pada Brian) dan komedi yang berhasil keluar berkat kehadiran Tej Parker (Ludacris) dan Roman Pearce (Tyrese Gibson).

Dengan banyaknya twist yang ditaruh dalam film berdurasi 130 menit ini, sebenarnya memang sedikit membingungkan pada awalnya untuk mengikuti jalan cerita, ditambah lagi dengan banyaknya adegan cepat balap-balapan yang memang harus ada di dalam film sekelas “Fast Five” ini. Tapi, setelah berjalan di menit ke-30, film ini mulai terasa alurnya, bisa dinikmati, dan nggak membuat bosan penonton untuk duduk diam di depan layar besar selama 2 jam menonton “hidangan” penuh tabrakan dan tembakan.

Well, biar bagaimanapun, “Fast Five” terhitung masih berhasil meraup keuntungan penjualan berkat keberhasilan transformasi cerita yang nggak hanya berfokus pada kekencangan mobil, namun juga diselipkan dengan unsur konflik senjata dan obat-obatan di Rio de Janeiro, yang pada akhirnya menuai kritik dari warga Amerika Selatan karena menolak anggapan stereotip tersebut. Beruntunglah, masalah pajak impor yang sempat menyendat kedatangan film-film impor, telah selesai saat film ini memasuki jadwal tayang, karena “Fast Five” ditayangkan on time untuk kawasan Indonesia.

 

What's On Fimela
3 dari 3 halaman

Next

 

Temple Grandin

Terlahir sebagai seorang penderita autis, Temple Grandin (Claire Danes) melewati masa kecil sebagai bahan olokan teman-teman sekolahnya. Padahal, ia bukan anak yang nggak bisa mengikuti pelajaran atau sama sekali nggak mampu berkomunikasi. Melihat anaknya susah diterima, ibunya, Eustacia Grandin (Julia Ormond) memasukkannya ke asrama dengan harapan Temple bisa berkembang lebih baik dengan penanganan guru yang lebih intens. Namun, ada satu masalah Temple, yaitu ia nggak suka disentuh tapi tetap membutuhkan sensasi dipeluk untuk menenangkan dirinya ketika merasa marah, panik, atau tertekan. Akhirnya, terciptalah squeeze machine atau alat penekan tubuhnya yang bisa mendatangkan perasaan tenang dan bahagia seperti dipeluk.

Mesin ini hanya sebagian kecil dari kecerdasan Temple menangkap detail dari kehidupan sehari-hari. Ketertarikannya pada binatang, lalu mengarahkan fokusnya saat memasuki Perguruan Tinggi untuk menjadi sarjana di bidang hewan ternak. Dan, saat ia sedang menyusun tesis untuk Program Master, terperciklah idenya untuk merenovasi kandang ternak yang melingkar dan beralur, berdasarkan pengamatan visualnya yang sangat detail melebihi manusia normal pada umumnya. Konsistensi dan perjuangan Temple yang nggak berujung, akhirnya mampu membuatnya berdiri sebagai seorang pemikir yang diperhitungkan, dari sebelumnya ia hanya anak autis yang marginal dan dikasihani.

Alur cerita maju mundur yang dipakai Mick Jackson (The Bodyguard, Volcano) sebagai sutradara, awalnya mungkin sempat membingungkan, tapi sebenarnya itu memudahkan kita sebagai penonton untuk mengerti kenapa Temple bisa berlaku begitu atau bagaimana reaksi awal ketika Eustacia mengetahui bahwa Temple termasuk penderita autis yang nggak suka disentuh dan kesulitan untuk melakukan kontak mata dengan orang lain. Dikelilingi oleh sosok Bibi Anne (Catherine O’Hara) dan Profesor Carlock (Davis Strathaim), guru sains yang melihat dan mengasah potensi Temple, membuatnya mampu bangkit dari keterpurukannya sebagai kaum terpinggirkan dengan “keistimewaannya”. Namun justru, bila ditelaah lebih dalam, sosok Eustacia sebagai ibu yang nggak kenal menyerah dan penyayang, adalah perempuan hebat di belakang kesuksesan Temple hingga berhasil meraih gelar Doktor di bidang Animal Science, tanpa memaksakan anaknya menjadi normal sesuai harapannya

HBO di bawah divisi HBO Original, sekali lagi berhasil mengangkat kisah inspiratif dari sosok seorang perempuan hebat dengan jalan karier dan kehidupan yang dramatis. Seperti film “Introducing Dorothy Dandridge” yang dibintangi Halle Berry dan meraih banyak penghargaan di ajang Golden Globes dan Emmy Awards, begitu juga dengan “Temple Grandin” yang dianugerahi beberapa penghargaan dari kedua acara award tersebut. Menonton film berkualitas seperti ini, membuat weekend kamu lebih berkesan pastinya.