Anne Hathaway Perlu 20 Tahun untuk Menemukan Cinta Sejati

Fimela Editor diperbarui 05 Agu 2011, 14:30 WIB
2 dari 3 halaman

Next

Ini pertanyaan yang mungkin bisa mendasari keseluruhan jalan cerita: bagaimana kalau Emma Morley dan Dexter Mayhew nggak menghabiskan semalam berdua saat malam kelulusan mereka dari Edinburgh University? Mungkin hidup Emma dan Dexter nggak harus terikat dengan tanggal 15 Juli dan St. Swithin’s Day. Ya, yang menyatukan potongan cerita dari kehidupan dua orang ini adalah perayaan St. Swithin’s Day yang jatuh tanggal 15 Juli,  dimana itu merupakan satu hari yang dipercaya oleh orang Inggris bila turun hujan tepat pada hari itu, maka untuk 40 hari selanjutnya akan bercuaca sama. Setiap tanggal 15 Juli, diskenariokan mereka kembali bertemu dengan mengikuti perubahan jalan hidup masing-masing.

Sebenarnya, karakter Emma dan Dexter berbanding terbalik. Emma adalah gadis pekerja keras, punya cita-cita, dan diam-diam menyimpan perasaan lebih kepada Dexter. Sementara, Dexter adalah tipikal laki-laki populer bertalenta, yang nggak pernah kesulitan untuk mendapatkan gadis mana pun yang dia mau, dan menjalani hidup hedonistik seiring profesinya sebagai presenter televisi yang sukses. Pelan-pelan, Anna yang harus memulai kariernya sebagai pelayan restoran, lalu guru, akhirnya mampu menjadi penulis novel yang sukses. Sayangnya, Dexter dihadapkan pada kenyataan bahwa kariernya selesai karena adiksinya terhadap alkohol dan obat-obatan, dan harus berbalik menjadi pelayan restoran.

Selama perjalanan itu, baik Emma dan Dexter menyebut hubungan mereka sebagai sebuah “persahabatan”, dimana hanya ada hubungan seksual setiap pertemuan dan menyembunyikan perasaan masing-masing, sehingga masung-masing dari mereka mempunyai hubungan asmara sendiri karena mereka nggak bisa saling berharap atau menunggu. Pukulan terberat lalu dirasakan oleh Dexter karena harus bercerai dari istrinya, Sylvie, karena perselingkuhan, dan ini bisa dibilang menjadi titik dimana Dexter seperti dipecut untuk sadar, bahwa apa yang dia lihat selama ini adalah yang diinginkannya, yang nggak lain adalah sosok Emma.

3 dari 3 halaman

Next

 

Maka, Dexter pun mengejar Emma hingga ke Paris, dimana ia sedang menulis bestselling novel-nya yang kedua di sana. Dari setting romantis Inggris yang melingkupi separuh jalan cerita, berganti menjadi romansa Eropa. Di sinilah momen Emma dan Dexter mulai menyadari bahwa mereka benar-benar mencintai, nggak bisa terus berpisah dan bertemu secara periodik seperti yang sudah lama mereka lakukan. Pertemuan satu hari selama 20 tahun itu, sebenarnya sudah memiliki kekuatan di hati mereka masing-masing untuk menentukan apakah “persahabatan” itu berarti untuk mereka.

Beralih ke filmnya, mungkin kita harus berterima kasih pada Lone Scherfig yang mau menerjemahkan kisah cinta ini ke dalam bentuk sinematografi. Sutradara perempuan asal Denmark ini, menambahkan sentuhan feminin dan romantisnya lewat scene yang menyentuh, namun nggak terasa kacangan seperti sebuah tontonan romantis yang terlalu diumbar. Pemilihan Anne Hathaway memerankan sosok Emma yang tangguh namun rapuh di dalam, dan Jim Sturgess sebagai Dexter, membuat kita sebagai pembaca novel ini, percaya bahwa memang merekalah yang selama ini menjadi Emma dan Dexter dalam novel tersebut.

Aksen Inggris Anne pun terdengar cukup meyakinkan mengimbangi Jim yang memang asli berasal dari Inggris. Mood romantis pun terbawa dengan baik berkat scene-scene yang diambil dari lokasi bersejarah Kota Tua Edinburgh dan Paris. Ditambah lagi, scoring gubahan Elvis Costello yang indah, makin membuat kemasan cerita ini menjadi semakin komplit. Bagi yang langsung menyimpulkan bahwa ini dalah film romantis yang membosankan, kamu salah besar, karena David dengan pintarnya menyisipkan unsur komedi yang sejalan dengan atmosfer romantis, dan bisa disampaikan dengan baik oleh Lone. Nah, setelah ini, apakah kamu mulai tertarik untuk membaca / menonton “One Day”? Share your comments with us!