Lomography: Film “Basi” untuk Hasil yang Nggak Basi

Fimela Editor diperbarui 15 Jun 2011, 03:59 WIB
2 dari 4 halaman

Next

Lomography kali pertama tercetus dari seorang mahasiswa Rusia yang bereksperimen dengan kamera kuno, lubitel. “Lomo masuk ke Indonesia dibawa oleh owner saya, Tommy. Untuk di Indonesia, perwakilan lomo ya cuma di Jakarta, di Grand Indonesia dan di Jalan Bumi. Kalau untuk peredaran produk lomo di luar Jakarta, mereka pastinya akan mengambil barang dari Embassy karena di satu negara memang hanya ada satu Embassy,” ujar Inal, perwakilan dari Lomography Embassy.

Nggak cuma anak muda Indonesia yang sedang keranjingan lomo, beberapa negara lain, seperti Jepang, Singapura, dan Hongkong pun juga diserang demam lomo. “Kebanyakan penggemar lomo adalah anak muda urban. Misalnya dia (Inal menunjuk salah seorang perempuan muda yang sedang melihat-lihat produk lomo di Lomography Embassy), dia tuh salah satu loyal customer kita,” Inal menambahkan.

What's On Fimela
3 dari 4 halaman

Next

 

Bagi yang tertarik dengan kamera lomo, kamu bisa mulai membeli kamera lomo di Lomography Embassy dan bereksperimen dengan objek-objek fotomu. Kamera lomo ada di kisaran harga Rp600.000,- sampai Rp7.500.000,-. Takut menyentuh lomo karena nggak tahu teknik mengambil gambar? Don’t! Menggunakan lomo nggak membutuhkan teknik khusus. “Kamera lomo nggak perlu teknik dan pelatihan khusus untuk menggunakannya karena si pengguna lomo juga nggak akan tahu bagaimana hasilnya nanti. Kalau nanti dicetak hasilnya lucu, keren, dan bagus, ada kepuasan batin tersendiri pada si pengguna. Yang diperlukan saat penggunaan lomo cuma feeling yang bagus ketika mengambil objek. Dan kalau ada yang ingin mencoba lomo buat kali pertama, tinggal datang ke Embassy aja. Saat beli kamera, pasti akan diajarin kok cara penggunaannya. Free!” Inal kembali menjelaskan.

Kalau kamu mengunjungi Embassy lomo, kamu bakal melihat beberapa hasil foto kamera lomo. Lomo bisa menghasilkan foto dengan efek-efek tertentu, foto sephia, berwarna, bahkan foto satu frame yang terdiri dari beberapa gambar. “Gambar yang dihasilkan sangat tergantung dari pemakaian film. Tiap-tiap film akan memberikan efek tertentu. Semakin tua film bisa menghasilkan foto yang bagus dengan catatan film nggak rusak. Sebenarnya kalau melihat hasil lomo seperti yang ada di dalam (Inal kembali menunjuk wallpaper dinding Embassy), lomo juga bisa menghasilkan uang. Nggak sedikit juga orang yang banyak minta dibuatkan wallpaper seperti itu,” tuturnya.

 

4 dari 4 halaman

Next

Merasa nggak punya teman saat ingin berdiskusi tentang lomo? Bisa gabung di komunitas lomo Indonesia, Lomonesia. Anggota Lomonesia nggak cuma mencakup anak muda Jakarta, tetapi juga Bali, Jogja, dan juga Balikpapan. “Banyak kegiatan yang diadakan Lomonesia. Kegiatan terakhir yang kita selenggarakan adalah pameran Jepang yang kita adain untuk membantu Jepang pulih setelah bencana tsunami. Nggak hanya itu, kita pun menjual kamera lomo limited edition Jepang. Dengan membeli kamera itu, kamu sudah berkontribusi membantu Jepang sebesar 1% dari harga kamera,” ujar Inal menutup pembicaraan.

 

Usai berdiskusi, Inal pun mengajak tim Fimela melihat-lihat beberapa jenis kamera lomo dan hasilnya di dalam Embassy. Mulai penasaran dan tertarik? Kunjungi Lomography Embassy di Grand Indonesia, East Mall, Level One.